Tokoh Hindu di Sinode Keuskupan Tanjungkarang: Gunakan Pendekatan Kultural kepada Umat Katolik

0
198 views
Tokoh Hindu di Lampung Ida Bagus Putu Mambal menjadi narasumber pleno sinode Keuskupan Tanjungkarang. (Sr. Fransiska Agustine FSGM)

Pengantar redaksi

Ini syering Pemangku, Rohaniwan Hindu: Ida Bagus Putu Mambal. Ia bertugas di Pura Kahyangan Jagat Kerti Bhuana, Panjang, Bandar Lampung.

Paparan ini disampaikan di acara Pleno Sinode Keuskupan Tanjungkarang, di Rumah Retret La Verna, Padangbulan, Jumat, 3 Juni 2022.

Hadir 118 orang. Mereka adalah Uskup Keuskupan Agung Palembang sekaligus Administrator Apostolik Keuskupan Sufragan Tanjungkarang Mgr. Yohanes Harun Yuwono, para imam, suster, frater. Selain itu juga hadir para wakil dari bidang-bidang kategorial: Yayasan Pendidikan Katolik, Yayasan Pengembang Sosial Ekonomi, Legio Mariae, WKRI, PDKI.

Tak ada masalah

Ida Bagus Putu Mambal (41) terlahir dari buah cinta Ida Bagus Made Suta dan Jero Sutri di Ruguk, Lampung Selatan, 17 April 1981. 

Bersama sang isteri, Sutanti Asih, dua sejoli ini telah membangun cinta selama 19 tahun. Oleh Tuhan, mereka telah dikarunia tiga orang anak. Sebelum menikah, Susanti Asih beragama Kristen.

Keluarga Susanti Asih berasal dari Sribawono, Lampung Timur. Mereka adalah umat GKSBS, Gereja Kesatuan Sumatera Bagian Selatan. Semenjak menikah dengan Bagus, Susanti menjadi Hindu. Ia mengikuti jejak sang suami agar bahtera keluarganya tidak gonjang-ganjing di tengah laut.

Bagus mengaku, meski latar belakang keluarga Susanti beragama Kristen Protestan, tetapi tidak pernah ada masalah. Bahkan, setiap pulang ke orangtua Susanti Asih di Sribawono, ia sering diajak diskusi oleh mertuanya.

Tak jarang, Bagus juga diminta untuk membawa buku-buku bacaan agama Hindu. Pernah orangtua Susanti bertanya tentang Dewi Durga.

“Dewi Durga itu kok serem ya. Kaki yang satu menginjak tanah. Kaki satunya ‘ningkring’ di dekat lutut kaki yang menginjak tanah itu,” ungkap Bagus menirukan kata-kata mertuanya itu.

Begitulah suasana keluarga Bagus. Mereka saling menghormati dan ingin memperkaya pengetahuan tentang agama lain.   

Tokoh Hindu di Lampung Ida Bagus Putu Mambal. (Sr. Fransiska Agustine FSGM)

Solidaritas

Sebagai Pemangku, Bagus bersyukur akan kehidupan antar umat beragama di Lampung. Saling memberi. Solidaritas. Menciptakan suasana rukun dan damai. Ia menyebutnya dalam beberapa momen. 

Tanggal 18 Juni adalah hari ulang tahun pura yang terletak di atas bukit Panjang, Bandar Lampung. Pada hari itu, Umat Hinhu merayakan upacara keagamaan. Hari itu juga jalur lalu lintas macet.

Nah, seperti biasanya, orang-orang muda umat Muslim berperan menjaga keamanan sekitar dan pengaturan tempat parkir agar mengurangi kemacetan lalu lintas.      

Sebaliknya, pada Hari Raya Idul Fitri. “Di tempat tinggal Bagus, di Labuhan Dalam, Bandar Lampung, kami yang beragama Hindu ‘menjaga masjid.’ Mengamankan motor dan sandal,” ungkapnya.

Lain pula yang terjadi di Sribawono. Setiap Natal, keluarga Bagus berkunjung ke orangtua Asih di Sribawono.

Salah satu anaknya Bagus yang bungsu (5), minta izin untuk pergi ke gereja saat Misa Natal. Pulang dari gereja, anaknya membawa beberapa kue. “Pak, di gereja kuenya banyak. Ini saya dikasih,” kata Bagus meniru kata-kata anak bungsunya yang masih kecil itu.

Tak ada perboden 

Bagus menjalin relasi baik dengan penganut agama lain. Tak pernah ada masalah. Kepada umatnya, ia sering menekankan untuk saling asah, saling asih dan saling asuh.

Ini yang dinamakan Tri Hita Karana dalam ajaran Hindu.

Ada tiga penyebab kerukunan:

  • Kepada Tuhan
  • Kepada manusia
  • Kepada alam semesta.    

Burung gereja dan burung kaji sering berada di pura. Sebagai Pemangku, Bagus memberi kebebasan kepada burung-burung itu.

Ia tak pernah berniat untuk memasang spanduk besar di puranya, bertuliskan, “Burung gereja dilarang masuk ke pura.” Atau, “Burung kaji dilarang masuk ke pura.”

“Kalau hewan saja bisa rukun dan bersatu, mengapa manusia tidak bisa,” tegasnya.

Belum tertib

Di agama Katolik, ada beberapa hal yang membuat Bagus salut dan ingin menirunya. Yakni:

Tertib administrasi

Di mana pun ada gereja, pasti ada identitasnya. Ada plang gereja. Tertulis nama paroki dan alamat. Data umat dan Kartu Keluarga Umat pasti tertata rapi.

“Sedangkan kami masih tertatih-tatih. Ini menjadi kerinduan kami untuk mewujudkan tertib administrasi. Di tempat kami ada 15 PHDI (Parisada Hindhu Dharma Indonesia) Provinsi Lampung, tetapi belum memiliki struktur dan data yang baik,” ungkapnya.

Yayasan Pendidikan Katolik

Selalu terbuka memberikan fasilitas terhadap agama lain. “Saya adalah salah satu guru pembimbing agama Hindu di SMA Xaverius Pahoman,” akunya.

Bidang sosial

Setiap ada bencana alam, umat Katolik terkoordinasi untuk memberikan sumbangan berupa dana, makanan, pakaian layak pakai, susu, alat-alat sekolah, dll. “Ini saya saksikan sendiri waktu tsunami di Kalianda, Lampung Selatan,” jelasnya.

“Hal-hal baik yang dimiliki umat Katolik ini akan saya tularkan kepada umat saya yang ada di kota Bandarlampung ini,” ujar Bagus.

Tokoh Hindu di Lampung Ida Bagus Putu Mambal bersama sejumlah peserta sinode pleno Keuskupan Tanjungkarang. (Ist)

Pendekatan kultural

NKRI memiliki banyak suku dan bangsa. Ada enam agama yang diakui oleh negara.

Yang bisa dilakukan untuk melakukan pendekatan dengan umat Katolik, dengan menggunakan pendekatan kultural: ‘Di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung‘.

Ini disebabkan karena sebagai orang Bali ia tidak pernah mau meninggalkan ke-Bali-an atau adat-istiadat kami, karena takut dengan ajaran leluhur.

“Orang Bali itu ilmunya adalah ilmu leluhur. Kalau sesuatu hal merupakan warisan leluhur, kami tidak akan pernah berani untuk melangkahi atau melanggarnya,” demikian syeringnya.  

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here