BEGITU nama Bergoglio disebut sebagai Paus baru, saya langsung kirim sms dan email ucapan selamat ke beberapa rekan-rekan imam Jesuit, termasuk kepada adik saya. Tak satu pun di antara mereka yang menjawab sms dan email saya itu.
Jangan-jangan ini memang sikap khas Jesuit!
Tidak perlu menganggap bahwa jabatan “duniawi” itu prestasi yang harus diberi ucapan selamat. Atau reaksi khas Katolik Jawa : “terus njuk ngapa ?” (jadi lalu ngapain?).
Di kalangan Jesuit, terpilihnya seorang Jesuit menjadi Paus, tentu saja menimbulkan pelbagai reaksi. Sebagian bangga, sebagian senang, sebagian biasa-biasa saja. Tetapi sebagian yang paling besar adalah: tak mengira, tak menduga, kejutan besar,.. tapi oke jugalah!
Sikap pragmatis, yang juga khas Jesuit!
Pastur Antonio Spadaro SJ, editor jurnal Jesuit terkenal di Roma La Civiltà Cattolicamengatakan : “We are used to serving a pope, not to be a pope !”
Federico Lombardi, Pastur Jesuit yang menjadi juru bicara Kepausan saja, sampai tidak habis mengerti mengapa para Kardinal memilih seorang Jesuit dalam conclave singkat 5 putaran itu. “I was dumbfounded”, katanya.
Pastor Thomas Smolich SJ, presiden “The Jesuit Conference of the United States” tidak kalah shock mendengar berita seorang Jesuit menjadi Paus.
Katanya : “I’m in shock that we have a Jesuit pope. This is just not our mind-set. We don’t look for these kinds of offices. The idea that — it blows the mind.”
Senang atau tidak, terkejut atau biasa-biasa saja, yang jelas ditunjuknya Bergoglio, Kardinal Jesuit dari Argentina itu, memuaskan sebagian besar umat. K
etika pada sebuah survey, NBC News menanyakan : “Was Pope Francis a good choice to lead the Catholic church?”, 76.2 persen jawaban mengatakan: “Yes, I’m pleased”. Dan hanya 23.8 persen responden yang menjawab : “No, the cardinals made a mistake”.
Embel-embel Jesuit dalam diri Kardinal Bergoglio yang kini menjadi Paus Fransiskus, tentu saja menjadi “nilai jual” tersendiri. Dalam bahasa marketing : “It’s the ultimate branding opportunity”.
Menurut “Universitas Google”, mereka yang mencari kata-kata : “Jesuit Pope, the Jesuits, Jesuit beliefs, Jesuit schools, Jesuit education, Jesuit universities, Jesuit history, bahkan Jesuit conspiracy”, meningkat tajam sejak Bergoglio terpilih menjadi Paus. Bagi yang semula tidak terlalu memperhatikan siapa Jesuit, kehadirannya dan karyanya, kini cukup banyak yang mencari tahu dengan mengunjungi situs tentang Jesuit di dunia maya.
Misalnya “peta” keanggotaan Jesuit dunia yang sudah mulai berubah.
Anggota Jesuit di Barat menurun. Di India dan Asia Tenggara meningkat. India bahkan negara yang memiliki Jesuit terbanyak yaitu : 3900. Disusul Amerika sekitar 2500. Sepertiga anggota Jesuit dunia sebanyak 17.287 orang, berasal dari negara-negara berkembang. Dengan terpilihnya seorang Jesuit menjadi Paus, orang juga lalu mengingat jasa dan karya para Jesuit di banyak negara.
Di Amerika, Jesuit mengelola Universitas-universitas bergengsi seperti Georgetown, Boston College, Fordham, Gonzaga dan beberapa college dengan nama Loyola. Pendidikan menengah dan profesional yang dikelola Jesuit di Amerika dan banyak negara lain juga menjadi kebanggaan para alumninya. Tetapi sementara seorang Jesuit menjadi pemimpin tertinggi Gereja Katolik, beberapa Jesuit seperti Pastur Lombardi dan teman-temannya menjadi juru bicara Vatikan dan mengelola Radio Vatikan, sebagian terbesar para Jesuit di seluruh dunia bekerja diam-diam mengurus orang miskin, mengurusi para penderita AIDS, membina iman umat, mengelola sekolah, menulis, mengurus penerbitan buku, majalah, memberdayakan umat mengurus koperasi, kredit mikro, menyiapkan orang muda menjadi pemimpin masa depan, peduli sosial, menggalakkan dialog antar agama, budaya, seni, musik, dsb dsb seperti yang juga dikerjakan banyak orang lain.
This will not be business as usual
Dukungan dari pelbagai kalangan atas terpilihnya Paus Jesuit ini, datang dari mana-mana. Harapan besar juga ditumpahkan kepada Paus baru ini. Semua orang senang dengan “angin segar” dan “angin perubahan” yang ditiupkan oleh Paus Fransiskus.
Beberapa waktu yang lalu, dalam persiapan reuni SMA kami, saya ketemu sahabat saya Trias Kuncahyono, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas.
Trias bilang, Bergoglio ini kayak Gus Dur! Tidak suka protokoler tapi visioner. Saya sependapat. Saya lalu nyeletuk : “Kalau di tingkat dunia, kita punya Jesuit hebat yang bisa menjadi Paus, di Indonesia kira-kira kita punya Jesuit yang juga hebat nggak ?”
Trias cuma nyengir tidak menjawab celetukan saya itu. Padahal saya mengharapkan, setidaknya dia menyebut nama Kardinal Darmaatmadja – satu-satunya Kardinal Jesuit Indonesia, atau Sandyawan. Seperti teman saya itu, hampir pasti akan banyak yang cuma nyengir kalau ada pertanyaan nakal: “Pastur siapa sih di Indonesia ini yang paling ngetop sekarang ini ?
Sebutkan nama pastur di Indonesia yang sekarang ini bisa Anda idolakan atau Anda jadikan panutan?”
Saya sih kalau ditanya begitu akan langsung menyebut nama Mgr.Leo Soekoto SJ atau Romo Mangun. Sayang keduanya sudah almarhum. Singkatnya, dengan terpilihnya seorang Jesuit menjadi Paus, dalam hati kecil kita sebenarnya berharap: ada impian yang semoga kini nyata bisa diwujudkan. Jesuit dari Argentina yang menjadi Paus kali ini, tiba-tiba saja menjadi “idola baru” kita, ketika di negeri ini kita kehilangan tokoh-tokoh iman dan imam idola yang kini lenyap entah di mana. Dalam bahasa bisnis, dengan dipimpin seorang Paus Jesuit yang fenomenal ini, untuk gereja mestinya : “this will not be business as usual” ! (Bersambung)