Museum Katolik Provinsi Bengkulu: Sejarah Misi Kekatolikan, untuk Tumbuhkan Bibit Panggilan

0
492 views
Anak-anak murid Taman Seminari Kiddy Evergreen, Bengkulu melakukan kunjungan ke Museum Katolik Bengkulu. (Juliana Sriana Sinaga)

TAK dapat dipungkiri, Provinsi Bengkulu kini semakin berkembang menjadi salah satu destinasi wisata. Selain karena kotanya yang indah dengan pemandangan laut yang menawan, juga karena menyimpan banyak sejarah bangsa Indonesia.

Tempat-tempat bersejarah

Taruhlah itu rumah kediaman Bung Karno pada waktu menjalani pengasingan di Bengkulu, Benteng Marlborough, dan beberapa bangunan lainnya hingga kini masih kokoh berdiri. Semua itu  menjadi saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia kala itu.

Rabu, 21 September 2022 tampak beberapa anak-anak bergembira ria di halaman Gereja Katolik Santo Yohanes Penginjil Bengkulu yang berada di tepian Samudera Hindia.

Dengan memakai kostum batik hijau-merah, mereka bermain seraya menikmati sapaan ombak sambil menantikan guide yang akan memandu perjalanan mereka.

Anak-anak yang berjumlah 18 orang, saat ini sedang bersekolah di Taman Seminari Kiddy Evergreen, Bengkulu.

Dengan menerapkan pola pendidikan secara Katolik, mereka diajak untuk semakin mengenal dan mencintai Gereja Katolik.

Di hadapan para orangtua, Ibu Lastuti S.Ag selaku Kepala Taman Seminari Kiddy Evergreen ini berharap agar anak-anak memiliki iman yang kuat di tengah perkembangan arus zaman.

“Melalui kegiatan kita hari ini, semoga anak-anak semakin rajin berdoa, rajin mengikuti kegiatan sekolah minggu, dan semoga nanti ada di antara anak-anak yang terpanggil dan terpilih menjadi uskup, imam, dan suster,” kata Ibu Tuti, sapaan akrabnya.

Sejarah masa silam di Bengkulu

Harapan itu disambut baik oleh Pastor Paulus Sarmono, SCJ yang tengah berdiri di antara mereka.

Romo Paulus Sarmono SCJ tersenyum lebar menyambut kehadiran dan semangat anak-anak yang datang untuk menimba semangat para misionaris zaman dulu.

Mengawali perjalanan mereka, Romo Paulus Sarmono SCJ selaku Pastor Kepala Paroki St. Yohanes Penginjil Bengkulu menjelaskan secara singkat museum Gereja Katolik St. Yohanes Penginjil Bengkulu,

“Anak-anak, sebentar lagi kita akan memasuki museum Gereja Katolik St. Yohanes Penginjil Bengkulu. Museum ini berada tepat di samping gereja sehingga diberi nama Museum Gereja Katolik Santo Yohanes Penginjil Bengkulu.

Museum ini tidak dapat dipisahkan dari sejarah masuknya Gereja Katolik di Bengkulu. Anak-anak juga akan melihat secara langsung benda-benda atau barang-barang yang dipakai oleh pastor-pastor kita dari Eropa pada tahun 1924 dalam mewartakan Injil atau memperkenalkan Tuhan Yesus kepada orang-orang yang belum mengenal Tuhan Yesus,” kata Romo Sarmono SCJ.

Pastor misionaris Theatin dan sejarah berdirinya museum

Museum Gereja Katolik Santo Yohanes Penginjil Bengkulu tidak dapat dipisahkan dari sejarah masuknya Gereja Katolik di Provinsi Bengkulu.

Bengkulu dijajah oleh Inggris lebih kurang selama 140 tahun. Dalam kurun waktu tersebut, Pastor Della Valle, seorang misionaris Teathin dari Italia memberi pelayanan rohani kepada para pedagang dan tentara Inggris.

Kemudian Pastor Della berunding dengan pihak Inggris untuk mengembangkan karya pastoral hingga ke tempat-tempat dimana terdapat perkebunan Inggris.

Pihak Inggris menanggapi secara baik niat dari Pastor Della ini. Akhirnya, tanggal 18 Desember 1702, Pastor Martelli datang ke Bengkulu.

Demikianlah para imam melayani para pedagang dan tentara Inggris secara bergantian.

Pemberontakan lokal yang merugikan misi

 Namun pada tahun 1720 terjadi pemberontakan yang menyebabkan Pastor Ricca dibunuh dengan keris secara membabibuta oleh para pemberontak. Mereka merampas salib yang dipegang oleh Pastor Ricca karena mengira salib itu terbuat dari emas.

Pada masa pemberontakan banyak umat Katolik yang dibunuh dan dibuang ke laut. Setelah itu, lama tidak ada imam di Bengkulu.

Pada tahun 1811 sampai dengan tahun 1923 wilayah sekitar Bengkulu dan Sumatera Selatan masuk dalam Prefektur Apostolik Sumatera yang berpusat di Padang.

