Apakah Bebanmu Lebih Berat dari Beban Keluarga Ini?

0
3,150 views

KITA sering merasa diri sebagai orang yang paling menderita. Kita juga kerap berpikir bahwa kita adalah orang yang paling banyak beban. Perasaan dan pikiran itu kadang atau bahkan sering tidaklah benar. Barangkali cetusan itu berangkat  dari suasana hati yang tidak puas dengan keadaan dan kenyataan yang kita alami.

Ketahuilah bahwa banyak orang lain yang lebih menderita tetapi mereka tetap berkeyakinan dalam derita dan bebannya.

Beberapa saat lalu untuk memenuhi tugas sosiologi dari kampus,  kami harus mengunjungi  beberapa keluarga dan menggali apa sebenarnya yang mereka alami.

Saya sungguh kagum, terharu dan sekaligus bangga dengan keteguhan iman dari satu keluarga yang sederhana ini. Saya tidak bisa bayangkan kalau masalah mereka terjadi atas diriku dan barangkali juga atas dirimu.

Mereka mengisahkan bahwa anak pertama dan kedua mereka lahir tidak normal alias cacat. Hal ini memberikan kekecewaan sangat mendalam bagi keluarga ini. Ternyata setelah sang isteri memeriksakan diri ke dokter, ditemukan bahwa ia punya kelainan di rahimnya sehingga besar kemungkinan anak yang dikandungnya akan lahir cacat. Mereka bagai bermimpi di siang bolong mendengar penuturan dokter ini.

Suami isteri ini pun sering berbicara dari hati ke hati. Mereka sering “mengadu” kepada Allah perihal “badai” yang mereka alami. Pada suatu hari sang suami bertanya kepada isteri, “Apakah kita masih berencana mempunyai anak lagi?”

Dengan berlinang air mata si isteri menjawab, “Saya tidak tahu harus mengatakan apa karena dokter telah mengatakan fakta yang sulit aku terima.”

Ini bagaikan vonnis yang mengatakan “akhir dunia”. Mereka putuskan untuk mempunyai anak dan apa yang terjadi? Anak yang ketiga itu meninggal tidak lama setelah ia lahir.

Keluarga Kristen ini tiap hari berteman air mata dan akrab dengan tangisan. Mereka tidak habis pikir kok Allah tega “menghukum” keluarga mereka? Mereka bertanya, “Kalau Allah maha kasih dan maha kuasa mengapa  keluarga kami seolah-oleh diberi beban yang sangat berat? Mengapa salib berat itu menimpa keluarga kami di saat kami lemah dan tak berdaya?.

Tetapi untunglah pasangan suami isteri ini tetap setia, teguh dan saling mendukung. Di sisa-sisa pengharapannya sang ibu sering mengulang doa yang mirip dengan doa Santa Perawan Maria, “Terjadilah padaku menurut  kehendakMu”

Rupanya doa ini sungguh “berkhasiat” bukan hanya untuk dirinya tetapi juga keluarganya suami dan terutama anak pertama dan kedua. Anak yang lahir tidak normal ini mempunyai bakat luar biasa, yang satu pintar melukis dan yang lain mahir main piano. Keajaiban mulai mengalir bagi keluarga ini di mana anak yang tidak normal ini mampu membantu roda keluarga itu lewat uang yang mereka  peroleh dari melukis dan main piano.

Dikuatkan dengan doa, “Terjadilah padaku menurut kehendakMu,” pasangan suami isteri ini memutuskan untuk mempunyai anak lagi.  Ajaib dan nyata, anak ke-empat dan kelima  lahir dengan sangat sehat. Kelurga ini diliputi suka cita yang dalam. Mereka sekarang mempunyai empat anak (sebenarnya lima, anak ketiga meninggal) dua normal dan dua tidak normal. Tetapi yang tidak normal itu telah memberi kontribusi yang sangat besar bagi keluarga dan bahkan mereka ikut membantu pendidikan  adiknya yang masih sekolah.

******

Saudara-saudari terkasih dan teman-teman sekalian. barangkali jawaban dari pertanyaan saya di atas terjawab dengan kisah indah ini. Namun yang terpenting bukanlah jawaban itu. Apalah arti sebuah jawaban kalau kita tidak mewujudkannya dalam hidup. Maka yang terutama ialah  menanamkan keyakinan bahwa Allah akan tetap peduli dengan bebanmu. Allah akan membantu memanggul salibmu.

Terjadilah padaku menurut kehendakMu, adalah doa pasrah sekaligus punya iman dan keyakinan bahwa Allah mampu mengubah kekecewaan kita menjadi  kegembiraan, tangisan kita menjadi tawa, air mata menjadi mata air, duka menjadi suka, rapuh menjadi kuat, sedih menjadi teguh…… Terjadilah padaku menurut kehendakMu memberi jawaban pasti  bahwa Allah kita adalah Allah yang maha kasih dan peduli. Semoga.


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here