Lectio Divina 05.12.2021 – Melihat Keselamatan dari Allah

0
380 views
Yohanes membaptis Yesus di Sungai Yordan, by Nicolas Poussin 1593/94 - 1665.

Minggu. Pekan Adven II (U)

  • Bar. 5:1-9
  • Mzm. 126:1-2ab.2cd-3.4-5.6
  • Flp. 1:4-6.8-11
  • Luk. 3:1-6

Lectio

1 Dalam tahun kelima belas dari pemerintahan Kaisar Tiberius, ketika Pontius Pilatus menjadi wali negeri Yudea, dan Herodes raja wilayah Galilea, Filipus, saudaranya, raja wilayah Iturea dan Trakhonitis, dan Lisanias raja wilayah Abilene, 2 pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi Imam Besar, datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia, di padang gurun.

3 Maka datanglah Yohanes ke seluruh daerah Yordan dan menyerukan: “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu, 4 seperti ada tertulis dalam kitab nubuat-nubuat Yesaya: Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.

5 Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan, 6 dan semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan.”

Meditatio-Exegese

Hendaklah, hai Yerusalem, mengenakan perhiasan kemuliaan Allah untuk selama-lamanya

Umat Allah harus bertobat dari pemberontakan melawan Allah. Pertobatan dilukiskan seperti mengenakan perhiasan. Yang dikenakan bukan pakaian atau perhiasan buatan manusia, tetapi kemuliaan Allah.

Saat umat bertanya apa makna pembuangan ke Babel, Nabi Barukh menjelaskan bahwa pembuangan merupakan penghukuman dari Allah agar mereka mampu memuji dan menghormati Hukum Allah, dan untuk menubuatkan pemulihan Yerusalem. Bagian akhir Kitab Nabi Barukh melukiskan harapan umat akan belas kasih dan keadilan yang dilimpahkan Allah.

Abad ke-5 sebelum Masehi, Yerusalem, seperti ibu yang bersedih hati, meratap dan menangis ketika anak-anaknya dibuang ke Babel. Yerusalem meratapi akibat yang mereka ciptakan sendiri, karena tidak setia pada Allah.

Inilah ratap tangisnya, ““Dengarlah, hai sekalian tetangga Sion! Allah telah mengirim kepadaku kesedihan besar.” Sebab anak-anakku yang laki-laki dan perempuan kulihat tertawan, sebagaimana yang telah dikirimkan Yang Kekal kepada mereka. Mereka telah kuasuh dengan sukacita, tetapi sekarang kulihat pergi dengan tangisan dan sedih hati” (Bar. 4:9-11).

Pada masa itu, orang biasa mengenakan kain sederhana sebagai tanda perkabungan dan ratapan (Yl. 1:13). Saat itu, Yerusalem berseru, “Pakaian kebahagiaan telah kutanggalkan dan karung permohonan kukenakan. Sepanjang umur hidupku hendak kujerit kepada Yang Kekal.” (Bar. 4:20).

Mengenakan pakaian, dalam tradisi Kitab Suci, bermakna perubahan status dan, sering, menjadi tanda berkat Allah. Status Yusuf, misalnya, erat kaitannya dengan jubah yang dikenakan padanya. Jubah yang dikenakannya menjadi lambang ia adalah anak kesayangan ayahnya, Yakub (Kej. 37:3-4).

Jubah indah yang dikenakan Yusuf dikoyak-koyak saudara-saudara tirinya yang iri hati saat ia menemui mereka di padang penggembalaan yang sunyi (Kej. 37:23). Kelak, Firaun menunjukkan rasa sukanya mengangkat Yusuf untuk mengelola persediaan pangan Mesir dengan cara mengenakan pakaian halus padanya (Kej. 41:39-42). Semua yang dialami Yusuf selalu terkait erat dengan rencana keselamatan Allah (Kej. 45:4-5).

Orang yang kerasukan setan  didapati telah berpakaian pantas setelah disembuhkan Yesus (Luk. 8:26-39, khususnya 8:35). Si anak bungsu yang lama meninggalkan rumah untuk berfoya-foya dipakaikan jubah yang indah oleh ayahnya saat didapati pulang ke rumah (Luk. 15:11-32, khususnya Luk. 15:22).

Penindasan dan pembuangan selalu bermakna jauh dari Allah dan penolakan atas penyertaan-Nya. Mereka mengalami kesengsaraan pada masa penindasan dan pembuangan di Babel.

Tetapi, saat pulang ke Yerusalem, Nabi Barukh memandang Allah memulihkan  martabat umat-Nya setara raja. Allah menebus seluruh umat. Kain kabung ditanggalkan  dan  perhiasan kemuliaan Allah dikenakan. Kemuliaan-Nya dipancarkan dan mengatasi segala bangsa.

