Minggu Biasa 3, B; 21 Januari 2017: Waktunya Sudah Genap, Dipanggil Menjala Manusia

0
918 views
Ilustrasi: Ramah dan senyum

Yun. 3:1-5.10; 1Kor. 7:29-31; Mrk. 1:14-30

MULAI hari ini, kita akan mengikuti perjalanan Yesus, mulai dari penampilan-Nya yang pertama dalam karya-Nya. Tiap-tiap pekan,  kita akan mengikuti Dia sampai nanti, Yesus tiba di Yerusalem. Yesus memulai karya-Nya dengan pesan pokok: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.”

Sekarang waktunya untuk mendapat apa yang dinantikan. Sikap yang diminta: bertobat dan percaya kepada Injil.

Lalu Yesus mengajak murid-murid pertama-Nya: “Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.”

Mereka segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Yesus.

Hidup baru adalah hidup yang sama sekal berubah dari hidup yang lama. Apakah ini yang harus kita lakukan sekarang ini? Meninggalkan pekerjaan, hidup seakan-akan tanpa suami/isteri, seperti yang ditulis dalam 1 Kor?

Kita perlu menangkap makna pesan Yesus: bertobat, percaya kepada Injil, mengikut Yesus dan menjadi penjala manusia. Pesan ini merupakan rangkaian sikap hidup: bertobat itu mengubah cara hidup yang salah; dengan arah: menerima Kabar Gembira: Allah sudah merajai dunia, sudah berkuasa atas hidup kita: dalam diri Tuhan Yesus.

Dan sikap kita: menjala manusia: membawa manusia kepada hidup. Jadi yang penting bukan ganti profesi, tetapi ganti sikap hidup.

Ajahn Brahm, guru spiritual agama Buddhisme, mengajari demikian:

Pujian dapat menghemat uang kita, mempererat hubungan dan menciptakan kebahagiaan. Kita perlu lebih sering menaburnya ke sekitar kita.

Orang yang paling sulit untuk kita puji adalah diri kita sendiri. Saya dibesarkan utk percaya bahwa memuji diri sendiri akan membuat kita menjadi besar kepala.

Bukan begitu. Yang benar adalah menjadi besar hati. Memuji kualitas baik dari diri kita sendiri berarti membesarkan hati dengan cara yang positif. Saat saya masih seorang mahasiswa, guru meditasi pertama saya memberikan sebuah nasihat untuk dipraktikkan.

Awalnya, beliau menanyakan apa yang pertama-tama saya lakukan begitu bangun pagi.

“Pergi ke kamar mandi,” kata saya.

“Apa ada sebuah cermin di kamar mandimu?” tanya beliau.

“Tentu.”

“Bagus,” katanya.

“Nah setiap pagi, bahkan sebelum kamu menggosok gigi, saya ingin kamu menatap cermin dan tersenyum pada dirimu sendiri.”

“Pak!”

Saya mulai protes.

“Saya ini mahasiswa. Kadang-kadang saya tidur sangat larut dan bangun pagi-pagi dengan perasaan kurang enak. Pada pagi-pagi tertentu bahkan saya ngeri melihat wajah saya sendiri, boro-boro tersenyum.”

Beliau terkekeh, menatap mata saya dan berkata, “Jika kamu tidak bisa tersenyum secara alami, kamu dapat memakai dua jarimu, taruh di kedua sudut mulut, dan tekanlah ke atas. Seperti ini,” beliau menunjukkan caranya.

Beliau jadi terlihat menggelikan. Saya terkekeh-kekeh melihatnya. Beliau menyuruh saya untuk mencobanya, dan saya menurutinya.

Pada pagi berikutnya, saya menarik turun diri saya dari tempat tidur, melangkah terhuyung-huyung ke kamar mandi. Saya menatap diri saya di cermin. “Urrrgh!” Itu bukan pemandangan yang manis.

Sebuah senyum alami tidak bisa muncul. Jadi saya meletakkan dua jari telunjuk di sudut mulut dan menekannya ke atas. Lantas saya melihat seorang mahasiswa muda bodoh menampilkan wajah tololnya di cermin, dan saya tak tahan untuk tidak tersenyum. Begitu muncul sebuah senyum alami, saya melihat mahasiswa di cermin tersenyum kepada saya. Saya pun tersenyum lebih lebar lagi, dan orang yang di cermin pun membalas dengan senyuman yang lebih lebar juga. Dalam beberapa detik, kami mengakhirinya dengan tertawa bersama.

Saya terus mempraktikkan nasihat itu setiap pagi selama dua tahun. Setiap pagi, tak peduli bagaimana perasaan saya saat bangun, saya segera tertawa begitu melihat diri saya di cermin, biasanya sih dengan bantuan dua jari. Sekarang orang bilang saya banyak senyum. Barangkali itu karena otot-otot di sekitar mulut saya menetap dalam posisi seperti itu. Kita dapat mencoba trik dua jari kapan saja, terutama bermanfaat ketika kita merasa sakit, bosan atau tertekan.

Tertawa telah terbukti bisa melepaskan hormon endorphin ke dalam aliran darah kita, yang dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh kita dan membuat kita merasa bahagia. (Disalin dari buku Membuka Pintu Hati oleh Ajahn Brahm)

Dengan tersenyum setiap pagi, kita membangun sikap positip terhadap diri kita sepanjang hari. Dengan demikian, kita juga dapat memperlakukan orang lain secara positip.

Dengan demikian, menghargai orang lain, tidak menjadi sulit.

Bertobat, menerima Kabar Gembira bahwa Allah meraja, percaya kepada Yesus dan membawa orang lain kepada hidup; bukan berarti harus pergi dan mengubah pekerjaan dan status hidup. Tetapi dengan mengubah sikap hidup; memulai hidup ini dengan senyum. Hidup dalam sukacita, boleh dikatakan menjalani hidup sehari-hari dalam terang Injil.

Sukacita yang kita jalani bersama Yesus dapat menularkan sukacita itu kepada sesama dan mungkin dapat membawa orang lain kepada Yesus. Kita, dalam sikap positip kita, juga dapat membawa orang lain juga menuju Kerajaan Allah dan membantu mereka menemukan Kristus. sangat sederhana. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here