Mutiara Keluarga: Princess

0
215 views
Ilustrasi - Film "Princess" besutan Walt Disney. (Ist)

APAKAH Anda kenal Walt Disney? Salah satu perusahaan Amerika yang sukses memproduksi film anak-anak. Film-filmnya memang bagus, digarap dengan apik, lengkap dengan lagu-lagu nan indah.

Dari film-film itu, dunia mengenal tokoh Princess. Begitu bagusnya kisah-kisah imaginatif tentang Princess sehingga sanggup menghipnotis kita yang menontonnya, anak-anak maupun orangtua.

Maka kami tidak heran kalau banyak anak dan orangtua terinspirasi untuk berimaginasi meniru tokoh Princess. Bentuknya: dalam mindset, kata maupun tindakannya memperlakukan anak gadisnya bak Princess. Biasanya terjadi pada anak pertama yang perempuan.

Kalau cuma pakaian, aksesoris, tas, topi, bando dll, yang bergambar Princess, tidaklah mengapa. Tapi kalau orangtua bersikap dan bertindak mem-princess-kan anak, nah hal itu yang perlu di-“review“. atau ditinjau kembali.

Siapa Princess itu?

Princess adalah pangeran putwri. Seorang anak yang diposisikan dan diperlakukan seperti Princess. Ia disanjung bagai puteri raja. Ia dipuji karena kecantikan dan keanggunannya. Senyum, sikap dan perilakumya, sungguh menawam hati. 

Senyumnya, dan dandanannya, bahkan gaya bicara, lagaknya selalu menyenangkan. Siapa pun orang yang melihatnya, tua, muda maupun anak-anak senang padanya.

Mungkin Anda pernah menemukan gadis kecil demikian?

Saking begitu mempesona hingga menimbulkan kecintaan dan kecemburuan. Ada yang senang membayangkam seandainya dia anaknya. Ada juga yang iri hati.

Karena anaknya tidak mendapatkan sambutan, sapaan, sanjungan sepertinya. Di mana-mana ia dikagumi orang. Masalahnya akan muncul, kalau kedua orangtua dan atau keluarganya lantas benar-benar “mem-princess-kan”nya.

Biasanya anak perempuan dekat dengan papanya. Anak laki-laki dekat dengan mamanya.

Jika puteri Anda berwajah cantik dan  berpenampilan menarik, serta gerak geriknya serba  menawan hati, hingga setiap orang mengaguminya, hingga yang melihatnya pengin menyapa, ingin dekat padanya.

Dialah bakal princess itu. Bahkan ada yang merasa  ikut bangga hanya karena mengenal dekat dengannya, maka bakal princess itu adalah puterimu tersebut. 

Setiap orang yang melihat puterimu memuji-mujinya, dialah calon princess itu.

Menjadikan Princess

Calon princess itu akan benar-benar jadi princess, jika papa, mama dan keluarganya menjadikannya “Princess“. Misalnya si gadis kecil itu diperlakukan seperti Princess:

  • Ia didandani hingga berpenampilan modis.
  • Ia dilayani, di-“service” seakan princess.
  • Kalau mengenakan atau melepaskan pakaian, ia tinggal diam aja. Pakaian akan dikenakan atau dilepas oleh pembaptu atau “pelayan”-nya.
  • Anak gak boleh kotor, lecet, luka. Jika jalan yang harus dilewati kurang bagus, maka ia akan digandeng atau diangkat, digendong.
  • Anak gak diajari sediri mengutarakan kebutuhan dan keperluannya. Di mana pun papanya, keluarganya siap menjawab, menanggapi komunikasi dari orang lain. Kalau dia ditanya sesuatu  yang menjawab orang lain, pembantu atau “body guard“nya. Misalnya “namanya siapa Cantik?” yang akan menjawab adalah “pengawal”nya.
  • Kalau ia mesti bertanya sesuatu ke orang lain, yang berbicara yang mengantarnya. Kalau mau beli sesuatu, yang bicara ke penjualnya ya yang mengantar dia.
  • Kalau anak sedikit sakit, batuk pilek, seluruh keluarga heboh mengurus sakitnya. Seakan dia sakit keras.

Masalahnya adalah

Pertama,  anakmu itu mendapat terlalu banyak pujian dan sanjungan tanpa upayanya. Sanjungan itu datang begitu saja, karena kecantikan dan penampilannya. 

Titik rawannya ada di sini. Jika ia terbiasa mendapat banyak pujian, sanjungan, tanpa usaha itu sama halnya dengan pemanjaan. Akibatnya, secara tidak sadar, ia akan menilai segala sesuatunya dengan “pujian.”

 Mencari pujian akan jadi motivasi utamanya. Segala sesuatu  akan berjalan lancar jika ada pujian atau sanjungan. Kalau disanjung bisa semangat dan kreatif sekali.

Kedua, ia tidak tahu dan tidak mampu mandiri. Inisiatif dan kreasinya tadak muncul secara spontan. Karena ia terbiasa semuanya telah disiapkan, semua sudah tersedia. Ia tidak terbiasa, tidak terbentuk untuk berupaya sendiri. Sebab biasanya ia tinggal terima jadi.

Ketiga, ia akan akan sulit menerima kegagalan dan ketidakberhasilan. Sebab ketidakberhasilan tidak mungkin menghasilkan pujian. Selama ini dia terbebas dari kegagalan atau kejatuhan, karena sudah dicegah oleh orang-orang sekitar yang menyanjungnya. Bahkan ia juga akan sulit menerima kritik. Karena selama ini ia tidak mengenal kritik. Kritik diartikan sebagai permusuhan.

Keempat, ia tak terbiasa menghadapi rintangan, bahkan tantangan. Hidupnya terlalu nyaman, tanpa halangan atau kesulitan.

Tawaran solusi

Proses jadi Princess ini memang sudah akan terkikis ketika anak masuk SD. Sebab dalam sistem sekolah yang menjadi ukuran adalah prestasi. Saat itu anak harus berjuang keras dengan penuh kesulitan.

Namun demikian alangkah baiknya jika papa dan seluruh keluarga mengurangi atau menghentikan mem-princess-kan anak sedini mungkin.

Atas anugerah puteri yang cantik dan menarik, tetap harus disyukuri. Tetapi seperti halnya setiap anugerah, pemberian Tuhan, pada dasarnya adalah anugerah untuk semua manusia dan dunia.

Anugerah apa pun adalah demi lebih baiknya semua orang dan dunia. Maka kalau anak diberi kelebihan, sebaiknya diajari bagaimana berbagi, setidaknya bagaimana peduli pada sesama dan dunia.

YR Widadaprayitna

#achristianparenting

H 230830 AA

Baca juga: Mutiara Keluarga – Anak Eyang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here