Yerusalem menjadi kasayangan Allah bila ia setia pada nama YAHWE dan nama-Nya terpateri di hati dan jiwa (bdk. Bar. 5:4).

Pada gilirannya, Allah melimpahi dengan kasih setia dan memulihkan nama baik dan kemuliaan Yerusalem.

Yerusalem harus menjaga kesetiaannya pada Allah dengan cara melakukan kebenaran atau mengenakan kampuh kebenaran (Bar. 5:2) dan mewujudnyatakan damai sejahtera (Bar. 5:4).

Kebenaran dan damai sejahtera menjadi kata penuh makna ketika umat beribadat dengan benar, yakni: melakukan keadilan, membebaskan diri segala bentuk korupsi dan berbelas kasih pada sesama.

Nabi Barukh rupanya mengkaitkan perilaku bebas dari segala bentuk korupsi  dengan apa yang terjadi di Bait Allah. Kelak Yesus nampaknya mendapatkan inspirasi dari keprihatinan Nabi Barukh ketika Ia menguduskan kembali Bait Allah (bdk. Yoh. 2:13-17).

Jika Yerusalem berlaku benar dan kudus, nama Alah dan dirinya sendiri pasti dimuliakan. Sabda-Nya (Bar. 5:9), “Israel akan dituntun dengan sukacita oleh Allah, oleh cahaya kemuliaan-Nya dan dengan belas kasihan dan kebenaran-Nya.”, Praeibit enim Deus Israel cum laetitia in lumine maiestatis suae, cum misericordia et iustitia, quae est ab ipso.

Gereja Katolik pasti dimuliakan Allah hanya jika melakukan keadilan, tidak koruptif dan berbelas kasih.

Datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia, di padang gurun

Mengikuti kebiasaan zaman, seorang utusan berseru-seru mempersiapkan kedatangan raja.  Yohanes Pembaptis diutus untuk mempersiapkan kedatangan Sang Raja semesta alam.

Tugas perutusan Yohanes Pembaptis dilaksanakannya dalam sejarah manusia. Santo Lukas mulukiskan kehadirannya dalam konteks universal hingga tempat kakinya berpijak – dari jantung kekuasaan dunia, Kekaisaran Romawi, dilanjutkan wilayah jajahannya – Galilea, Iturea dan Trakhonitis, dan Abilene, Yerusalem, dan akhirnya di padang gurun, di tepi Sungai Yordan.

Yohanes melaksanakan tugas perutusannya pada tahun kelima belas pemerintahan Kaisar Tiberius. Ia berkuasa di Kekaisaran Romawi mulai tahun 14 hingga 37 Masehi.  Tahun 63 sebelum Masehi, bala tentara Romawi menyerbu dan menduduki seluruh wilayah Palestina.

Pendudukan diikuti penghisapan segala sumber daya alam, penarikan pajak, bea dan cukai, perdagangan manusia dan perbudakan. 

Pendudukan memicu pemberontakan pada tahun 4 seb. Masehi hingga 6 Masehi, termasuk di wilayah Yudea, saat Arkhelaus berkuasa menggantikan Herodes Agung, ayahnya.

Dan, pada gilirannya, penumpasan pasti membawa situasi yang semakin buruk. Situasi ini memaksa Yusuf dan Maria tidak kembali ke Bethlehem, tetapi menyingkir ke wilayah yang lebih tenang, Nazaret di Galilea (Mat. 2:22).

Di Nazaret pun, situasi yang dihadapi keluarga Yusuf dan Maria tidak jauh berbeda.

Wilayah itu dikuasai anak Herodes yang lain, Herodes Antipas, raja taklukan Romawi. Ia dikenal sebagai penguasa yang licik dan kejam seperti serigala (bdk. Luk. 13:32).

Tak hanya penguasa politik, di urusan keagamaan pun, hadir kuasa duo-imam agung, Hanas dan mertuanya, Kayafas.

6 Masehi, Arkhelaus ditumbangkan dan seluruh wilayah Yudea dikendalikan langsung oleh  gubernur yang ditunjuk Kaisar Romawi. Pontius Pilatus diangkat sebagai gubernur Yudea dan memerintah sekitar tahun 25-36.

Sebagai gubernur, Pilatus berkuasa penuh atas seluruh wilayah provinsi. Ia memegang komando atas kurang lebih 120 pasukan berkuda dan 2.500-5.000 pasukan infanteri yang ditempatkan di Kaisarea dan satu detasemen garnisun yang ditempatkan di benteng Antonia untuk mengawasi kota Yerusalem.

