Pijar Vatikan II: Fransiska Harinowo, Sub Tutela Matris – dalam Lindungan Selimut Maria (38G)

0
754 views
Liang lahat Ibu Fransiska Huberta Harinowo. (Ist)

DARI sosok seorang ayah yang demikian hebat, kita lalu bisa memahami mengapa almarhumah Bu Siska memiliki perilaku dan kepribadian yang demikian istimewa. Kata orang Jawa, Bu Siska memang memiliki bibit, bobot, dan bebet yang baik dari dinasti Palaunsoeka.

Suka membantu tanpa pamrih

Ibu Siska, di Washington DC, telah mendapat julukan “emak sejuta umat”, karena memang ia mewarisi pancaran kebaikan hati dari ayah-ibu dan keluarga besar Palaunsoeka.

Pada seorang ibu tukang parkir di Bengkayang, tak segan-segan Bu Siska turun dari mobil untuk memberinya uang parkir Rp 50 ribu.

Ini sekedar contoh kecil, betapa Bu Siska memang sejak dari masa kecilnya, diasuh dan diberi contoh untuk berbela rasa pada yang kecil, yang miskin, yang berkekurangan.

Almarhumah Ibu Siska, sebagai “emak sejuta umat”, melakukan kebiasaan memberi dengan tulus dan ikhlas.

Almarhum Romo Hari Kustanto SJ, teman seangkatan penulis di Seminari Mertoyudan, pernah saya jemput dari tempat studinya  di New Heaven, Connecticut, dan kemudian saya ajak dolan ke Washington untuk saya kenalkan dengan keluarga Harinowo. 

Ia lalu sangat akrab dengan keluarga Harinowo.

Tentang Bu Siska, almarhum Romo Hari Kustanto SJ pernah mengatakan demikian: “Nek ana lagu kasih Ibu kepada beta bagai sang surya, hanya memberi tak harap kembali, ya Bu Siska Harinowo itu orangnya.” 

Entah punya kenangan apa sahabat saya  alm. Romo Hari Kustanto SJ itu tentang Bu Siska sampai dia mengatakan demikian. Seperti bapak kandungnya, alm. Pak Palaunsoeka yang sering dikerumuni orang yang minta tolong, tentu saja Bu Siska juga sering sekali didatangi orang yang meminta macam-macam pertolongan.

Dengan satu dan lain cara, orang-orang itu pasti dibantunya.

Suatu malam, dalam obrolan di teras belakang sambil ngopi itu, Bu Siska pernah bilang ke saya dan ke Romo G. Budi Subanar SJ: “Orang itu kalau sudah berani ngomong masalahnya yang paling berat ke kita, berarti ia sudah mempercayai kita dan mempercayakan masalahnya ke kita. Harus kita hargai apa pun dan siapa pun dia itu.”

Saya nyelethuk: “Lha kalau orang itu ternyata tidak jujur, kita tertipu dan motifnya ternyata ingin memanfaatkan kita, terus gimana?”

Dijawab lantang oleh Bu Siska: “Itu urusan dia dengan Tuhan.”

Almarhum Ibu Siska, menjadi isteri yang setia, ibu yang sungguh baik dan emak sejuta umat yang sungguh dicintai, karena dalam hidupnya sungguh telah menjadi seorang Ibu yang merengkuh. Ibu yang melindungi.

Karena daya cintanya begitu besar, maka rumah keluarga Ibu Siska, menjadi rumah teduh yang penuh cinta dan merengkuh.

Kalau kepada para imam, Bu Siska minta doa dan ujub misa, ia selalu minta doaitu untuk suami, anak-anak dan orang lain. Tidak sekali pun ia minta bagi dirinya sendiri. Bahkan permintaan sederhana: “Mo, doain saya ya,” hampir tidak pernah terlontar dari mulutnya.

Naluri Bu Siska Harinowo yang hanya memberi dan tak pernah mengharap kembali seperti dikatakan almarhum Romo Hari Kustanta SJ, rasanya seperti naluri wanita agung yang dimiliki Bunda Maria.

Seperti Bunda Maria yang hidupnya adalah “tutela matris” (jubah perlindungan Ibu Maria) bagi Gereja, Ibu Siska pun telah begitu baik menjadi tempat berlindung bagi keluarga dan sesamanya.

Maka, ketika jenazah Bu Siska dihantar ke peristirahatan yang terakhir di San Diego Hills hari Rabu yang lalu, ia diantar menghadap Tuhan dengan selimut Bunda Maria.

Peti jenasahnya dIbungkus dengan kain putih bergambar Bunda Maria dan doa Salam Maria dalam Bahasa Latin.

Simbolisme yang sangat luar biasa.

Keluarga, terutama Mas Harinowo dan anak-cucu, menyerahkan isteri dan ibu tercinta Fransiska Huberta Iyangsari Harinowo ke dalam perlindungan Bunda: Sub tutela matris.

Suami dan anak-anak sedih dan amat kehilangan. Namun mereka juga bangga dan bersyukur mendapat karunia indah isteri dan Ibu yang penuh cinta.

Selamat jalan Mbak Siska.

Selamat berbahagia bersama Tuhan dalam kehangatan peluk Bunda Maria yang begitu penjenengan cintai. 20 tahun lalu, panjenengan maringi CD nDhèrèk Dewi Mariyah ke saya dan Romo Banar SJ, untuk sangu ketika saya nyetir jauh dari Maryland ke Boston.

 Lagu pertama dalam CD itu: “Asma Dalem Mariyah” ingin kami senandungkan pada peringatan tujuh hari wafat penjenengan.

Selamat istirahat dalam damai Tuhan Mbak.

Asma dalem Mariyah, damel trenyuh manah. Mring pra putra Mariyah, ingkang setya tansah. Mugi asma Mariyah, dumeling ing manah. Yèn amba tinimbalan, nyuwun langgeng bingah.

Dalam doa dan kenangan yang tak pernah putus

A.Kunarwoko – Jakarta 20 Juni 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here