Puncta 17.03.23
Jumat Prapaskah III
Markus 12:28a-34
SEORANG pejuang anti kekerasan di Amerika, Martin Luther King Jr, meniru apa yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi dari India.
Gandhi mendapatkan inspirasi perjuangannya berdasarkan pesan-pesan dari Khotbah di Bukit. Cintakasih kepada Tuhan diwujudkan dalam cintanya pada kemanusiaan.
Martin Luther King Jr berjuang demi persamaan hak antara kulit hitam dan kulit putih. Ia menemukan inspirasi melalui gerakan Satyagraha dari Gandhi.
Martin menulis:
“Saat saya memperlajari filosofi Gandhi, keraguan akan kekuatan cinta-kasih lambat laun berkurang dan saya mulai dapat melihat bahwa doktrin tentang cinta kasih yang diterapkan melalui gerakan anti-kekerasan metode Gandhi merupakan senjata yang paling potensial bagi rakyat tertindas dalam memperjuangkan kemerdekaannya.
Prinsip ini menjadi cahaya penerang bagi gerakan kami. Kristus memberi semangat dan motivasi sementara Gandhi memberi metode”.
Dua pribadi ini sama-sama menggunakan metode perjuangan tanpa kekerasan sebagaimana yang diajarkan Kristus yakni mengasihi Allah dinyatakan dalam mengasihi pada sesama. Inti dari semua hukum adalah kasih kepada Tuhan dan sesama manusia.
Ketika ada seorang ahli Taurat bertanya kepada Yesus tentang perintah yang paling utama, Yesus menjelaskan:
“Perintah yang paling utama ialah: Dengarlah, hai orang Israel Tuhan Allah kita itu Tuhan yang Esa. Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap akal budi, dan dengan segenap kekuatanmu.”
Lalu Ia menambahkan:
“Dan perintah yang kedua ialah kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada perintah lain yang lebih utama daripada kedua perintah ini.”
Gandhi mewujudkan kasih Tuhan dengan mengasihi orang-orang yang tertindas dan memperjuangkan nasib bangsanya dengan metode satyagraha dan ahimsa.
Metode ini kemudian menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk menghapus penindasan, penjajahan, ketidakadilan sosial, penghapusan ras dan pembedaan warna kulit.
Kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama manusia itu seperti dua sisi dalam sekeping mata uang. Keduanya tak bisa dipisahkan.
Jika kita mengaku mengasihi Tuhan tetapi kita menindas sesama itu berarti mengkhianati esensi kasih yang sebenarnya.
Begitu pula sebaliknya, kita bisa berjuang demi kemanusiaan tidak bisa lepas dari ketakwaan kepada Tuhan.
Santa Teresa dari Kalkuta menegaskan akan hal ini.
Dia berkata, “Bagaimana kita bisa mengasihi Tuhan yang tidak kelihatan kalau kita tidak bisa mengasihi manusia yang kelihatan di sekitar kita?”
Bagaimana anda mengaku beriman kepada Tuhan yang Mahabesar tetapi sekaligus bisa membenci, menindas, menghina, bahkan membunuh sesama manusia?
Dengan begitu kita bisa bertanya diri; Tuhan macam apa yang menyuruh manusia membunuh sesamanya?
Hanya Tuhan maha pengasih dan penyayang yang memerintahkan kita untuk saling mengasihi satu sama lain tanpa membeda-bedakan apa suku, agama, ras dan adat istiadatnya.
Itulah Tuhan semua umat manusia di dunia.
Pagi-pagi sudah tersedia sarapan,
Dihidangkan dengan penuh cinta.
Jika kita mengaku mengasihi Tuhan,
Tak mungkin kita benci pada sesama.
Cawas, hukum utama adalah kasih…