Namun, pada tanggal 27 Desember 1923, daerah Sumatera Selatan dan Bengkulu dipisahkan dari Prefektur Apostolik Sumatera dan disebut Prefektur Apostolik Bengkulu karena pos misi di Tanjung Sakti berada dalam resisdensi Bengkulu saat itu.

Kemudian tanggal 23 September 1924, Pastor HJD van Oort SCJ, Pastor H. van Steekelenburg SCJ dan Br. Felix van Langenberg,SCJ dari Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ) pertama tiba di Tanjung Sakti.

Menuju ke Palembang dan Bengkulu

Dari sana mereka mulai berkarya ke Palembang dan Bengkulu. Pada bulan November 1926 dibeli sebuah rumah dan pekarangan di Jalan Pasar Melintang dari keluarga Van Der Vossen.

Tanggal 11 Desember 1926, Pastor M. Neilen SCJ menempati rumah tersebut. Ia juga mendapat bantuan dari Pastor Hoogeboom SCJ pada tahun 1928.

Tahun 1929, para Suster dari Kongregasi Cinta Kasih Carolus Borromeus  (CB) tiba di Bengkulu. Kedatangan mereka sungguh dinantikan para umat dan disambut baik di sebuah rumah.

Rumah tersebut dijadikan sebagai biara dan diresmikan oleh Mgr. Mekkelholt SCJ bersama gedung sekolah dan asrama pada tanggal 17 Januari 1934.

Anak-anak murid Taman Seminari Kiddy Evergreen, Bengkulu melakukan kunjungan ke Museum Katolik Bengkulu. (Juliana Sriana Sinaga)

Kampung Cina

Tampaknya rumah di Jl. Pasar Melintang sudah tidak mampu lagi menumpang jumlah umat yang semakin bertambah. Maka pada tahun 1929 dibeli sebidang tanah dengan rumah di atasnya di daerah Kampung Cina.

Tanah tersebut diperuntukkan untuk susteran dan sekolahan, bagian atasnya (sudah ada rumahnya) digunakan untuk pastoran dan asrama. Di sebelah pastoran didirikan sebuah gereja.

54 tahun kemudian, maka dibangun sebuah gereja baru di samping gereja lama. Meski mendapat penolakan dari pemerintah setempat dan juga keuskupan, namun pembangunan gereja tetap dilaksanakan.

Akhirnya, tanggal 22 Mei 1983 gereja baru diberkati oleh Uskup Keuskupan Agung Palembang waktu itu: Mgr. JH Soudant SCJ.

Umat paroki St. Yohanes Penginjil Bengkulu saat ini bisa beribadah dengan tenang dan damai berkat perjuangan, keberanian, dan pengorbanan para misionaris.

Museum Katolik Bengkulu

Maka, Pastor Paulus Sarmono SCJ memandang perlu untuk mengabadikan segala perjuangan mereka, seperti bejana Ekaristi, pakaian liturgi, buku panduan misa, dan sepeda yang dipakai para pastor untuk berpastoral.

Semua barang, peralatan, buku, dan lain sebagainya yang menajadi peninggalan para pendahulu disimpan dengan rapi dalam museum.

Museum ini berdiri tepat di sebelah Gereja Katolik Santo Yohanes Penginjil Bengkulu, tepatnya di Gedung Santo Aloysius Gonzaga.

Dengan berdirinya museum ini seluruh umat diharapkan mengetahui sejarah masuknya Gereja Katolik di Provinsi Bengkulu dan memiliki semangat dan keberanian seperti para misionaris.

Lalu, anak-anak diarahkan untuk memasuki museum dan mengamati semua benda-benda sejarah. Satu per satu benda itu diamati oleh mereka.

Anak-anak mendengarkan materi penjelasan dari Romo Paulus Sarmono SCJ. (Juliana Sriana Sinaga)

Dengan penuh kesabaran, Romo Sarmono menjelaskan sambil menunjukkan benda-benda sejarah itu kepada anak-anak. Anak-anak sangat antusias mendengarkan penjelasan dari Rm. Sarmono.

 Hal ini ditunjukkan lewat keberanian dan kemampuan mereka untuk menyebutkan benda apa saja yang telah mereka lihat. Masing-masing mereka menyebutkan nama benda-benda tersebut dengan berbeda.

“Tadi aku lihat telepon dan sepeda, Bu,” jawab Samuel Marcelo Arsenio yang biasa dipanggil Celo, salah seorang murid TS Kiddy Evergreen.

Mengakhiri perjalanan mereka, Romo Sarmono SCJ mengajak anak-anak untuk semakin mencintai Gereka Katolik,

“Anak-anak, marilah kita menjaga kebersihan gereja dan semakin rajin ke gereja.”

Setelah itu, dilanjutkan dengan makan bersama untuk meningkatkan keakraban dan kekeluargaan dalam keluarga besar Taman Seminari Kiddy Evergreen.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here