Percik Firman: Pertobatan yang Berbuah Berkat

0
1,308 views

Rabu Abu, 26 Februari 2020
Bacaan Injil : Mat 6:1-6; 16-18

”Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”

Sdri/a ku ytk,

HARI ini kita memasuki Hari Rabu Abu. Rabu Abu adalah permulaan Masa Prapaskah, yaitu masa pertobatan, pemeriksaan batin dan berpantang-berpuasa untuk menyongsong HR Paskah. Pada permulaan Masa Prapaskah ini, dahi kita semua akan ditandai dengan abu. Tema masa Prapaskah 2020 yaitu, ”Bertobat, Terlibat dan Berbuah Berkat”.

Mengapa permulaan masa Prapaskah selalu jatuh pada hari Rabu? St. Yustinus (yang hidup sekitar pertengahan abad II) memberikan kesaksian bahwa pada masa itu telah dikenal masa pertobatan untuk mempersiapkan perayaan Paskah. Masa pertobatan itu berlangsung selama 40 hari. Oleh Konsili Nicea masa persiapan itu disebut Quadragesima Paschae.

Dalam Kitab Suci angka “40″ mempunyai makna simbolis yang penting, yakni: masa persiapan menyongsong karya Keselamatan Tuhan. Selama 40 hari nabi Musa berpuasa di puncak Gunung Sinai sebelum menerima Sepuluh Perintah Allah. Selama 40 hari nabi Elia berjalan menuju gunung Allah yang suci. Selama 40 tahun lamanya Umat Allah berjalan di Padang Gurun menuju Tanah Terjanji. Tuhan Yesus sendiri juga berpuasa selama 40 hari 40 malam di padang gurun sebelum berkarya di publik.

Penerimaan abu pada Rabu Abu ini berasal dari kebiasaan/tradisi yang ada pada abad pertengahan, di mana orang menjalani denda dosa di muka umum (penitensi umum). Mereka berpakaian dari bahan kasar, dan menaburkan abu di atas kepala mereka. Dalam Perjanjian Lama, ada kebiasaan menjalankan upacara menyesali dosa (juga upacara berkabung) dengan duduk bersimpuh di atas debu dan menaburi diri dengan abu itu.

Kebiasaan ini sudah dikenal sejak abad ke-8. Pada zaman itu mulai dipakai kata-kata yang dibisikkan imam ketika menandai dahi dengan abu “Ingatlah, hai manusia, kamu dari debu dan akan kembali menjadi debu”. Atau ada rumus lain= “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”

Tak jarang ada umat yang bertanya: kenapa yang dipakai abu atau debu? Barangnya memang berbeda, tetapi dalam perkara upacara, orang tidak pertama-tama memikirkan barangnya, tapi lambang serta yang diperlambangkan. Pemikiran simboliknya begini: kita tahu bahwa abu maupun debu adalah barang yang remeh (ora mingsro), tak ada bobotnya (ora aji), ditiup saja langsung berhamburan ke mana-mana dan akhirnya diinjak-injak.

Dalam hidup sehari-hari, Abu mempunyai fungsi membersihkan. Selain dengan sabun, di desa-desa orang biasanya membersihkan pantat wajan, ceret/teko, ketel (tempat menanak nasi) yang ada angusnya dengan abu gosok. Dengan ditambahi abu, peralatan masak itu akan mudah dibersihkan dan kembali seperti baru lagi.

Secara rohani, manusia menurut Kej 2:7 dibentuk dari debu tanah yang dihembusi nafas kehidupan Tuhan. Nah, kalau nafas kehidupan ini kembali ke Tuhan, maka manusia ya kembali ke debunya tanah tadi. Debu dan abu ini membuat orang menyadari betapa lemahnya manusia; ia dekat pada dosa (Ayub 30:19, Kej 18:27). Itulah yang dapat diingat bila kita menerima tanda abu pada hari Rabu Abu. sebagai tanda untuk mengingatkan kita untuk bertobat, tanda akan ketidakabadian dunia, dan tanda bahwa satu-satunya Keselamatan ialah dari Tuhan Allah kita.

Dalam bacaan Injil hari ini Tuhan Yesus menyoroti tiga praksis kesalehan hidup dalam agama Yahudi, yaitu: sedekah, puasa dan berdoa. Ketiga praksis kesalehan ini disebut sebagai “kewajiban agama”. Yesus mengawali sabda-Nya dengan kata “Hati-hatilah”. Para murid diingatkan agar selalu menjalani hidup dalam kesadaran terus-menerus. Yang diingatkan ialah agar para murid tidak melakukan hal-hal itu di hadapan orang agar dilihat.

Dengan kata lain, kita tidak boleh PAMER melakukan perbuatan baik dengan intensi agar dilihat atau diperhatikan orang lain, sehingga tidak menjadi sebuah show atau pertunjukan. Perilaku seperti itu adalah tindakan seorang munafik dan sudah mendapatkan reward atau balasan. Tanggapan atau reaksi yang diharapkan oleh orang munafik dari khalayak adalah pujian.

Marilah kita mohon kepada Tuhan agar kita dapat mengisi masa Prapaskah dengan terus mengupayakan sikap yang tulus. Dalam Injil hari ini, Tuhan Yesus mengecam kepalsuan, kesalehan pura-pura yang didorong oleh kebutuhan untuk mendapatkan pujian atau pengakuan. Sedekah, puasa dan doa tidak akan membawa kita kepada kesucian, bila kita tidak melakukannya dengan tulus, bila kita menjalaninya penuh dengan kemunafikan dan legalistis. Tetapi tindak kesalehan itu harus menjadi ungkapan hati yang terkoyak karena penyesalan atas dosa-dosa.

Marilah kita mohon rahmat kerendahan hati dan ketekunan dalam melakukan aneka olah rohani selama masa Prapaskah, masa retret agung yang penuh rahmat ini.

Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bumi Mertoyudan.

# Y. Gunawan, Pr

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here