Tuhan Bersabda, Namun tidak Didengarkan

0
490 views
Ilustrasi - Kekuatan sabda (Sawyers)

Kamis, 9 Desember 2021

  • Yes. 41:13-20.
  • Mzm. 145:1.9-13b.
  • Mat. 11:11-15

SAAT kita sedang berada di persimpangan jalan dan bingung memilih ke kanan atau ke kiri, orang bijak akan berkata, “Coba dengarkan suara hatimu. Ia akan memandumu, memilih kiri atau kanan.”

Berdoalah dan dengarkan Tuhan. Ada suatu pernyataan demikian: ”Jika anda berdoa, Tuhan mendengarkan, dan jika Tuhan bersabda, kita mendengarkan”.

Dari peryataan itu kita temukan sebuah proses perhatian timbal balik yang menunjukkan kepercayaan antara Tuhan dan kita.

Karena seringkali orang sibuk menyampaikan permohonan dan mengungkapkan isi hatinya tanpa mau mendengar jawaban Tuhan.

“Mestinya saya tidak perlu hidup susah seperti ini, jika saja saya mau mendengarkan suara isteri dan anak-anakku,” kata seorang bapak.

“Saya terpaksa menjual semua aset demi menutupi kesalahan yang telah aku lakukan,” lanjutnya.

“Hingga kini keluargaku ikut menanggung derita,” ujarnya.

“Saya tergiur untung besar dalam investasi yang ternyata bodong,” katanya penuh sesal.

“Jadi runyam, karena saya harus bertanggung jawab atas dana saudara dan beberapa orang yang ikut karena saya yang menawarkan dan mengajak mereka,” lanjutnya.

“Padahal isteri dan anak-anak sudah beberapa kali mengingatkan dan mewanti-wanti supaya hati-hati dan tidak ikutan mencari peserta,” ujarnya lagi.

“Saya tidak mendengarkan mereka, juga suara Tuhan dalam doa-doaku. Tuhan sudah mengingatkan aku melalui isteri dan anak-anakku, tetapi saya hanya mau melakukan apa yang aku mau,” katanya lagi.

Dalam bacaan Injil hari ini, kita dengar demikian.

“Karena tentang dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan-Mu di hadapan-Mu.

Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar.”

Tuhan mengutus utusan untuk menyiapkan kedatangan-Nya di dunia ini.

Kita bisa menemukan utusan Tuhan itu dalam diri orang-orang terdekat yang suaranya kadang tidak kita pedulikan.

Seperti ibu dan anak-anak tadi yang berseru-seru mengingatkan bapak itu dalam berinventasi.

Butuh kesabaran dan kerendahan hati untuk menerima suara Tuhan yang disuarakan dengan lembut tanpa daya memaksa karena muncul dari ketidakberdayaan.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku juga punya kerendahan hati untuk mendengarkan suara kebenaran dari orang-orang yang kita anggap tidak berkompenten?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here