Ia juga memiliki hak untuk membatalkan hukuman berat yang dijatukan Mahkamah Agama Yahudi/Sanhedrin dan memutuskan seseorang dihukum mati atau tidak. Di samping itu ia memiliki kuasa untuk mengangkat imam-imam di Bait Allah, mengawasi Bait Allah dan dana-dananya.

Jubah-jubah imam besar juga diawasinya dan dikeluarkan pada hari-hari raya. Bila gubernur tinggal di Yerusalem, ia membawa tentara tambahan untuk ronda kota. 

Sejarawan non-Yahudi, Tacitus (Annals, 15. 44), melaporkan Pilatus berperan besar dalam proses penghukuman mati Yesus. Provinsi Yudea menjadi satu-satunya panggung sejarah tempat penampilan Pilatus. Namun, sejak kedatangannya ia tidak memperoleh setitik simpati pun dari bangsa Yahudi.

Flavius Josephus mengisahkan (Antiquities. 18. 55; Battle of the Jews  2. 169) amarah bangsa Yahudi   karena Pilatus menempatkan panji Romawi dan menempatkan patung kaisar di Bait Allah untuk dipuja. Sedangkan para gubernur sebelumnya menahan diri untuk tidak memasang panji kekaisaran.  Setelah didesak para pemuka bangsa Yahudi, ia menarik semua panji dan patung Kaisar dan menempatkan di Kaisarea. 

Tindakan Pilatus yang keras ditanggapi dengan pemberontakan, seperti yang dipimpin Barabas (Mrk 15:7). Pontius Pilatus menciptakan ketegangan di Galilea dan Yudea. Setiap percikan api cukup untuk membakan seluruh negeri dengan pemberontakan.

Gencatan senjata selalu merupakan damai yang semu, walau sebenarnya, saat itu merupakan saat yang dianugerahkan untuk melihat kembali kerinduan akan damai sejati dan pertobatan (bdk. Luk. 13:3.5). Kekaisaran Romawi menunjukkan wajah asli penjajah: kejam. Setiap pemberontakan pasti berakhir dengan penumpasan, termasuk pemusnahan Bait Suci dan bangsa (Yoh. 11:48; bdk. Luk. 13: 34-35; 19: 41-44).

Flavius Josephus (Antiquities of the Jews 18. 60; Battle of the Jews 2.175) dan Santo Eusebius (Ecclesia Historieae 2.7) mencatat keluhan bangsa Yahudi terhadap Pontius Pilatus. Gubernur itu melukai perasaan mereka karena menggunakan uang perbendaharaan Bait Allah untuk membangun saluran air sepanjang 40 km ke Benteng  Antonia.

Banyak orang berunjuk rasa di Bait Allah dan dijawab dengan pembantaian terhadap orang-orang dari Galilea dan mencampurkan darah meraka dengan darah binatang korban (Luk. 13:1-2), “darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan”.

Sejak abad ke-enam sebelum Masehi, di Israel sudah tidak ada lagi nubuat. Pemazmur bersaksi, “Tidak ada lagi nabi, dan tidak ada di antara kami yang mengetahui berapa lama lagi.” (Mzm. 74:9). Umat hanya mengharapkan pemenuhan kehadiran seorang nabi seperti Musa (bdk. Ul. 18:15; 1Mak. 4:46; 14:41).

Masa penantian yang panjang  berakhir dengan kehadiran Yohanes Pembaptis (Luk 16:16). Umat tidak menganggap Yohanes sebagai pemberontak seperti Barabas, atau seperti ahli Kitab atau Farsisi. Ia dirindukan sebagai nabi yang dirindukan seluruh umat (Luk. 1:76).

Di samping itu, banyak orang mengira ia sebagai Mesias. Bahkan pada tahun 80-an, saat Santo Lukas menulis Injil, masih ada orang yang mengira bahwa Yohanes adalah Mesias (Kis. 19:1-6).

Bertobatlah dan Allah akan mengampuni dosamu

Yohanes berkeliling di wilayah Yordan, seraya meminta umat untuk bertobat demi mendapatkan pengampunan dosa. Ia berseru (Luk. 3:3), “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu.”, baptismum paenitentiae in remissionem peccatorum.

Santo Lukas menggunakan kata μετανοιας, metanoias, yang berakar dari kata metanoia, dengan makna : berubah, tidak hanya perbubahan perilaku moral seseorang, tetapi juga mentalitas. Pendeknya, seseorang harus mengubah cara berpikir, cara merasa, dan cara berperilaku.

