Lectio Divina 30.3.2024 – Dia Tidak di Sini

0
181 views
Ia tidak ada di sini, by Sr. Mary Stephens CRSS

Sabtu. Upacara Malam Paskah (P)

  • Kej. 1:1 – 2:2
  • Kel. 14:15-15:1
  • Yes. 55:1-11
  • Rm. 6:3-11
  • Mrk. 16:1-7

Lectio (Mrk. 16:1-7)

Meditatio-Exegese

Jadilah terang

Penciptaan baru kita rayakan di hari raya Paskah. Kita merayakan Yesus yang bangkit dan tidak mati lagi. Ia membuka pintu menuju hidup baru. Pada awal penciptaan, Allah bersabda (Kej 1:3), “Jadilah terang.”, Fiat lux.

Terang itu menghalau kegelapan. Tetapi, manusia lebih memilih kegelapan. Mereka tidak mau mengenal Allah, yang membawa kehidupan. Sesaat setelah peristiwa pembebasan yang mukjizati dari belenggu Mesir, umat lebih memilih menyembah lembu emas daripada setia pada Yahwe. Raja Ahaz lebih memilih mengorbankan anak-anaknya bagi dewa kafir, Baal, daripada mendengarkan sabda Yahwe. 

Tersingkap, dalam doa Bapa Suci Fransiskus, sisi gelap hidup bersama: pengabaian akan kebenaran, fundamentalisme dan terorisme, perilaku buruk pelayan Allah, pejabat korup, perdagangan senjata.

”O Salib Kristus, kini kami menjumpai Engkau dalam diri mereka yang cerdik pandai, tetapi miskin hidup batin, sarjana yang mengajarkan kematian, bukan kehidupan; mereka tidak mengajarkan belas kasih dan hidup, tetapi mengancam dengan hukuman dan kematian dan mereka yang menyalahkan orang jujur.

O Salib Kristus, kini kami menjumpai Engkau dalam diri pelayan yang tidak setia, yang, walau mengejar bagi diri mereka sendiri ambisi pribadi yang sia-sia, terus mengingkari kesucian martabat mereka.

O Salib Kristus, kini kami menjumpaimu dalam ungkapan fundamentalisme dan tindak terorisme yang dilakukan oleh pengikut segolongan agama yang melecehkan nama Allah dan menggunakan nama suci untuk membenarkan kekerasan yang mereka lakukan.” (https://rcadc.org/prayer-pope-francis-good-friday/).

Saat Allah menciptakan terang, Ia menciptakan dunia sebagai tempat tumbuh kembangnya pengenalan akan diri-Nya dan kemerdekaan. Dunia juga menjadi tempat kasih dan kebaikan tumbuh. Sebaliknya kejahatan selalu menyembunyikan pengenalan akan diri Allah, kebenaran, kasih dan kebaikan.

Karena kejahatan tidak berasal dari Allah, ia selalu mengingkari Allah. Dihadapkan dengan kejahatan dan kegelapan, manusia selalu ditantang untuk percaya Terang membawa kehidupan. Nabi Yesaya menantang setiap murid Tuhan untuk terus mencari Tuhan. Ia selalu merentangkan tangan dan hati-Nya untuk manusia.

Santo Yohanes menulis (Yoh 1:5), “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.”, et lux in tenebris lucet, et tenebrae eam non comprehenderunt.

Setelah lewat hari Sabat

Pagi-pagi benar pada hari Minggu itu, Allah juga bersabda, “Jadilah terang.”, Fiat Lux. Hari sesudah Sabat adalah hari pertama minggu itu. Pada hari itu komunitas Kristiani mengenangkan dan merayakan kebangkitan Tuhan. Hari ini disebut hari Tuhan,  dies Domini (bdk. Mrk 16: 2.9; Kis 20: 7).

Ungkapan yang lebih tua adalah pada hari ketiga, die tertia. Hari itu dihitung mulai dari penguburan-Nya (Luk. 24:7.46; Kis. 10: 40; 1Kor. 15: 4).

Santo Hieronimus menulis, “Setelah duka cita pada  hari Sabat, hari suka cita terbit, hari penuh suka cita yang dinyalakan oleh Terang teragung dari  segala terang, karena pada hari ini kita menyaksikan kemenangan Kristus yang bangkit.” (Comm. in Marcum, in loc.).

Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome

“Untuk apa pemborosan minyak narwastu ini? Sebab minyak ini dapat dijual tiga ratus dinar lebih dan uangnya dapat diberikan kepada orang-orang miskin,” kata seorang murid-Nya (Mrk 14:3-5), sesaat sebelum minyak narwastu yang mahal dituangkan di kaki Yesus. Saat itu Ia disambut seorang perempuan tanpa nama di rumah Simon, Si Kusta.  

