Biarkan Kebaikan Itu Menyebar

0
306 views
Ilustrasi: Hidup hanya sekali, gunakan waktumu untuk menabur kebaikan (Sr Ludovika OSA)

UNTUK apa aku hidup? Bahagia. Betul.

Kebahagian apa yang diinginkan? Apa kriterianya?

Ada begitu banyak pemahaman. Dan orang berusaha semaksimal mungkin. Pada titik pencarian inilah kristianitas mempunyai ciri khas; bahkan kualitas “bahagia”.

Tentu terkait dan tak dapat lepas dari iman kita.

Tuhan memanggil kita untuk hidup seturut kehendak-Nya. “Hendaklah kamu kudus, sebab Aku ini Kudus.”, Im 11:44, 1 Ptr 1: 16.

Tentu, karena kita diciptakan secara unik dan personal, maka cara dan ungkapan bahagia setiap pribadi berbeda satu sama lain. Masing-masing mempunyai jalannya sendiri.

Masing-masing dari kita menegaskan jalannya sendiri dan menghasilkan apa yang terbaik dari dirinya.

Bacaan diambil dari Kis 4: 32-37; Yoh. 3: 7-15.

Tergerak karena belas kasih

“Romo mohon doa, supaya kami dimampukan menjadi berkat bagi sesama.”

“Doa apa yang dibutuhkan, bro?”

“Ini Romo. Saya mendengar ada ibu muda yang  mengalami kesulitan. Dia melahirkan di luar pernikahan. Dia tidak sanggup menerima kenyataan ini. Tidak siap. Ia merelakan anaknya untuk diadopsi siapa pun. Ia tidak bisa menanggung aib.

Mendengar itu timbul dari hati saya belas kasih. Saya ingin merawat anak itu. Ibu itu menyetujui, dan disaksikan oleh pihak rumah sakit proses bsrjalan baik.

Kami ingin merawat anak ini dengan baik dengan kasih. Begitu Romo.”

Saya melihat betapa senang dan penuh harapan hatinya untuk boleh dipercaya menjadi berkat

“Kapan?”.

“Segera mungkin. Nanti kami bawa ke gereja Mohon doa dan berkatnya.”

Hari-hari berikut adalah hari-hari yang menggembirakan; hari-hari yang bahagia.

Pertolongan Tuhan nyata dalam kehidupan mereka. Perhatian, kasih, kegembiraan dicurahkan. Sangat baik dan mengagumkan.

Mereka sangat bersyukur. Tuhan sendiri menggerakkan hati mereka untuk jatuh hati pada benih kehidupan ini.

Tuhan sendiri membuka ruang dalam hati mereka dan menempatkan rahmat kasih ilahi untuk mengembangkan kehidupan si bayi dalam iman.

Mereka berbahagia.

Sebulan Kemudian saya melihat bapak adoptif sedih.

“Opo to mas? Anaknya sakit? Opo piye?”

“Anu Romo… dengan tertunduk dan sedih ia mencoba menyatakan: Anak saya romo, yang kemarin diminta kembali oleh kakek neneknya.”

“Mereka berkata, apa pun yang terjadi, anak harus diterima dan hidup dalam keluarga sendiri. Mereka minta maaf dan memintanya kembali. Sedih Romo, tapi kami tak dapat berbuat apa-apa apa selain menyerahkan dan berdoa.”

Saya dapat merasakan kepiluan mereka. Ketika kegembiraan tiba-tiba lenyap. Harapan tumbuh bersama dalam hidup, hilang.

“Bro, kita itu kadang-kadang hidup seperti jembatan. Hanya menanggung beban berat mereka yang melintasi. Sekedar perlintasan saja. Mereka mencapai tujuan mereka sementara kita ditinggal.Kudoakan tetap happy yo.”.

“Nggih Romo.”

Sesaat menjadi berkat bagi yang lain. Sejenak mengalami rahmat dari Allah sendiri.

Mampu belajar gembira melihat kebahagiaan orang lain sebagai orang lain, itu juga dapat menjadi jalan iman.

Satu hal yang pasti, bahwa kebaikan itu menyebar.

“Mungkin inilah kebenaran hidup. Menjadi berkat walau sesaat. Mengembalikan kesadaran dan kegembiraan kendati luka, bro,” kataku padanya.

Yesus berkata, “Kamu harus dilahirkan kembali… Kamu tidak percaya, waktu Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal duniawi, bagaimana kamu akan percaya, kalau Aku berkata-kata dengan kamu tentang hal-hal surgawi?… Setiap orang yang percaya kepada-Ku akan beroleh hidup yang kekal.”, ay 7, 12, 15.

Tuhan, biarlah kami belajar percaya, memandang dan bertindak dengan belas kasih itulah kegembiraan ilahi yang manusiawi. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here