Terombang-ambing oleh Joni: Merawat Jiwa Manusia (3)

0
1,465 views

HARUS kuakui sejak Joni dan ibunya datang, akulah orang yang sebetulnya sangat tersentuh melihat drama kehidupan yang sedang dilakoni kerabatku ini. Dalam kondisi seperti ini, kerabatku masih punya kasih untuk Joni, takut Joni kenapa-napa, kuatir Joni tidak makan, dan pikiran-pikiran negatif lain yang menghantui.

Dia sudah tidak pedulikan lagi kelelahan fisiknya setelah sepuluh jam berkendara dan sekarang mau menempuh jarak ratusan kilometer lagi ke kampung hanya untuk Joni.  Aku melihat, besarnya cinta sejati seorang ibu kepada anaknya dalam diri kerabatku. Beliau berjuang entah bagaimana caranya supaya Joni bisa bersamanya, perjuangan seorang ibu yang tak kenal lelah dan tak meminta balas. Seandainya aku berada di posisi kerabatku, pastilah aku sebagai seorang ibu akan berbuat yang sama untuk anak-anak kandungku.

Keluarga menolak

Salah seorang anggota keluarganya mengkritik sikap kerabatku itu dengan teramat pedas, ”Biarkan saja anakmu itu biar tahu rasa… Jangan manjakan dia,” begitu komentarnya.

Sementara yang lainnya secara sinis menanggapi masalah ini.  ”Buat apa si Joni di jemput lagi? Dia bisa kok keluyuran sampai pantai, mosok hanya pergi ke kota ini dia tidak berani? Itu mah jago kandang namanya,” kata yang lain lagi.

Kenapa semua orang menghakimi Joni? Mungkin dia salah. Tapi menurutku,  ada cara lebih bijak untuk mengajaknya sadar tentang perbuatannya. Kita tidak tahu kelak apa yang terjadi apabila kita tidak menjemputnya… Mungkin dia bisa frustasi lalu terkapar menjerumuskan dirinya. Lebih menyesallah kita.

Tetapi juga sebaliknya, mungkin kelak dia akan menyadari momen ini sehingga menjadi titik balik Joni seumur hidup. Mungkin Joni akan sangat berterimakasih karena ia diberi kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki hidupnya. Nuraniku menguatkan aku…

Merawat jiwa

Diam-diam kuberi ongkos kepada kerabatku ”…Uti…(sebutan akrabku kepada kerabatku) … Ini uang terimalah.. Pergilah jemput Joni. Hati-hati di jalan”.

Kerabatku terharu memelukku. Mungkin beliau merasa ternyata ia tidak sendirian…. Malam itu juga berangkatlah kerabatku  ke kampung menjemput Joni.

Huuft..!

Aku masih di gereja. Kotbah Romo sudah selesai. Sudah benarlah apa yang kulakukan terhadap keluarga kerabatku. Dalam keluarga ini, kami semua adalah Gereja… Maka harus saling mengingatkan, saling mengampuni, saling memberi kesempatan untuk bertobat dan terus ikut berjuang melakukan penyelamatan meski dalam konteks kecil dan sederhana seperti yang kualami saat ini. Tentu bukan hal yang gampang dilalui, sebab membutuhkan kesabaran dan kebesaran hati untuk menerima Joni apa adanya. Tetapi aku yakin apabila segala sesuatu dilandasi dengan cintakasih maka semuanya akan berbuah manis  pada akhirnya.

Kubuka buku Puji Syukurku. Kuangkat hatiku memuji Dia  Yang Maha Sabar, Maha Lembut, Maha Penyayang dan Maha Tahu. Betapa seribu dosa pun tidak akan mampu memisahkan jiwa manusia dari PenciptaNya.

Joni…Joni…we welcome you….. for a thousand times you need. (Selesai)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here