Imam Baru KAS tentang Sejarah Panggilannya: Si Kertas Kusut (3)

0
944 views
ilustrasi (Ist)

Romo Markus “Nanung” Januharka Pr: Si Kertas Kusut

LALU pergilah aku ke rumah tukang periuk, dan kebetulan ia sedang bekerja dengan pelarikan. Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya.

“Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku, hai kaum Israel!” (Yeremia 18:3-6)

Tukang periuk? Seperti apakah itu? Bagi orang kota seperti aku ini, tukang periuk belum pernah kujumpai. Sulit membayangkannya, hanya menerka-nerka dari cerita orang tentang tukang periuk.

Baca juga:   Imam Baru KAS tentang Sejarah Panggilannya: Tak Berani Masuk, karena Miskin (2)

Pergi ke pusat kerajinan gerabah di Kasongan Bantul pun, tidak pernah kujumpai tukang periuk yang sedang bekerja. Namun ketika berkali-kali merenungkan perikop Kitab Yeremia ini, selalu aku menemukan persamaan yang mungkin ekuivalen atau mirip dengan bejana tanah liat dan tukang periuk ini.

Persamaan dan kemiripan yang dapat lebih mudah kukenali dan kumengerti karena lebih dekat dengan kehidupanku. Dalam peremunganku, bejana tanah liat dan tukang periuk pembuatnya, mungkin agak mirip dengan kertas dan penulis atau penggambarnya. Bila akulah bejana tanah liat itu, dan Tuhanlah Tukang Periuknya, maka akulah kertas itu, dan Tuhanlah Penulisnya, Penggambarnya.

Bagaikan disabdakan-Nya : “Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan-Ku”, maka bagaikan kertas di tangan penulis dan penggambarnya, demikianlah aku ini. Tuhanlah yang menulisi dan menggambari kertas diriku ini.

Namun sayangnya aku ini adalah seongok kertas yang kumal, kusut dan penuh sobekan serta tambalan di sana-sini. Kertas yang tidak putih mulus lagi. Hal ini karena bagaikan bejana tanah liat yang sering salah cetak sehingga harus diperbaiki atau dicetak ulang, aku adalah bagaikan selembar atau segulung kertas yang sering salah tulis, salah gambar. Kesalahan tulis dan kesalahan gambar itu, kemudian harus dihapus.

Ada kesalahan torehan tinta di  kertas diriku ini yang dapat dikatakan cukup tipis, mungkin baru berupa konsep dengan pensil biasa saja, sehingga cukup mudah dihapus. Namun juga ada banyak torehan tinta tebal, penuh warna-warni dan tergoreskan dengan dalam di atas kertas diriku ini. Tinta ini karena salah tulis, salah gambar, maka harus dihapus pula dengan susah payah. Menggunakan penghapus yang lunak kadang tidak mempan, maka harus menggunakan penghapus yang lebih keras, kasar dan mungkin tajam.

Tinta itu dihapus dengan hati-hati dan pelan-pelan, agar kertas diriku ini tidak terkoyak. Yang penting, kertas diriku ini masih bisa diselamatkan, masih bisa dipakai lagi untuk menulis dan menggambar tulisan dan gambar yang benar dan baik menurut pandangan-Nya. Namun sehati-hati dan sepelan-pelan apa pun cara menghapusnya, pasti tetap saja membuat kertas diriku ini menjadi kusut, penuh bekas kumal penghapusan. Pendek kata, tidak semulus dan seputih dulu lagi.

Siapakah penulis dan penggambar bodoh itu, yang melakukan banyak kesalahan penulisan dan penggambaran di atas kertas diriku ini ? Tak lain dan tak bukan, ia adalah diriku sendiri. Aku senang menuliskan kata-kata tidak bermutu tanpa makna di atas kertas diriku ini.

Aku juga senang menggambar suatu gambaran keliru, gambar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan ketepatannya, di atas kertas diriku ini. Pendek kata, aku menulisi dan menggambari sendiri kertas diriku ini sesuai keinginanku, dan tidak menyertakan Tuhan untuk kupersilahkan menulis dan menggambar di atas kertas diriku ini.

Aku menulis dan menggambar apa saja yang kusukai, dengan berbagai macam warna tinta. Ada tulisan dan gambar yang sungguh kubanggakan dan kusukai, sehingga kuperjelas lagi, kuhiasi, kutimpa lagi dengan berbagai warna tinta lain. Warna emas dan perak yang berkilauan, melambangkan keemasan dan kemilaunya kebangganku itu. Wah..bagian tulisan dan gambar seperti inilah yang kemudian sulit untuk dihapus sehingga meninggalkan bekas kusut bahkan koyak di kertas diriku ini.

Lama aku membanggakan tulisan dan gambar yang kutorehkan di atas kertas diriku ini. Hingga suatu saat seiring berjalannya waktu, aku merasa bahwa kebanggaan itu kemudian terasa kosong. Dahulu tulisan dan gambar itu ingin kucarikan pujian dari banyak orang, sekarang tidak, biasa saja.

