Mencari Allah di Zaman Edan (6)

0
292 views
Ilustrasi: Berdoa mencari Tuhan. (Sr. Maria Seba SFIC)

ADA macam-macam alasan mengapa orang mencari Allah. Ada yang karena kenyang. Ada yang karena lapar. Ada pula yang karena sakit baru mencari Allah. Ada yang karena takut.

Ada yang karena latah. Ada juga yang bernada menantang keberadaan Allah. Ada pula yang karena uang ikut-ikutan mencari Allah.

Yang lain, mencari Allah karena ingin melihat tanda-tanda. Tetapi kebanyakan orang mulai mencari Allah, ketika merasa dirinya lemah dan tak berdaya. Dan sedikit saja yang mencari Allah, karena melihat tanda-tanda. 

Padahal kisah Kitab Suci memuat kisah Musa ingin tahu ada apa di balik semak yang bernyala. Samuel mencari tahu siapa yang memanggil dirinya. Dan di zaman Yesus, banyak orang mencari Yesus karena melihat tanda-tanda yang dibuatNya.

Bagaimana dengan kita?

Di keluarga

Patut disayangkan, tetapi memang kenyataannya demikian. Ketika mengawali kehidupan keluarga, Tuhan dicari setiap saat. Tetapi justru ketika keluarga sudah mulai ‘berjalan’, bahkan mapan kehidupannya, Tuhan dicerai. Dia tidak lagi dicari.

Sebab yang dicari adalah kekuasaan dan kekayaan.

Ada keluarga yang merasa tanpa Tuhan pun rezeki mengalir terus, kenapa harus bagi-bagi ke orang lain, kalau toh harus didapat dengan keringat?

Sebagian lain keluarga merasa sudah cukup mencari Tuhan, ketika mereka sudah aktif di lingkungan agama. Seakan di sana mereka mudah ketemu Tuhan. Padahal sering kali banyak waktu dan energi habis di sana untuk yang bukan urusan mencari Tuhan.

Ada pula keluarga yang  merasa sudah “cin-cai” dengan Tunhan dengan memberi sebagian rezekinya. Mereka ini merasa  tak perlu mencari Allah lagi.

Atau berkata dalam hati: “Allah, Lu jangan gangguin gue lagi, Lu ude gue beri yang Lu minta.”

Berapa uang yang udah kusumbangkan ke pemuka agama?

Demikian sehingga kepekaan rasa manusiawinya kadang tak cukup hidup lagi, juga ketika orang-orang di sekitarnya menjerit minta uluran tangan kasihnya. Bahkan ada pula yang tetap keras dan tebal muka di hadapan Allah. Meskipun tanda-tandanya sudah banyak di alami, namun tak kunjung mencari Allah pula.

Seperti ini, apa bukan tanda?

  • Simpanan, kekayaan, kedudukan hilang musna dalam sekejap.
  • Atau keberhasilan yang terus menanjak atau sebaliknya, sakit dan rugi. berkepanjangan, apa tak perlu jadi alasan untuk bertanya: sudah mencari Tuhankah?

Kalau di rumah tidak mencari Tuhan apa di sekolah kita belajar mencari Allah?

Di sekolah

Sering kita sudah terlalu sibuk mencari segala hal demi kelulusan kita. Bahkan ada gejala bahwa Tuhan tidak perlu lagi dicari di lingkungan sekolah sebab dianggap sudah ditemukan. Yaitu,   ketika di sekolah sudah ada simbul-simbul agama.

Di sana pendidik maupun murid merasa sudah menemukan Tuhan, tak perlu lagi cari Allah. Simbul keagamaan itu misalnya tempat ibadat atau pakaian yang bernuansa agama, barang bahkan tulisan berwarna “agama”.

Tetapi apa secara sadar dan serius Tuhan pernah dicari di lingkungan sekolah? Lihat saja apa nilai-nilai kemanusiaan cukup dikembangkan di sana?

Di kantor

Jelas tak ada bisnis yang bertujuan menemukan Tuhan. Paling-paling perusahan yang ”menawarkan jalan untuk ketemu Tuhan”, padahal yang diincar adalah uang customer-nya. 

Kadang juga timbul kesan bahwa para usahawan, eksekutif maupun karyawan merasa sudah mencari atau malah memenukan Allah ketika mereka sudah sibuk ‘beragama’.

Seperti ada ibadat terjadwal, atau acara-acara keagamaan lain di lingkungan kantornya.

Jangan-jangan tak pernah terlintas bahwa Tuhan mungkin ditemukan atau dapat dicari dalam etika bisnis yang dijalaninya.

Di lingkungan agama,

Jelas banyak orang mencari Allah. Tetapi apa alasan mereka mencari Tuhan? Semoga jangan ada  banyak orang yang mencari Allah karena kebiasaan.

Atau  karena alasan sosial, ‘demi dilihat orang’ atau karena sekalian jalan-jalan. Jangan pula ada yang numpang mencapai tujuan tertentu dengan aktif dalam lingkup agamanya.

Sebagai motivasi awal semua itu boleh saja. Tetapi akankah mereka ini sanggup  melihat tanda-tanda dalam hidup mereka?

Sibuk di lingkungan agama, silakan, tetapi yang utama jangan dilewatkan: mencari Tuhan karena melihat tanda-tanda.

Bagaimana kita, Anda dan saya, apa merasa sudah mencari Tuhan karena melihat tanda-tandaNya?

Kalau mencari saja tidak, sulit dibayangkan dapat menemukanNya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here