BENAR-benar kreatif. Ini gagasan Walkot Surakarta Gibran yang merilis kegiatan berlabel “Pusaka Rasa Nusantara”. Artinya, warisan citarasa aneka makanan khas Nusantara alias Indonesia.
Kali ini, Solo mengangkat pamor enaknya jenang atau dodol. Dengan digebyarkannya menu jenang di kegiatan festival jenang ini, maka sudah pasti aneka menu makanan lokal khas Indonesia (baca: Jateng) akan segera terkerek pamornya.
Kegembiraan masyarakat tampak saat memadati Kawasan Ngarsopura Solo Jumat, 17 Februari 2023 sekitar pukul 09.00. Di acara Festival Jenang dalam rangka HUT ke-278 Kota Solo.
Berbagai unsur kemasyarakatan dan dinas kota Surakarta, instansi, sekolah, lembaga pariwisata serta perwakilan dari kota lain ikut menyemarakkan acara Festival Jenang ini.
Ada berbagai macam jenang disiapkan untuk dibagikan kepada masyarakat sebagai bentuk ungkapan syukur dan kegembiraan merayakan HUT Kota Surakarta. Sekitar 15.000 jenang yang ditempatkan di takir daun pisang dan cup dibagikan gratis kepada masyarakat.
Festival Jenang berlabel “Pusaka Rasa Nusantara“
Festival Jenang Solo tahun ini bertema “Pusaka rasa Nusantara”.
Berbagai macam jenang seperti jenang grendul, jenang sungsum, jenang mutiara, bubur kacang hijau, jenang abang putih, jenang warni empat, jenang procotan, jenang lemu, jenang pati serta masih ada macam jenang yang disajikan di Festival Jenang HUT ke-278 Kota Solo.
Mengutip dari Agenda Kota Solo on Instagram disebutkan jenang telah tercatat dalam kitab kuno Serat Tatacara tulisan Ki Padmasusastra tahun 1893. Sebagai simbol kehidupan, jenang disajikan disertai doa dan harapan untuk keselamatan.
Rasa gurih dan manis sebagai perlambang hidup
Rasa gurih dan manis saat dicecap dari santan, tepung ketan, gula yang diuleni menyatu, tak jarang dirindu mereka yang pergi merantau.
Jenang sumsum, jenang ireng atau jenang grendul adalah sebagian kecil saja dari ragam wilayah nusantara. Warna-warninya pun bagai kehidupan.
Jika dihidangkan di saat khusus, makanan tradisional ini menjadi pengingat daur hidup manusia yang sarat nilai-nilai religiusitas, tuntunan hidup bagi masyarakatnya.
Melestarikan budaya jenang
Seorang siswa pengunjung Festival Jenang dari SMP Pangudi Lubur Bintang Laut, ketika ditanya tentang Festival Jenang ini mengatakan, jenang merupakan makanan tradisional. Dengan adanya festival ini, kata dia, kita semua bisa melestarikan budaya makan jenang.
Sementara, Suster Heribertha OSF -pendamping SMK Marsudirini- ikut menyemarakkan festival ini dengan sukarela membagikan bubur kacang hijau dan jenang mutiara kepada masyarakat luas. Ia sangat mengapresiasi perhatian masyarakat terhadap festival jenang yang diselenggarakan oleh Pemkot Surakarta.
Ia merasa bangga, karena jenang sebagai makanan tempo dulu kini kembali bisa dikenalkan pada generasi muda sebagai makanan yang sehat dan lezat.
Jenang sungsung mengembalikan tenaga menjadi sehat
Pengunjung lain -seorang ibu- datang membawa jenang procot, jenang sungsum dan jenang Manado.Ia mengungkapkan kegembiraannya bisa hadir di festival jenang tahun ini.
Ketika Sesawi.Net bertanya tentang jenang apa yang berkesan, ibu ini mengungkapkan senang dengan jenang sungsum. Karena, kata dia, setelah mengikuti rangkaian kegiatan peringatan HUT ke-278 Kota Solo, dengan makan jenang sungsum ia merasa semula badan letih lalu bisa menjadi segar kembali.
Sarana pendidikan kontekstual
Sisi lain dari diselenggarakannya festival jenang menjadi sarana pendidikan kontekstual bagi para siswa. Para siswa punya kesempatan melakukan wawancara proses pembuatan jenang.
Hal ini dilakukan oleh para siswa SMK Kanisius Surakarta untuk mengerjakan tugas kewirausaan dengan melakukan wawancara proses pembuatan jenang.
Langkah macam ini sungguh perlu dilakukan oleh siapa saja. Terutama para pemangku wilayah yang berpikiran visioner ke depan. Agar, kata seorang suster biarawati yang diwawancari penulis, generasi sekarang dan mendatang jangan sampai lupa pada akar “budaya bangsanya” sendiri.
Termasuk tentu saja menyukai menu makanan olahan khas tradisional yang merupakan warisan pusaka rasa Nusantara.
Ini baru soal jenang alias dodol.
Padahal di Jateng ada makanan khas lokal seperti tiwul, gathot, selain tentu saja bubur sumsum, bubur mutiara, trasikan, jenang ayu, rengginang, karak, krupuk sermiyer, dan masih banyak lagi. Seperti misalnya aneka jajanan pasar yang saat ini semakin meng-Indonesia.