Yesus menanggapi dengan ungkapan menyentak hati, “Ia telah melakukan apa yang dapat dilakukannya. Tubuh-Ku telah diminyakinya sebagai persiapan untuk penguburan-Ku.” (Mrk 14:8). Ia menubuatkan akan apa yang segera terjadi pada-Nya.

Maria Magdalena, Maria Ibu Yakobus dan Salome bertindak di luar nalar sehat. Mereka kembali ke kubur Yesus. Dengan rempah dan minyak yang telah dibeli dan persiapkan, mereka hendak menghormati jenazah Yesus. Tindakan ini sebenarnya kewajiban para imam (1 Taw 9:30).  

Dalam keheningan di hari Sabat mereka mempersiapkan bahan, menimbang, mencampur, meramu dan mengaduk dan mewadahi rempah dan minyak untuk dioleskan pada jenazah yang terbujur di makam. Sabtu Suci seperti rahim yang mengandung hidup. Rahim yang melindungi dan merawat makhluk baru yang hendak lahir.

Yesus orang Nazaret

Saat dalam perjalanan ke makam mereka memperbincangkan siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur. Begitu sampai di makam, mereka terkejut, karena pintu batu telah terbuka.

Saat masuk, mereka disambut seorang pemuda. Ia menyapa, ”Jangan takut. Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit.” (Mrk 16:5). Terkejut. Gemetar.

Salam yang mereka dengar tidak biasa. Warta sukacita ditambahkan, “Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit.” Yesus yang mereka cari sudah tidak ada di pemakaman.

Iesus Nazarenus, Yesus orang Nazaret. Nama yang sama, seperti tulisan Pontius Pilatus di papan di atas kayu salib, Iesus Nazarenus rex Iudaeorum (Yoh. 19:19). Melalui ungkapan ini, Santo Markus bersaksi bahwa Orang yang disalib dan Orang yang bangkit dari kematian adalah orang yang sama. Tubuh-Nya yang diperlakukan secara kejam di luar batas kemanusiaa, sekarang, memiliki hidup abadi.

Surrexit, non est hic, Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Inti misteri iman Katolik: kebangkitan Kristus. Santo Paulus menulis, “Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.” (1Kor. 15:14).

Kebangkitan-Nya menyibak pengharapan yang hampir padam. “Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu… Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia.” (1Kor. 15:17. 19).

Kebangkitan-Nya berarti bahwa Yesus mengalahkan maut, dosa, derita dan kuasa setan. Penebusan diwujudnyatakan melalui sakramen-sakramen, khususnya Baptis dan Ekaristi.

Tentang pembaptisan, Santo Paulus menulis, “Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” (Rm. 6:4). 

Dan tentang Ekaristi, Santo Yohanes menulis, “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.” (Yoh. 6:54). Maka Kebangkitan Yesus mendorong tiap murid-Nya untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Tidak menuruti cara hidup kedagingan atau yang mengarah pada ketidakpantasan dan setani (bdk. Kol 3:1-2). 

Para perempuan itu disuruh pergi menemui Petrus dan para murid lainnya untuk menyampaikan bahwa Yesus telah bangkit dari kematian dan mendahului mereka ke Galilea, tempat Ia memulai karya pelayanan-Nya. Di sana mereka akan berjumpa dengan-Nya.

Selama Perjamuan Malam terakhir, Yesus mengingatkan akan nubuat Nabi Zakharia, “Kamu semua akan tergoncang imanmu. Sebab ada tertulis: Aku akan memukul gembala dan domba-domba itu akan tercerai-berai.” (Mrk. 14:27, bdk. Za 13:7). Sang Gembala yang telah dibunuh di kayu salib kini telah bangkit dan hidup.

Ia sekarang memenuhi janjiNya, “Akan tetapi sesudah Aku bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea.” (Mrk. 14:28). Para murid-Nya adalah domba yang telah tercerai berai karena peristiwa penyaliban yang menggoncang jiwa. Sekarang, Tuhan yang telah disalibkan dan bangkit datang di antara para murid-Nya seperti gembala yang berjalan di depan kawanan domba (Mrk. 16:7).

Katekese

Ia tidak ada di sini… Ia telah bangkit. Paus Fransiskus, 1936 – sekarang:

Inilah saat ketika para murid membisu dengan hati teriris atas kematian Yesus. Kata apa yang bisa diucapkan lidah pada saati ini? … Dihadapkan dengan fitnah dan kesaksian palsu yang mendera Sang guru, para murid-Nya hilang akal dan kata. Selama masa pengadilan dan penyiksaan yang mencekam, para murid secara dramatis mengalami kelumpuhan untuk berbicara atas nama Sang Guru.

