Artikel Kesehatan: Kepemimpinan Sehat oleh Perempuan

0
187 views
Ilustrasi para dokter sedang mendata kesehatan pasien dalam sebuah misi bakti sosial di Teluk Naga Paroki St. Maria Tangerang. (Mathias Hariyadi)

PADA Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day) Jumat lalu, 8 Maret 2019 terungkap banyaknya perempuan yang telah memiliki peran dalam memajukan layanan kesehatan.

Apa yang membanggakan?

  • Salah satu perempuan yang paling terkenal adalah Florence Nightingale (1820-1910), ahli statistik abad ke-19 dan pelopor keperawatan modern, yang memahami manfaat kebersihan dan sanitasi dalam mencegah penyakit.
  • Fedel Mundo (1911–2011), seorang dokter anak dari Filipina, adalah dokter perempuan pertama di Harvard Medical School, USA.
  • Anandi Gopal Joshi (1865-1887) adalah salah satu dokter perempuan India pertama, yang ditunjuk sebagai dokter yang bertugas di sebuah rumah sakit di India tengah, sebelum dia meninggal karena tuberkulosis pada usia 22 tahun.
  • Elizabeth Garrett Anderson (1836-1917), lahir tak lama setelah Florence Nightingale, belajar sendiri bahasa Perancis sehingga ia bisa memperoleh gelar medis di Universitas Sorbonne di Paris. Dia menjadi dokter wanita pertama di Inggris.
  • Pada abad ke-20, Anne Szarewski (1959-2013), dokter perempuan yang menemukan penyebab kanker leher rahim/
  • Françoise Barré-Sinoussi yang lahir 1947, menemukan HIV sebagai penyebab AIDS.
  • Selain itu, Marie Thomas (1896-1966) adalah dokter perempuan pertama yang pada tahun 1922 lulus dari Studiefonds voor Opleiding van Vrouwelijke Inlandsche Artsen (SOVIA) di Batavia.
  • Sedangkan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, SpJP(K) adalah Menteri Kesehatan perempuan pertama di Indonesia pada periode 2004-2009, yang merupakan menteri kesehatan ke 17 sejak Indonesia merdeka.

Namun demikian, pada tahun 2019 ini jumlah perempuan masih hanya sepertiga dari peneliti bidang kesehatan di seluruh dunia.

Beberapa daerah seperti Asia Tengah serta Amerika Latin dan Karibia memiliki keseimbangan gender yang hampir sama, tetapi di Eropa dan Amerika Utara, proporsi perempuan tetap sekitar 30-35%.

Perempuan juga memiliki kendala dalam berjuang untuk naik pangkat di bidang layanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. Anggota perempuan hanya 12% dari total anggota akademi sains nasional di seluruh dunia.

Tenaga kesehatan perempuan memang mencapai 70% dari total tenaga kesehatan di seluruh dunia, namun perempuan hanya menempati 25% posisi kepemimpinan dalam bidang layanan kesehatan.

Diskriminasi jender, bias, pelecehan seksual, dan ketidakadilan telah dipastikan sebagai hambatan sistemik bagi kemajuan perempuan, dalam karirnya pada bidang layanan kesehatan global.

Namun demikian, sudah banyak tanda positif bahwa perubahan untuk perempuan telah terjadi. Di WHO misalnya, perempuan memegang 60% posisi kepemimpinan senior.

WHO juga memiliki pusat kesetaraan gender aktif untuk memastikan bahwa pertimbangan gender diterapkan pada kebijakan untuk tenaga kesehatan di seluruh dunia. Selain itu, segalanya juga berubah di dunia akademis, dimana tahun 2018 lalu, hampir 40% anggota baru di ‘National Academy of Medicine’ adalah perempuan.

Tantangan bagi sesama perempuan masih tetap nyata, yaitu sekitar 303.000 perempuan meninggal karena sebab yang dapat dicegah, terkait dengan kehamilan dan persalinan, pada tahun 2015.

Di seluruh dunia, satu dari lima perempuan masih tidak memiliki akses selama persalinan ke tenaga kesehatan yang terampil, yang dapat mencegah atau menangani sebagian besar komplikasi kehamilan. Lebih dari 10% perempuan di dunia, dan sekitar 20% perempuan di negara berkembang, mengalami depresi sekitar persalinan.