Tiap pribadi meninggalkan ragi orang Farisi dan ragi Herodes (Mrk. 8:15), kemunafikan dalam berelasi dengan Allah dan ambil bagian dalam penindasan terhadap sesama. Pertobatan pasti menghasilkan buah pengampunan dan rekonsiliasi, pemulihan kembali relasi dengan Allah dan sesama.

Maka Yohanes mewartakan cara baru bagaimana masing-masing umat menjalin relasi dengan Allah. Bahkan, rekonsiliasi menjadi salah satu program utama pewartaan Yesus: bahkan rekonsiliasi harus dilakukan sebanyak tujuh puluh kali tujuh kali (Mat. 18:22). 

Yohanes harus menanggung penangkapan, pemenjaraan dan pemenggalan kepala atas pewartaannya. Kematiannya disebabkan oleh keberanian untuk menyingkapkan kesalahan umat dan siapa pun yang sedang berkuasa (Luk. 3:19-20).

Ketika Yesus mendengar bahwa Yohanes di tangkap dan dipenjara oleh Herodes Antipas, Ia kembali ke Galilea dan mewartakan (Mrk. 1:15), ”Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”, Impletum est tempus, et appropinquavit regnum Dei; paenitemini et credite evangelio.

Yesus melanjutkan warta yang dimulai dan diwariskan Yohahes Pembaptis, tetapi Ia melangkah jauh lebih maju dan mendalam. Maka, Perjanjian Lama berakhir dengan Yohanes Pembaptis; dan Perjanjian Baru dimulai oleh Yesus Kristus.

Yesus bahkan bersabda, “Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorangpun yang lebih besar dari pada Yohanes, namun yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar dari padanya.” (Luk. 7:28). 

Semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan

Santo Lukas mengutip nubuat Nabi Yesaya dari Septuaginta, Kitab Suci yang digunakan peranakan bangsa Yahudi di luar Palestina, untuk memahami dengan tepat tugas perutusan Yohanes, “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu, seperti ada tertulis dalam kitab nubuat-nubuat Yesaya:

Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya. Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan, dan semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan.” (Luk. 3:4-6; bdk. Yes. 40:3-5).

Nabi mewartakan kepulangan umat dari pembuangan di Babel seperti keluaran baru.  Sama seperti saat keluar dari Mesir, umat harus masuk dalam pengembaraan di padang gurun.

Santo Lukas menggambarkan Yohanes sedang mempersiapkan umat untuk mempersiapkan diri untuk menyongsong keluaran baru yang dipenuhi oleh Yesus. Pada saat keluaran itu terjadi (Luk. 3:6), “semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan”, videbit omnis caro salutare Dei.

Keselamatan atau kemuliaan diperuntukkan bagi seluruh umat manusia. Yesus menggenapi nubuat Nabi Yesaya, “Kemuliaan TUHAN akan dinyatakan dan seluruh umat manusia akan melihatnya bersama-sama.” (Yes. 40:5),

Santo Lukas menggunakan ungkapan πασα σαρξ, pasa sarx,  omnis caro (Vulgata), dengan makna : setiap daging atau setiap manusia. Penulis Injil mau menekankan pemenuhan nubuat nabi bahwa keselamatan ditawarkan kepada siapa pun juga yang menyambut Allah dengan suka cita, termasuk bangsa-bangsa bukan Yahudi.

Yesus datang bukan hanya untuk bangsa Yahudi, tetapi juga untuk setiap orang. Maka, bangsa manusia melihat keselamatan yang dari Tuhan. 

Katekese

Menyentuh Yesus dengan iman. Santo Augustinus, Uskup Hippo, 430-543:

“Renungkan sabda-Nya, “Dan semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan.” (Luk. 3:6). Tak ada kesukaran sama sekali untuk memamahami apa yang dimaksud “Dan semua orang akan melihat Kristus dari Allah”. Terlebih, Kristus dilihat secara jasmani dan akan dilihat juga seluruh tubuh-Nya ketika Ia datang kembali untuk mengadili yang hidup dan yang mati.

Kitab Suci membuat banyak ayat yang menunjukkan bahwa Dialah ‘keselamatan dari Allah’, khususnya kata-kata yang berasal dari orang tua yang sangat terhormat, Simeon, yang menatang Anak itu di pelukannya, seraya berkata, “Sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa.” (Luk. 2:29-30)” (City Of God 22.29).

Oratio-Missio

Tuhan, penuhilah hatiku dengan Roh Kudus-Mu dan nyalakanlah dalam hatiku rasa haus akan sabda-Mu. Aku memohon rahmat-Mu agar mampu memancarkan suka cita Injil-Mu di lingkungan terdekatku. Amin.

  • Apa yang perlu aku siapkan untuk melihat keselamatan dari Tuhan?

videbit omnis caro salutare Dei – Lucam 3:6

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here