Terlebih, mereka tidak hanya tak mau mengenal-Nya, tetapi mereka juga bersembunyi, melarikan diri dan diam seribu bahasa (bdk. Yoh. 18:25-27). […]

Hari ini pula, para murid-Nya, diam seribu kata ketika menghadapi situasi yang tak mampu kita kendalikan. Ketidak mampuan ini membuat kita merasa lebih buruk, karena kita tidak melakukan apa-apa untuk mengubah ketidak adilan yang dialami oleh saudara-saudari kita.

Inilah malam yang sepi mencekam, karena para murid terjerumus dalam rutinitas yang menghancurkan, merampas ingatan, membungkam harapan. Mereka digiring pada pikiran bahwa “begitulah yang selalu terjadi”.

Karena terkejut mereka hilang akal dan kata serta ‘membenarkan’ kata-kata Kayafas dan tidak perlu dikoreksi, “Lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa.” (Yoh. 11:50).

Di tengah kebisuan kita, batu-batu mulai berteriak (bdk. Luk. 19:40). Agar pesan paling agung dalam sejarah terdengar, berserulah, “Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit.” (Mat. 28:6; Mrk. 16:6). Batu di depan makam berteriak dan mewartakan pembukaan jalan baru bagi semua. […]

Kemarin kita bergabung dengan para perempuan dalam merenungkan ‘Dia yang ditikam’ (bdk. Yoh 19:36; Za. 12:10). Hari ini, bersama mereka, kita merenungkan kubur yang kosong dan mendengarkan kata-kata malaikat, “Janganlah kamu takut… sebab Ia telah bangkit.” (Mat. 28:5-6; Mrk. 16:6). 

Kata-kata itu mempengaruhi keyakinan dan pertimbangan yang terdalam, cara kita menilai dan menyikapi peristiwa-peristiwa dalam kehidupan kita sehari-hari, terutama cara kita berhubungan dengan orang lain.

Makan kosong seharusnya menantang kita dan membangkitkan semangat kita. Hal ini seharusnya membuat merenung, dan, yang terpenting, hal ini harus mendorong kita untuk percaya bahwa Tuhan “berkarya” dalam setiap situasi dan setiap orang, dan bahwa terang-Nya dapat bersinar di sudut-sudut kehidupan kita yang paling tidak terduga dan paling tersembunyi.

Ia bangkit dari kematian, dari tempat di mana tidak ada seorang pun yang mengharapkan-Nya, dan sekarang Ia menunggu kita – seperti yang Ia lakukan terhadap para wanita – untuk memungkinkan kita mengambil bagian dalam karya penyelamatan-Nya. […]

Ia tidak ada di sini… dia telah bangkit! Inilah warta yang menopang harapan kita dan mengubahnya menjadi tindakan kasih. Sungguh besar usaha untuk mengubah kerapuhan kita oleh pengalaman ini. Betapa besar usaha agar iman kita tetap menyala.

Betapa besar usaha mengubah kepicikan kita dan membaharui cakrawala pandang kita yang sempit! Kristus telah bangkit, dan bersama-Nya Ia membangkitkan harapan dan kreativitas kita, agar kita mampu menghadapi masalah kita saat ini dengan kesadaran bahwa kita tidak sendirian.

Merayakan Paskah bermakna percaya kembali bahwa Allah selalu campur tangan dalam sejarah hidup kita, menantang ‘keyakinan’, yang tidak bisa ubah dan selalu membelenggu kita. Merayakan Paskah selalu memungkinkan Yesus mengalahkan ketakutan yang sering melumpuhkan dan mengubur harapan kita yang meyala. […]

Ia tidak ada di sini… dia telah bangkit! Ia menanti kalian di Galilea. Ia mengundang kalian untuk kembali ke saat dan tempat cinta pertamamu dan selalu bersabda, “Jangan takut, ikutlah Aku.” (Homili Vigili Paskah, Basilika Santo Petrus, Sabtu, 31 Maret 2018). 

Oratio-Missio

Tuhan, Engkau telah mengalahkan maut. Berilah aku mata iman yang tajam untuk menyaksikan kemuliaan-Mu. Dan Bantulah aku untuk selalu dekat pada-Mu, selalu mengasihi-Mu. Amin.

  • Pergilah dan katakanlah pada setiap orang: Yesus sudah bangkit.

Surrexit, non est hic – Marcum 16:6

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here