Sabtu, 30 April 2022
- Kis. 6:1-7.
- Mzm. 33:1-2.4-5.18-19.
- Yoh. 6:16-21
CARA Tuhan untuk menyelamatkan seseorang dalam kesulitan atau saat kita dalam krisis sering dengan cara yang tidak disangka-sangka.
Ketika kita sedang diterjang badai permasalahan dalam hidup ini, Tuhan tidak tinggal diam. Dia menyapa dan menghampiri kita dengan cara yang di luar perkiraan kita.
“Saya mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan kalian sekekuarga,” kata seorang bapak.
“Kebaikan kalian tidak akan pernah saya lupakan,” lanjutnya.
“Kalian telah menjadi malaikat yang menuntun kami melewati badai kehidupan,” ujarnya.
“Tiga tahun ini, kami seperti layang-layang yang putus dari benangnya, sulit mencari pijakan,” sambungnya.
“Hidup pernikahan kami di ambang perpecahan, setelah kami semua tidak lagi komit terhadap janji setia kami,” kisahnya.
“Kami meninggalkan rumah, dan hidup di apartemen masing-masing. hanya pulang, jika itu ada acara keluarga,” sambungnya.
“Dalam waktu-waktu yang panjang dan sulit itu, kalian menjadi tempat kami berbagi yang baik,” lanjutnya.
“Hingga kalian mendorong saya kembali ke rumah, sesulit apa pun, saya harus bisa mengevaluasi langkah hidupku bersama dalam bahtera rumahtangga,” ujarnya.
“Kalian juga yang selalu mengajakku ikut misa, meski waktu itu menjadi saat yang berat dalam hatiku,” sambungnya.
“Apa yang ingin aku cari? Dan mau saya bawa ke mana arah rumah tanggaku? Inilah suara yang muncul saat di gereja atau kalau melihat kebahagiaan yang kalian alami,” lanjutnya.
“Saya sudah lelah hidup dalam kepura-puraan berjalan dalam bahtera rumah tangga semu. Saya ingin kembali memperbaiki apa yang selama ini aku abaikan,” tegasnya.
“Pikiran yang sama yang sama ternyata dirasakan juga oleh suamiku. Maka ketika saya bilang ingin pulang, dia pun menyambut baik,” lanjutnya.
“Mari kita mulai lagi apa yang pernah kita awali namun terbentur ego kita,” kata suamiku.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Sesudah mereka mendayung kira-kira dua tiga mil jauhnya, mereka melihat Yesus berjalan di atas air mendekati perahu itu. Maka ketakutanlah mereka.
Tetapi Ia berkata kepada mereka: “Aku ini, jangan takut.” Mereka mau menaikkan Dia ke dalam perahu, dan seketika juga perahu itu sampai ke pantai yang mereka tujui.”
Kadang setelah mendayung dalam bahtera kehidupan, kita baru menyadari bahwa ada yang telah hilang, yakni kemesraan kita dengan Tuhan.
Kesibukan membuat kita meninggalkan Tuhan, entah di mana, hingga menimbulkan ruang kosong dalam hidup kita.
Ketika kita merasa bisa mengatasi segalanya dan maju berjuang dengan ego kita, ternyata ada ruang kosong yang menuntut untuk kita penuhi.
Ruang kosong yang membuat kita menjadi petualang, karena tidak pernah terpuaskan oleh aneka tawaran yang kita dapat di dunia ini.
Kembali ke komitmen awal adalah jalan yang paling tepat untuk mengundang Tuhan mengisi kekosongan hati, perasan dan pikiran. Dia yang bisa memenuhi kekosongan dan memberi arti dan makna perjuangan kita.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku sudah memberi tempat Tuhan di dalam hidupku?