Puncta 07.04.23
Jum’at Agung, Mengenang Wafat Yesus
Yohanes 18:1-19:42
KITA sering mendengar kisah kasih abadi seorang ibu kepada anak-anaknya. Maka pepatah mengatakan, “Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah.”
Kasih seorang ibu tiada batas tanpa tepi. Kasihnya diwujudkan dalam pengurbanan, bahkan nyawanya sendiri diberikan untuk anaknya.
Adalah Susan Dibene (33) yang berasal dari Riverside, California sedang melintas di rel kereta api. Ia mendorong puterinya yang berusia dua tahun di kereta dorongnya. Tidak menduga, roda kereta dorongnya tersangkut di rel kereta api. Ia mengalami kesulitan memindahkan kereta dorong.
Pada saat bersamaan ada kereta komuter lewat. Ia sangat panik. Dengan sekuat tenaga dia hentakkan kereta bayinya dan berhasil. Namun sayang dia sendiri terpeleset dan tidak sempat menyelamatkan diri. Dia tertabrak dan terseret kereta hingga ajalnya.
Ibu Susan ini mati demi menyelamatkan nyawa anaknya. Ia mengurbankan diri supaya anaknya selamat dan hidup. Kasih sayang ibu yang luar biasa. Nyawanya dikorbankan supaya anak satu-satunya bisa hidup.
Demikianlah hari ini kita merayakan wafat Yesus pada Jumat Agung. Bacaan Passio yang panjang mengisahkan bagaimana Yesus dibunuh. Yohanes mengisahkan ada persekongkolan (konspirasi) dari orang atau kelompok masyarakat Yahudi yang terusik oleh kehadiran Yesus.
Tiga institusi bersekongkol. Mereka adalah Imam Besar Kayafas (Pemimpin agama), Pontius Pilatus (Penguasa Romawi), Herodes (Raja wilayah). Segala cara dipakai untuk melenyapkan Yesus karena Dia dianggap mengancam kemapanan kehidupan agama dan kemasyarakatan.
Yesus menerima penderitaan salib untuk menunjukkan taat setia-Nya kepada Bapa. Ia memenuhi nubuat Yesaya tentang hamba Yahwe yang menderita.
“Sesungguhnya ia tertikam oleh karena kejahatan kita; derita yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya; dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.”
Demi keselamatan kitalah, Dia menerima penderitaan salib. Keselamatan kitalah yang diperjuangkan kendati Dia harus mati di kayu salib. Ia memilih mati agar kita semua menjadi hidup dan diselamatkan.
Ketika tergantung di kayu salib, sebelum wafat-Nya, Yesus berkata, “Sudah selesai.”
Hal ini mau menegaskan tentang pilihan-Nya mati di kayu salib adalah perwujudan ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa. Dengan wafat di salib, ketaatan Yesus sudah selesai, mencapai puncaknya.
Kita pantas bersyukur karena Allah mengasihi kita dengan mengorbankan Putera-Nya. Kita sungguh dikasihi Allah sebagaimana seorang ibu mengasihi anaknya.
Apakah kita tega menyakiti hati ibu yang telah mengasihi kita? Begitu juga, apakah kita tega menghancurkan kasih Allah dengan hidup bergelimang dosa?
Banyak orang mengaku tabib,
Menyembuhkan dengan doa-doa.
Yesus taat sampai mati di salib,
Ia dikorbankan demi dosa-dosa kita.
Cawas, pengurbanan demi cinta…