Ignatius Terbebat Rasa ”Skrupel” tanpa Henti (5)

0
1,306 views

[media-credit name=”google” align=”alignleft” width=”300″][/media-credit]INIGO mulai mengalami berbagai penampakan.

Suatu siang hari bolong, di langit ia melihat sesuatu berbentuk seperti ular yang di seluruh tubuhnya mempunyai kilatan-kilatan bagaikan mata. “Benda” itu begitu indah, sehingga setiap kali ia melihatnya ia merasa begitu bahagia. Namun bila “benda” itu menghilang, ia lalu dirundung perasaan sedih.
Kali waktu beda ada pengalaman lain yang terjadi berkaitan dengan penglihatan ini. Kadang kali pikirannya dibebani pertanyaan: Bagaimana ia akan bisa menjalani hidup seperti yang ia lakukan selama ini kalau ia akan mencapai umur 70 tahun? Pikiran macam ini justru terjadi ketika ia akan memasuki gereja untuk mengikuti misa.

Perasaan ”Skrupel”
Tak lama setelah berbagai peristiwa penampakan terjadi, Inigo juga mengalami berbagai macam perasaan di hatinya. Kadangkala ia merasa begitu kering, tidak ada rasa apa-apa; baik saat doa ofisi, saat menghadiri perayaan ekaristi maupun doa-doa lain. Namun kadang kala ia justru mengalami hal yang sebaliknya: rasa puas, damai, mantap dan gembira. Kedua perasaan ini terkadang terjadi secara bergantian dengan sangat cepat.

Inigo juga mulai berbicara mengenai pengalaman-pengalaman hidup rohaninya dengan orang-orang lain. Dalam pembicaraan ini, semakin menjadi jelas baginya bahwa dia mempunyai keinginan dan kemauan yang sangat besar untuk maju dalam pengabdian kepada Allah. Selain itu, Inigo masih melanjutkan kebiasaannya mengaku dosa dan menerima komuni setiap hari Minggu.

Inigo juga mulai mengalami banyak gangguan skrupel (rasa bersalah dan keraguan yang berkepanjangan). Seperti telah disebutkan sebelumnya, ketika masih di Monserrat Inigo telah melakukan pengakuan dosa umum secara tertulis dan itu dia lakukan dengan sangat teliti. Meksi demikian, ia tetap dihantui perasaan skrupel dan masih merasakan masih ada dosa-dosa yang terlupakan untuk ”diomongkan” di kamar pengakua. Karena perasaan ini, ia menjadi begitu menderita. Lalu, Inigo pun mengaku dosa lagi dan itu dia lakukan berkali-kali, namun toh rasa skrupel itu tak pernah meninggalkan perasaannya. Dan rasa tak lega pun tetap tinggal menyesaki hatinya.

Untuk menghilangkan derita batinnya, ia mulai mencari spiritualis (bapa rohani) agar bisa menolong dia terbebaskan dari beban perasaan skrupel. Ternyata, tak seorang pun mampu menolongnya. Sekali waktu, Inigo berhasil ”menemukan” orang pintar bergelar doktor di sebuag gereja katedral. Di mata Inigo, romo doktor ini tampak sangat religius dan dia menjadi pengkotbah di gereja katedral ini.
Romo pintar ini menyarankan Inigo agar segera menulis semua daftar dosa yang dia ingat untuk kemudian membawa rentetan dosa itu dalam pengakuan. Saran itu dia penuhi, namun rasa skrupel itu tetap saja membebat hatinya. Inigo tak lepas dari penderitaan batin.

Begitu judheg-nya sampai-sampai Inigo berharap bahwa bapa pengakuannya itu berani mengatakan agar Inigo jangan lagi mengakukan dosa-dosa yang pernah ia akukan. Harapan itu menjadi kenyataan. Bapa pengakuan melarang Inigo mengakukan dosa-dosanya di masa lalu (yang telah diakukan), kecuali jelas-jelas bahwa dosa itu memang belum pernah diakukan. Namun Inigo merasa bahwa ada dosa-dosa yang jelas-jelas belum diakukan. Lagi-lagi, ia semakin tersiksa oleh rasa skrupel. (Bersambung)
Romo Ignatius L. Madya Utama SJ, seorang pastor Yesuit dan dosen teologi di STF Driyarkara Jakarta dan Pusat Pastoral Yogyakarta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here