Ribetnya Kawin Beda Agama, Hadirnya Anak Lahirkan Harapan

0
346 views
Ilustrasi - (Ist)

BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN.

Rabu, 14 Juli 2021.

Tema: Tidak siap.

  • Bacaan Kel. 3: 1-6, 9-12.
  • Mat. 11: 25-27.

AJAKAN pasti menyenangkan. Kendati mungkin tidak sesuai dengan ekspektasi.

Ada keyakinan akan terjadi sesuatu yang baik, yang tak terduga. Harapan akan sesuatu yang menggembirakan.

Yang pasti, dosa membuat manusia disorientasi. Keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan tidak selalu terarah pada pencapaian tujuan untuk apa ia diciptakan.

Kendati begitu, Allah tetap berprakarsa. Ia menanamkan harapan.

Dengan harapan itu, manusia berusaha menggapai apa yang terbaik bagi dirinya. Dalam kebersamaan hidup dengan sesama.

Harapan memberi kekuatan betapa ia berarti.

Musa muda mengalaminya.

“Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka. Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir.” ay 9-10.

Tidak menyangka

Sepasang muda-mudi menikah. Karena orangtua salah satu pasangan masuk kategori tokoh dan kuat keyakinannya, maka perkawinannya dilakukan di “tempat” yang lain.

Namun ada kesepakatan antar mereka berdua. Setelah itu, mereka akan kembali kepangkuan Gereja.

Sebuah keputusan yang tidak melegakan. Tetapi itulah cara yang terbaik saat itu, semata-mata demi suasana kondusif, win-win solution.

Pastinya, sesuatu yang dipaksakan akan berdampak pada pribadi-pribadi tertentu.

Dan betullah.

Hidup keluarga mereka berjalan seperti biasa. Tidak ada yang istimewa. Suatu waktu saat kehamilan, yang seharusnya menjadi sebuah anugerah, ia melihat pasangannya berjalan dengan wanita lain.

Mulailah percekcokan. Berseri-seri. Tanpa henti.

Hubungan mereka jadi dingin. Dengan susah payah dan sendirian, perempuan itu lalu membesarkan kandungannya.

Kurangnya perhatian dari suami memaksanya  tetap bekerja; membantu mengisi pundi-pundi ekonomi keluarga.

Tetap bertahan demi

Hari demi hari dijalani tanpa kehangatan sebagaimana mestinya pasangan suami isteri yang baru. Ia menyimpan semua perkara di dalam hatinya.

Penuh risiko memang. Tetapi, ia telah menjatuhkan pilihan. Ia tetap tekun, berusaha bergembira. Bahkan tetap bekerja, tanpa dukungan siapa pun.

Ia sadar dan siap bila harus menjadi single parent.

Hari-harinya tidak lepas dari doa, walau pun belum dibaptis. Ia percaya; telah komit sejak berpacaran. Ia akan bergabung dalam satu iman.

Ia tetap bersikap baik terhadap suaminya, kendati dingin. Ia tetap menerima suaminya apa adanya, walau kehangatan dan kasih tidak selalu didapat.

Ia tetap ingin bersekutu dalam sebuah rumah tangga walau pun perhatian dan dukungan tidak didapat. Ia tetap menanti dan berharap, suatu saat suaminya akan berubah, entah kapan.

Just believe.

Ia tetap berusaha sehat, kendati harus bekerja untuk menambah ekonomi keluarga.

Ia menjaga benih kandungannya agar tumbuh sehat dan lahir sebagai bayi normal. Benih sang bayi itulah kekuatan dan hiburan baginya.

Ia tidak berharap lebih. Ia tidak menyesali kehamilannya. Ia bangga boleh memberi kehidupan bagi sang janin suci.

Kelahiran itu melahirkan harapan.

Saat kelahiran pun tiba. Tak disangka suaminya mau mengantar. Hatinya menjadi tenang. Bayi pun lahir dengan normal.

Kehadiran bayi membawa berkah.

Pertama, ia diberi kekuatan oleh Allah sendiri. Allah campur tangan memelihara kehidupannya; membuat bayi tumbuh sempurna dalam kandungannya.

Kedua,  suaminya pun semakin berubah baik. Sisi kebapakannya muncul, kendati mungkin masih tergotes luka.

Ia belajar menerima; dalam hidup ada yang tidak dimengerti. Tetapi dalam iman, ada kekuatan dalam hati bahwa Allah memperhatikan; tidak tinggal diam. Ia mengubah, karena kasih-Nya.

“Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semua itu Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.” ay 25b.

Tuhan, genggamlah imanku. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here