Lectio Divina 22.06.2020 – Jangan Menghakimi

0
359 views
Jangan Menghakimi by denise-pelletier

Senin (H)   

  • 2Raj. 17:5-8,13-15a,18
  • Mzm. 60:3,4-5,12-13
  • Mat. 7:1-5

Lectio

1 “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. 2  Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.

3  Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? 4  Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu.

5  Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”

Meditatio-Exegese

Jangan kamu menghakimi

Mengecam orang lain sangat mudah dilakukan. Mentalitas suka menghakimi orang lain merebak di mana-mana, termasuk di dalam komunitas Kristiani. Jika kita menghendaki kasih pada Allah dan sesama tumbuh, berpikir positif belumlah cukup.

Yesus menuntut para muridNya memperlakukan sesama seperti yang Ia lakukan. Ia menuntut para murid-Nya bertindak sempurna seperti Bapa di surga (Mat. 5:48).

Sedangkan para rabbi mengingatkan, “Orang yang menghakimi sesamanya dengan murah hati akan dihakimi pula dengan sikap serupa oleh Allah.”

Menghakimi orang lain sangat gampang. Yang amat sulit adalah menghakimi sesama secara adil. Penghakiman pada orang lain biasanya jatuh pada ketidak wajaran. Ketidak mampuan untuk melihat dan menilik apa yang  terkandung di dalam hati menjadi penyebab.

Sangat sulit mengenali dorongan dan maksud batin. Sangat sukar melihat semua aspek kebenaran. Selalu menggelegak naluri membenarkan dalih dan menyalahkan. Maka, jauh lebih mudah mencari-cari kesalahan orang lain dari pada kesalahan sendiri. 

Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430, menjelaskan alasan Yesus mengecam mentalitas munafik:

“Kata munafik tepat digunakan, karena menimpakan kejahatan paling sesuai dibebankan kepada orang yang jujur berhati mulia. Ketika orang jahat melakukan itu, mereka bertindak seperti pemalsu, orang yang berpura-pura, karena menyembunyikan jati dirinya di balik topeng dan menghakimi sesama dengan topeng palsu itu.

Kata munafik,  υποκριτα, hupokrita, bermakna pemalsu/orang yang berpura-pura. Oleh sebab itu kita harus menghindari kelompok orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain dan sering mengecam dengan menimpakan segala macam kejahatan. Mereka sering digerakkan oleh kebencian dan niat busuk.

“Maka, ketika dipaksa untuk mengecam atau menjelekkan orang lain, kita sebaiknya mengembangkan sikap memilih dan memilah apa yang baik, serta bertindak hati-hati. Pertama-tama, pertimbangkan apakah kesalahan orang lain pernah kita alami sendiri atau apakah kita pernah mengatasi kesalahan itu.

Kemudian, jika kita tidak pernah mengalami kesalahan itu, ingatlah bahwa kita hanyalah manusia dan dapat mengalaminya.

Tetapi jika kita pernah mengalami kesalahan itu dan sekarang sudah bebas darinya, kita perlu ingat akan keringkihan kita dan bertindak dengan belas kasih, bukan kebencian, untuk membimbing sesama keluar dari kesalahan itu dan menasihati supaya berhati-hati.

Dengan cara ini, saat kita memberi nasihat untuk berhati-hati berkembang baik atau buruk bagi orang yang kita bantu. Karena kita tidak mampu melihat dampaknya, kita harus melakukannya dengan satu sudut pandang yang adil.

Tetapi jika pada saat merenung kita ternyata memiliki kesalahan yang sama dengan orang yang hendak kita kecam, lebih baik kita tidak mengecam atau menyalahkannya.

Maka, mari kita ratapi kesalahan sendiri dan dan mendorong sesama mengambangkan sikap yang benar tanpa memaksanya mengikuti saran perbaikan kita.” (dikutip dari Sermon On The Mount 2.19.64)

Ukuran yang kamu pakai

Yesus memberikan perintah yang jelas: apa yang kamu berikan pada orang lain, dan bagaimana kamu memperlakukan orang lain, akan diukurkan kepadamu dengan cara yang sama.

Tuhan mengetahui kesalahan, kelemahan, bahkan ketidak sempurnaan dan dosa yang tersembunyi di kedalaman lubuk hati dan tidak pernah kita kenali.

Maka, sama seperti dokter bedah, Ia membaringkan kita di meja kerahiman-Nya untuk menghilangkan dan mencabut seluruh akar kesalahan dan dosa yang tersembunyi di hati.

Tuhan bersabda dalam Mat. 7:12, ”Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.” Omnia ergo, quaecumque vultis ut faciant vobis homines, ita et vos facite eis.

Katekese

Menghakimi berasal dari keadilan, mengampuni berasal dari rahmat. Santo  Ephrem, Orang Siria, 306-373:

“Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. 2  Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi.” (Mat. 7:1-2). Perintah ini dapat diungkapkan dengan cara lain “Ampuni, dan engkau akan diampuni.”

Karena sekali orang menghakimi berdasarkan keadilah, ia harus mengampuni berdasarkan rahmat. Agar ketika ia sendiri dihakimi menurut keadilan, ia mungkin layak diampuni melalui rahmat. Sebaliknya, hal itu tergantung juga pada sikap para hakim, yakni mereka yang mencari-cari pembalasan demi diri mereka sendiri.

Pada mereka Tuhan bersabda, “Janganlah kamu menghakimi.” Maksud sabda-Nya adalah ‘jangan mencari-cari pembalasan demi dirimu sendiri. Atau, janganlah menghakimi, berdasarkan apa yang kelihatan dan pandangan sendiri dan, kemudian, menjatuhkan hukuman. Tetapi, ingatkan dan berilah nasihat.” (dikutip dari Commentary On Tatian’s Diatessaron 6.18B).

Oratio-Missio

  • Ya Bapa, berilah kami kerendahan hati yang menjadikan kami sadar akan kebodohan kami, mengakui kesalahan kami, mengenali kebutuhan kami, menyambut setiap nasihat, dan menerima kecaman. Bantulah kami untuk selalu memuji dari pada mengecam, berbela rasa dari pada meruntuhkan semangat, membangun dari pada menghancurkan, dan menghendaki damai sejahtera bagi sesama dari pada mencelakai mereka. Ini semua kami mohon demi kemuliaan nama-Mu. Amin. (Doa dari William Barclay, abad 20, terjemahan bebas).
  • Apa yang perlu aku lakukan untuk mengeluarkan selumbar di mataku?

eice primum trabem de oculo tuo, et tunc videbis eicere festucam de oculo fratris tui – Matthaeum 7:5

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here