Makna Rosario, Persembahkan Mawar Kecil kepada Tuhan melalui Maria

0
857 views
Dekorasi Rosario dengan sentuhan budaya Jawa.

SUDAH sering kita mendengar misa inkulturasi dilaksanakan di berbagai tempat dengan bahasa dan keunikan ritusnya masing-masing. Namun, jarang dilihat atau didengar kebaktian inkulturatif di luar perayaan ekaristi.

Ada sebuah kebaktian inkulturatif yang dilaksanakan oleh para frater Seminari Tinggi SVD Surya Wacana, Malang. Kebaktian itu adalah rosario inkulturasi yang dilaksanakan empat kali sepanjang Bulan Rosario Oktober 2021 baru-baru ini. Bahasa yang digunakan pun berbeda-beda.

Ada empat macam bahasa yang digunakan: Jawa, Kei, Dawan, dan Manggarai.

Namun sebelum terjun ke Rosario inkulturasi, kita perlu mengetahui teologi doa Rosario dan bagaimana Gereja melihat spirit dari inkulturasi.

Rosario

Hidup iman kita sebagai orang katolik tidak hanya didasarkan pada Kitab Suci (sola scriptura).

Hidup iman katolik juga didasarkan pada ajaran-ajaran resmi Gereja yang disahkan oleh Paus.

Ajaran-ajaran itu telah menjadi tradisi dan terus diturunkan kepada generasi berikutnya. Salah satu ajaran Gereja adalah devosi kepada Bunda Maria dan Yesus yang kita sebut Rosario.

Kata “Rosario” sendiri berasal dari dua kata: “Rosa” yang berarti bunga mawar dan “Rio” yang berarti kecil. Secara sederhana dapat dimengerti bahwa ketika kita berdoa Rosario, kita sedang mempersembahkan bunga-bunga mawar kecil kepada Allah melalui Maria.

Empat peristiwa

Dalam doa Rosario, kita merenungkan peristiwa-peristiwa penyelamatan Allah melalui Putera-Nya, Yesus Kristus, yang terbagi ke dalam empat jenis peristiwa: Gembira, Cahaya, Sedih, dan Mulia.

Rosario itu boleh dikatakan sebagai penghormatan kepada Bunda Maria, namun pusat dari doa tersebut adalah misteri karya penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus.

Tetaplah yang menjadi pusat perhatian kita dalam doa Rosario adalah Yesus Kristus. Dengan demikian nyatalah bahwa berdoa Rosario itu tidak bertentangan dengan iman kepada Yesus Kristus.

Inkulturasi

Kebudayaan tidak dipandang sebagai suatu yang tertutup melainkan secara dinamis terbuka terhadap satu sama lain. Di samping itu juga terdapat pembauran kebudayaan yang menunjukkan bahwa kebudayaan itu dinamis dan terbuka terhadap lain yang berbeda.

Diakui juga bahwa kebudayaan adalah jalan, melaluinya manusia makin lebih manusia, semakin bermartabat. Dari kebudayaan dapat diambil hal-hal yang paling berharga dan relevan dan menggunakannya sebagai modal kreativitas di masa depan.

Inkulturasi pertama-tama memberikan rasa hormat yang besar kepada kebudayaan setiap bangsa.

Gereja berusaha menghormati tradisi-tradisi dan nilai-nilai budaya dari setiap bangsa.

Pendasaran teologis terhadap sikap hormat kepada kebudayaan adalah bahwa semua yang baik itu berasal dari Roh Kudus. Kelembutan, keramahan, kebaikan, kerendahan hati, dan keberpihakkan pada manusia merupakan bentuk dari buah-buah Roh.

Gereja Katolik menerima kebenaran-kebenaran ini sebagai pantulan dari kebenaran Kristus sendiri.

