Senin, 25 Juli 2022
Pesta St. Yakobus Rasul
- 2Kor. 4:7-15.
- Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5,6;
- Mat. 20:20-28.
EGOISME dan nepotisme akan menjadi bumerang dalam paguyuban hidup beriman.
Egoisme dan nepotisme bisa mengakibatkan pertengkaran dan perpecahan.
Dalam persekutuan atau paguyuban hidup beriman sangat dibutuhkan adanya kesatuan dan kebersamaan.
Setiap orang diharapkan bisa mengendalikan diri hingga semua kegiatan tidak diukur dari kepentingan diri kita dan apa yang bisa kita terima dari kegiatan tersebut.
Melayani Tuhan bukanlah persoalan apa saja keuntungan yang akan kita peroleh, namun lebih kepada apa yang harus kita lakukan serta apa yang akan kita alami dan kita tanggung dalam melayani Dia.
Seorang bapak mensyeringkan pengalamannya diserahi oleh pastor dan pengurus Gereja membantu merawat Gereja.
Saya bukan koster di sini, namun sudah 30 tahun saya sekeluarga merawat, menjaga dan membersihkan gereja ini.
Awalnya, saya dulu dititipi kunci, ketika di sini masih stasi. Itu karena rumah saya paling dekat dengan gereja,
Karena kepercayaan itu, maka saya dengan sukarela menjaga dan merawat gereja. Pikiran saya sangat sederhana bahwa kalau gereja bersih dan terawat akan membuat orang nyaman beribadah.
Saya lakukan ini dengan ihklas dan tanpa minta imbalan karena ini merupakan ungkapan kasih dan cinta pada Tuhan melalui Gereja-Nya.
Sebagai penompang hidup sehari-hari saya pelihara ayam kampung dan di bawah kandang itu saya buat kolam untuk pelihara ikan.
Rezeki itu Tuhan yang mengatur, ketika saya ihklas melayani Tuhan, Dia akan juga akan memenuhi hidup saya dengan berkat-Nya.
Saya tidak pernah menuntut Tuhan untuk mengganti waktu dan tenaga yang aku berikan dalam pelayanan.
Yang saya minta adalah saya sekeluarga sehat hingga bisa bekerja dan menjalankan pelayanan.
Puji Tuhan, karena dengan hasil berternak ayam dan ikan, saya bisa hidup cukup dan bisa menyekolahkan anak-anak.
Tuhan itu maha kasih bagi kami sekeluarga.
Dalam bacaan Injil hari ini, kita dengar demikian,
“Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu.”
Dilayani lebih terhormat daripada melayani. Itulah pemikiran manusiawi.
Tetapi menurut Yesus, sebaliknya, yang terhormat adalah melayani.
Itulah sebanya Tuhan Yesus menyampaikan pernyataan soal pelayanan ini, ketika merespon permintaan ibu dari Yohanes dan Yakobus, agar kelak di surga Yohanes dan Yakobus dapat duduk di sebelah kanan dan kiri-Nya.
Menjadi pelayan itu berarti menjadi hamba yang melayani.
Kesadaran ini harus menjadi suata pola baru dalam melakukan apa saja, sehingga melayani menjadi paradigma hidup.
Apapun profesi yang kita kerjakan, apapun tanggung jawab yang sedang kita pegang, seharusnya kita lakukan dengan hati yang “melayani” bukan menguasai.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku rela melayani sesamaku tanpa mencari keuntungan bagi diri sendiri?