“Itu Nangka Saya”, Berpastoral di Pedalaman Papua, Kokonao (3)

0
3,478 views

Suatu siang, salah satu misionaris SCJ mendengar suara benda jatuh dari pohon. Setelah melihat keluar, baru ia ketahui bahwa ada  buah nangka jatuh dari pohon. Tak lama kemudian terlihatlah seorang mama-mama turun dari pohon itu. Segera saja misionaris itu berkata,

“Hai…itu nangka saya!”

Tapi tampaknya mama itu tidak menggubris perkataan bruder itu. Dengan tenang ia turun dan setelah di bawah  malah berkata,

 “Ya…tapi ‘kan sudah saya petik?” jadi ini nangka saya. Dan bapak harus membayar saya yang sudah  memetiknya, saya tadi capek memetik nangka ini.”

“Ya… tapi siapa yang menyuruh?” saya tidak menyuruhmu untuk mengambil nangka kok?” itu nangka saya, kok malah saya yang membayar?”, Itu  nangka saya mama?”  tegas misionaris itu lagi.

Tidak kalah garangnya mama itu malah mengancam. “Awas, nanti saya pulang, saya beritahu suami saya!”

Mendengar ancaman itu misionaris itu yang adalah seorang bruder menjadi keder juga. Untung ia ingat bawah di biara ada ibu Marta yang kebetulan ada di dalam. Ibu Marta adalah orang asli Papua. Maka segera saja ia berlalu masuk biara dan membeitahukan hal ini kepadea  ibu Marta. Ibu Marta  segera ke luar dan menemui mama-mama yang mengambil nangka itu.

“Eh… tidak boleh mengambil nangka itu, itu kan sudah ada yang punya, tanah ini sudah dibeli oleh Pater, jadi nangka itu  milik pater”

Mendengar kata pater tentulah ia menjadi keder dan langsung angkat kaki tanpa sepatah katapun. Entah ia pergi karena malu ketahuan mencuri atau ia pergi untuk memberitahukan pada suaminya. Setiadaknya keesokan harinya tidak ada rombongan orang yang membawa panah dan datang untuk menuntut sesuatu.

Refleksi       
Terkadang apa yang kita pikirkan dan rencanakan tidak selalu terjadi. Kita berpikir bahwa mencuri itu berdosa, tetapi ternyata orang yang mengambil nangka itu berpikir sebaliknya. Ia menganggap bahwa buah itu adalah miliknya, dan kalaupun bukan, orang yang memilikinya mesti mengucapkan terima kasih atas kebaikannya yang telah mengambilkan buah nangka.

Dalam pemikiran kita semestinya mama-mama itulah yang bisa diperkarakan karena telah mengambil tanpa izin. Akan tetapi sebaliknya, baginya tanah ini adalah milik tete nenek moyang, maka ia berhak mengambilnya.

Dalam kehidupan sehari-hari kita kerap kali berharapan dengan orang-orang yang sulit kita pahami. Entah itu teman kantor, teman mengajar, tetangga, teman sekomunitas dan lain sebagainya. Untuk memahami jalan pemikiran seseorang kerap kali kita meti rela berkorban dan mengalah.

Terkadang kita sudah melakukan sesuatu yang baik, dengan cara yang baik, dengan maksud dan tujuan yang baik dan bahkan dengan efek yang baik. Tetapi tetap saja ada orang yang menganggap bahwa perbuatan kita itu salah. Ia melihat sisi negatifnya. Padahal belum tentu itu ada.

Itulah sebuah konsekuensi dari suatu tindakan. Setiap tindakan selalu melahirkan dua sikap. Yaitu diterima atau ditolak. Namun demikian janganlah orang-orang seperti ini menghambat kreatifitas dan hidup kita. Orang seperti ini bisa muncul karena ia sedang memiliki masalah, sedang tidak muud, merasa tertekan, atau tidak enjoy dengan hidupnya.

Maka jangan heran kalau ia selalu memandang negative tindakan kita. Atau bahkan mungkin ia berusaha menghambat maksud dan niat baik kita. Banyak cara yang akan ia buat. Misalnya tidak menyapa, bersungut-sungut, bahkan mungkin marah walau tidak terungkap.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here