Rosario inkulturasi di Seminari Tinggi SVD Surya Wacana

Sebagai bentuk tanggapan atas dua instrumen di atas, selama bulan Oktober 2021 lalu, para frater di Seminari Tinggi SVD Malang melaksanakan Rosario inkulturasi sebanyak empat kali di setiap hari Sabtu dalam bulan Oktober itu.

Tempat dan waktu pertama diberikan kepada budaya tuan rumah; budaya Jawa.

Mengapa demikian?

Karena sebuah aturan dalam Konstitusi SVD mengatakan agar bahasa tempat komunitas SVD berada hendaknya digunakan.

Dekorasi Rosario dengan sentuhan budaya Maluku Tenggara khususnya Pulau Kei.

Rosario dalam bahasa Jawa dipimpin oleh Fr. Mathias Rico Adi Prasetyo. Doa Rosario dalam bahasa Jawa sudah sering dilakukan oleh komunitas formasi SVD Provinsi Jawa. Sehingga hal ini bukan merupakan hal baru, melainkan tradisi.

Kesempatan kedua diberikan kepada budaya dari Indonesia bagian timur; budaya Kei. Rosario dalam bahasa Kei ini dipimpin oleh Fr. Emanuel Toanubun. Doa Rosario dengan bahasa Kei merupakan hal yang amat baru karena baru kali ini ada frater  SVD Malang dari Kei. Hal ini tentu mengundang para frater Seminari Tinggi SVD untuk mengetahui bagaimana berdoa dalam bahasa Kei.

Tempat dan kesempatan berikutnya diberikan kepada budaya di mana SVD untuk pertama kali masuk ke Indonesia; budaya Dawan.

Nama ‘Dawan’ mungkin kurang dikenal karena kebanyakan orang menyebutnya dengan sebutan Timor. Hal ini tentu salah karena di pulau Timor sendiri terdapat beberapa kebudayaan yang berbeda, dan Dawan adalah suku atau budaya terbesar.

Rosario dalam bahasa Dawan dipimpin oleh Fr. Wendelinus Amaina. Doa Rosario ini sedikit berbeda karena ada tambahan Doa Pujian kepada Keluarga Kudus di Nazareth yang tentu memberi kekhasan tersendiri.

Tempat dan kesempatan terakhir diberikan kepada budaya yang menyumbang imam SVD terbanyak; budaya Manggarai.

Tanah Manggarai merupakan tanah yang subur untuk menumbuhkan benih panggilan. Apresiasi besar tentu diberikan kepada kebudayaan ini.

Rosario dalam bahasa Manggarai dipimpin oleh Fr. Afrianus Ampur.

Serikat misioner

Serikat Sabda Allah (SVD) merupakan serikat misi yang berciri internasional. Konsekuensi dari internasionalitas tersebut adalah harus siap menerima dan mengalami aneka perbedaan dalam setiap komunitas SVD di mana pun ia berada.

Bahasa merupakan unsur utama perbedaan tersebut.

Sementara itu, semangat interkulturalitas dan internasionalitas menjadi hal pokok yang terus bergaung dalam tubuh Serikat Sabda Allah.

 Masa Novisiat menjadi saat di mana semangat interkulturalitas dan internasionalitas ditanamkan. Sehingga tak perlu heran jika kebanyakan formandi SVD bercita-cita untuk berkarya di luar negeri.  

Rosario inkulturasi tentu sangat asing bagi banyak orang, namun dalam Serikat Sabda Allah (SVD) hal ini adalah sesuatu yang lumrah dan bahkan merupakan sebuah keharusan.

Kebaktian inkulturatif ini merupakan bentuk sederhana dari wujud penghargaan terhadap budaya. Budaya harus menjadi akar dari kehidupan setiap insan.

Budaya harus menjadi tolak ukur tindakan setiap orang. Budaya harus menjadi model bagi perjuangan hidup manusia sehingga kehidupan ini semakin bermartabat, bermoral, dan mulia. Dan pada akhirnya hidup manusia itu sendiri bisa mencapai kepenuhannya dalam kemuliaan Tuhan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here