“Duc in Altum”: Pertemuan Sinergi Lembaga Katolik

0
616 views
Pertemuan antar lembaga katolik guna membangun sinergi. (Royani Lim)

KEMBALI belasan pemerhati dan penggiat solusi masalah kemasyarakatan yang mewakili berbagai lembaga Katolik maupun diri sendiri berkumpul di Gedung KWI Jl Cikini 2, Menteng, Jakarta, Sabtu pekan lalu (21/10). Ini merupakan pertemuan ketiga setelah penggalangan gagasan pada pertemuan pertama (18/4) di Kampus Unika Atma Jaya dan rembug kedua (10/6) juga di Gedung KWI.

Bambang Ismawan yang memimpin jalannya pertemuan didampingi Eko Apriantono dari Bina Swadaya mengemukakan kembali latar belakang dan proses awal sampai sekarang.

Ada tiga tema yang melandasi upaya sinergi ini, yaitu:

  1. Berpartipasi membangun pedesaan yang dianalogikan sebagai akar-akar dari suatu pohon besar (baca: Republik Indonesia). Pohon sebesar apa pun akan tumbang, kalau akar-akarnya membusuk. Maka digulirkan Program Restorasi Desa.
  2. Berangkat dari keprihatinan isu perlunya menjaga semangat pluralisme di Indonesia seperti sekarang ini.
  3. Indonesia punya banyak potensi dan ekosistem yang belum dikelola dengan baik. Kurangnya sinergitas antar kelompok pemberdayaan dan pelayanan kemasyarakatan membuat diperlukan suatu integrator sosial.

Potensi lembaga pendidikan tinggi

Bambang Ismawan menggagas pemikiran bahwa lembaga pendidikan tinggi (universitas) seharusnya memegang peranan utama sebagai integrator sosial.

“Jikalau 10% saja dari 4.000 jumlah perguruan tinggi di Indonesia benar-benar menjalankan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi, kita sudah menyelesaikan sebagian besar masalah sosial sekarang ini,” cetus salah satu pencetus berdirinya Bina Swadaya ini.

Tujuan sinergi antar lembaga Katolik termasuk juga individu-individu yang peduli adalah membangun platform bersama untuk menggarap tiga tema tersebut. “Ini perwujudan tugas menggarami dan menyumbangkan talenta kita masing-masing,” ujar Bambang Ismawan.

Perlunya merintis sinergi di antara lembaga-lembaga katolik untuk membangun kekuatan bersama membangun masyarakat. (Royani Lim)

Enam ekosistem sinergi

Terdapat enam ekosistem Katolik yang bisa menjadi mesin penggerak sinergi:

  1. Hirarki Gereja.
  2. Kongregasi/ordo/tarekat, termasuk KOPTARI dan semua lembaga di bawahnya.
  3. 19 perguruan tinggi katolik yang tergabung dalam APTIK.
  4. Organisasi-organisasi katolik yang berbasis keanggotaan .
  5. Lembaga katolik yang tidak berbasis keanggotaan .
  6. Pribadi-pribadi (awam) yang berkarya di segala aspek kehidupan

Lima bidang fokus perhatian

Sesi berikut pertemuan adalah mendengarkan laporan perkembangan tiap kelompok. Sesuai hasil pertemuan pertama dan kedua, ada lima bidang fokus dimana para lembaga atau individu memilih sesuai dengan minat dan pengalaman masing-masing.

Kelima bidang tersebut adalah:

  1. Membangun dari pinggiran melalui pengembangan desa, koperasi dan ekonomi di wilayah bencana.
  2. Pengembangan pluralitas dan kebhinnekaan.
  3. Pengembangan gerakan keberdayaan berkelanjutan berporoskan Perguruan Tinggi.

Sementara, dua bidang pendukung yaitu:

  1. “Pemurnian” dan pengembangan sumber daya manusia.
  2. Pengembangan strategi: studi dan komunikasi.
Berangkat dari keprihatinan dan keinginan bersama untuk membangun masyarakat. (Royani Lim)

Dalam perbincangan tampak sinergi-sinergi konkrit yang bisa segera diwujudkan. Seperti salah satu kegiatan yang berhasil digagas oleh PUKAT KAJ yakni berhasil mengembangkan program penanaman singkong di lahan kebun di Malananusa, Mataloko, Flores, NTT. Kegiatan ini sangat baik kalau misalnya bisa disinergukan  dengan KOPASSINDO yang baru dibentuk Paul Soetopo. Para petani yang dulunya berbondong-bondong hanya menanam singkong, kini mereka juga berinovasi menjual kripik singkong.

KOPASSINDO merupakan jaringan koperasi pedagang yang melayani para pedagang dengan pendekatan rantai suplai, bisa memasarkan hasil tersebut ke 100 kota yang akan masuk jangkauannya.

Program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan hendaknya bertitik dari kondisi riil masyarakat setempat, demikian disepakati para peserta yang hadir.

“Akhirnya kami menemukan strategi yang sesuai adalah menggali potensi lokal dengan memperlihatkan kekayaan yang tidak disadari oleh masyarakatnya sendiri. Kemudian kami membantu membranding produk serta meluaskan jaringan pemasaran,” cerita Marcus Linggo dari PUKAT KAJ  tentang program-program pemberdayaan di daerah khususnya kawasan Indonesia timur.

Pentingnya publikasi karya nyata

Publikasi peran nyata dari lembaga-lembaga Katolik perlu dilakukan. Selain untuk menganimasi gerakan lain juga untuk menangkal upaya mengeliminasi kontribusi pihak-pihak yang dianggap tidak layak berada dalam negara ini.

Gagasan-gagasan yang terlontar dalam laporan lima bidang fokus diharapkan bisa dilaksanakan segera, terutama program restorasi desa dan pengembangan sumber daya manusia. Pembahasan lebih lanjut program detilnya akan dilakukan dengan tim koordinasi.

Sedangkan untuk tema pluralisme, Institut Komunitas Universal yang dipimpin oleh Alex Wijoyo bersedia menjadi tuan rumah pertemuan berikutnya.

Di akhir acara, forum menyepakati akan diadakan pertemuan berkala setiap dua bulan sekali untuk membahas hasil kemajuan fokus kelima bidang yang sudah disepakati tersebut.

Dengan demikian, gagasan menjadikan sinergi antar lembaga-lembaga katolik itu agar semakin membumi ini ibarat jiwa dan semangat sesanti yang dulu selalu dipakai oleh almarhum Mgr. Johannes Pujasumarta — Uskup Agung Keuskupan Semarang: Duc in Altum. Artinya, bertolaklah ke tempat yang dalam.

Sharing dan berbagi ide untuk meningkat sinergitas antar lembaga katolik. (Royani Lim)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here