Semuanya berawal dari ekaristi mingguan yang dengan tekun kuikuti. Ekaristi, yang di dalamnya firman Tuhan diperdengarkan dan dikupas sehingga memberi makna dan menyapaku. Sapaan Tuhan dalam Ekaristi, menyadarkan aku bahwa kertas diriku ini ternyata penuh tulisan dan gambar yang salah, kurang sesuai dengan kehendak Tuhan.

Akhirnya apa yang dialami St. Paulus, kini juga kualami dan mencerahkan aku: “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus”. (Fil 3:7-8).

Aku mengenal Kristus yang menyapaku untuk mengetahui bahwa semua kebanggan duniawi itu adalah kosong belaka. Kebanggaan yang sejati adalah ketika aku mengenal dan memperoleh kasih Kristus bagi diriku, untuk kemudian kubagikan kepada semakin banyak orang. Itulah tulisan dan gambar yang seharusnya tertoreh di kertas diriku ini, yaitu tulisan dan gambar tentang kasih Kristus yang mengagumkan.

Melalui ekaristi, aku diajak untuk merenungkan kasih Allah yang boleh kuterima melalui keluarga, sahabat dan semua orang yang peduli padaku. Aku semakin mengenal bahwa “Allah adalah kasih dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.” (1Yoh 4: 16b). Aku pun diajak untuk mengasihi semua orang dengan kasih dari Kristus yang tak pernah habis digali dan ditimba.

Dengan menapaki jalan panggilan imamat, melalui sakramen-sakramen Kristus yang kulayankan, cinta kasih Kristus itu semakin aku dan semua orang rasakan secara penuh. Maka bila dahulu aku hanya terlalu mementingkan kasih akan diriku sendiri, mencari pujian dan kepuasan diri saja, sekarang aku diajak untuk membagikan kasih Kristus dengan menjadi imam-Nya.

Lalu mulailah proses pendidikan sebagai calon imam kujalani, saat-saat aku menyediakan diri agar Allah berkenan menghapus segala tulisan dan gambar yang salah di atas kertas diriku ini. Ternyata kertas diriku ini sudah penuh dengan tulisan dan gambar yang salah itu. Namun Tuhan adalah Tuhan yang Perkasa, Ia mampu melakukan apa saja,  tiada suatu hal yang mustahil bagi-Nya. Pelan tapi pasti, aku mempersilahkan Tuhan berkarya di atas kertas diriku ini. Banyak hal yang Ia lakukan.

Mulai dari membentuk pondasi hiduppanggilan imamat yaitu mencintai doa dan Ekaristi, yang hari demi hari kugeluti dengan tekun. Kemudian dari semangat Ekaristi itu, mengalirlah kemauan untuk belajar, kerelaan untuk berbagi, kerendah hatian untuk melayani, dan masih banyak keutamaan lain lagi yang Tuhan ajarkan, tuliskan dan gambarkan di atas diriku ini.

Bertahun-tahun proses pendidikan calon imam ini kujalani dengan gembira.Artinya bahwa walau segala tulisan dan gambarku yang salah itu sedang dan telah Tuhan hapus, namun aku dikuatkan-Nya untuk menjalaninya tanpa mengeluh dan penuh kegembiraan. Walau sekarang kertas diriku ini menjadi semakin kumal, kusut dan tidak seputih bersih dahulu lagi, dalam kasih Tuhan aku tetap bersuka cita.

Entahlah, mungkin kini pendidikan sebagai calon imam dianggap sudah cukup. Artinya adalah bahwa kertas diriku yang kumal dan kusut ini, sudah memiliki banyak ruang kosong untuk mulai ditulisi dan digambari oleh Tuhan, yaitu tulisan dan gambar tentang kasih-Nya.

Melalui karya-karyaku kelak sebagai imam, kertas kumal kusut ini akan mulai ditulisi dan digambari oleh tangan Tuhan sendiri Sang Seniman Agung. Entahlah, mungkin esok tanganku mulai gatal lagi untuk mulai lagi menulisi dan menggambari kertas diriku ini, dengan apa yang kusukai. Tulisan dan gambar yang salah lagi, yang tidak sesuai dengan tulisan dan gambar kasih Tuhan.

Namun aku juga tetap percaya, selalu ada waktu, kesempatan dan cara bagi Tuhan untuk dengan sabar menghapus lagi coretan-coretan yang tidak perlu. Menghapusnya dengan kasih-Nya dan menulis serta menggambar lagi juga dengan sepenuh kasih di atas kertas diriku ini. Walaupun kumal dan kusut, kertas diriku ini kelak kuharap akan diperkenankan ikut bercerita dan menjadi saksi tentang kasih Tuhan yang kualami dan kubagikan kepada semakin banyak orang. Walaupun kumal dan kusut, kertas diriku ini kuyakin tetap berharga di mata Tuhan.

Aku bersyukur bahwa Ia masih berkenan mempergunakan aku, untuk menulisi dan menggambaritentang keindahan kasih-Nya.

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here