Hal ini sangat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan perempuan dan perkembangan awal anak-anak mereka. Diperkirakan 2,6 juta kematian bayi terjadi secara global pada tahun 2015, 98% dari kematian tersebut terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Prematuritas, komplikasi selama persalinan dan kelahiran, dan infeksi seperti sepsis, pneumonia, tetanus, dan diare adalah penyebab utama kematian bayi, yang semuanya sebenarnya dapat dicegah.

Sekitar 5,4 juta anak balita global meninggal pada 2017. Anak balita di Afrika sub-Sahara 14 kali lebih mungkin meninggal daripada anak di negara berpenghasilan tinggi.

Penyebab utama kematian anak perempuan dan laki-laki termasuk komplikasi kelahiran prematur, radang paru-paru, asfiksia saat lahir, kelainan bawaan, diare dan malaria, dengan tingkat kematian sama pada anak perempuan dan laki-laki. Pada hal sebagian besar kondisi ini dapat dicegah atau diobati dengan intervensi sederhana dan terjangkau.

Diskriminasi gender juga terjadi pada anak perempuan, karena lebih kecil kemungkinannya untuk mendapatkan vaksinasi, layanan kesehatan, dan nutrisi yang baik daripada anak laki-laki sebayanya.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan pendidikan khusus untuk anak perempuan dan perempuan dewasa, guna meningkatkan derajad kesehatan. Meskipun ada kemajuan yang dicapai selama 20 tahun terakhir, anak perempuan masih lebih kecil kemungkinannya untuk bersekolah daripada anak laki-laki.

Anak perempuan berusia 5-9 memiliki risiko kematian yang relatif lebih tinggi karena adanya penyakit menular yang dapat dicegah, misalnya infeksi saluran pernapasan bawah, penyakit diare, atau malaria. Infeksi saluran pernafasan yang lebih rendah juga merupakan penyebab utama kematian pada remaja perempuan berusia 10-14 tahun.

Selama masa pubertas, secara global sekitar 18% anak perempuan, dibandingkan dengan 8% anak laki-laki, mengalami pelecehan seksual. Diperkirakan 120 juta gadis remaja telah mengalami hubungan seksual paksa atau tindakan seksual paksa lainnya.

Masalah gizi adalah masalah utama, dengan kegemukan dan obesitas dapat menyebabkan kematian dini dan kecacatan di kemudian hari pada anak laki-laki, sementara anak perempuan justru mengalami anoreksia nervosa dan gangguan makan lainnya. Selain itu, anemia defisiensi besi mempengaruhi sejumlah besar gadis remaja.

Artikel Kesehatan: Hari TB 2019

Penyebab utama kematian wanita berusia 15-24 tahun adalah bunuh diri, kecelakaan lalu lintas di jalan, HIV / AIDS, diare dan TBC. Gangguan depresi, terkait dengan melukai diri sendiri dan bunuh diri, adalah penyebab utama kesehatan yang buruk.

Afrika Sub-Sahara adalah wilayah yang memiliki beban HIV tertinggi di antara remaja perempuan dan perempuan muda. Perempuan muda dan anak perempuan tunduk pada serangkaian praktik berbahaya dan kekerasan, termasuk pernikahan dini.

Setiap tahun, 12 juta anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun. Selain itu, sekitar 12,8 juta kelahiran terjadi di antara remaja perempuan berusia 15-19 tahun, dan 3,9 juta aborsi tidak aman terjadi di kalangan perempuan berusia 15-19 tahun setiap tahun, berkontribusi pada kematian ibu dan masalah kesehatan yang berkelanjutan.

HIV / AIDS tetap menjadi penyebab utama kematian di kalangan perempuan dalam kelompok usia dewasa awal (25–49 tahun) secara global. Penyakit tidak menular, khususnya penyakit jantung adalah penyebab utama kedua. TBC adalah ancaman besar lainnya.

Sekitar 214 juta wanita usia reproduksi di negara berkembang yang ingin menghindari kehamilan, tidak menggunakan metode kontrasepsi modern, sehingga terjadi 44% kehamilan yang tidak dikehendaki dan sekitar 56 juta aborsi setiap tahun, setengahnya tidak aman.

Momentum Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day) Jumat lalu, 8 Maret 2019, adalah saat untuk mengingat kembali bahwa perempuan memainkan peran kepemimpinan yang sama pentingnya dalam layanan kesehatan, seperti halnya laki-laki, terutama untuk sesama perempuan.

Sudahkah itu terjadi di sini?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here