Film “Francesco”, Isu LGBT, dan Teologi Pembebasan (4)

0
641 views
Paus Fransiskus memeluk anak sakit yang mampu membetot atensi masyarakat internasional. (Ist)

HANYA mereka yang pernah hidup, tinggal, dan makan-minum di kawasan Amerika Latin, maka bisa merasakan denyut kencang aura besar pengaruh Teologi Pembebasan (Liberation Theology) dalam kiprah Gereja Katolik di sana.

Inilah sebuah aliran pemikiran teologi yang intinya mau mengatakan Gereja Katolik sama sekali tidak boleh diam dan hanya “berpangku tangan” serta hanya mementingkan selebrasi liturgikal seperti misa, ketika praktik-praktik ketidakadilan tengah menimpa manusia. Siapa pun mereka itu.

Apalagi, kalau praktik ketidakadilan itu menyasar kaum tertindas yang terpinggirkan secara sosial, ekonomi, budaya, dan kultur kematian.

Pemerintahan juncta militer di Amerika Latin

Suasana praktik ketidakadilan yang berujung pada kemiskinan absolut –tidak bisa makan-minum secukupnya—dan tidak punya sandang papan memadai ini telah menimpa banyak kaum papa di seluruh kawasan Amerika Latin.

Kondisi hidup kaum marjinal ini sangat terasa menyentuh hati semua imam Katolik, ketika negaranya masing-masing dalam cengkeraman juncta militer di puncak kekuasaan.

Dan itu terjadi dengan:

  • Jenderal Augusto Pinoceht yang berkuasa secara otoriter di Chile;
  • Jendeal Leopoldo Galtieri di Argentina;
  • Anastasio Somoza Debayle di Nicaragua;
  • Juan Francisco Velasco Alvarado di Peru;
  • Marcos Napolitano di Brazil.

Kondisi pemerintahan diktator militer ini tidak terjadi zaman “tempo doeloe”. Melainkan zaman sekarang. Tidak terlalu lama dari tahun 2020 ini. Karena rezim juncta militer ini masih bercokol di sejumlah kawasan Amerika Latin bahkan sampai tahun 1985.

Nah, ketika rakyat ditindas oleh pemerintahan militer yang sangat otoriter, maka refleksi teologis yang dikampanyekan oleh para teolog aliran Teologi Pembebasan mengajarkan satu hal. Gereja harus “bertindak”.

Iman bukan lagi hanya soal selebrasi (perayaan misa). Tapi sebuah praktik hidup sosial yang menghormati martabat dan nyawa manusia, berjuang untuk keadilan sosial, dan melawan kekuasaan semena-mena.

Paus Hitam vs. Paus Putih

Dalam konteks inilah, maka kemudian banyak pastor mulai memutuskan tinggalkan sementara “jubah”nya dan kemudian masuk ke kancah politik praktis. Dan kadang-kadang yang juga “masuk hutan”, bergabung dengan gerakan perlawanan guna menentang juncta militer dan –siapa tahu?— jangan-jangan juga malah angkat senjata.

Ingat bahwa dalam kilasan sejarah masa lampau ada ketegangan luar biasa di Vatikan, ketika Paus Johannes Paulus II sampai menegur keras Superior General Jesuit alm. Pater Pedro Arrupe SJ agar mau “menjinakkan” para pastornya di kawasan Amerika Latin yang gencar menganut aliran Teologi Pembebasan.

Puncak ketegangan itu terjadi ketika Paus Johannes Paulus II sampai mengangkat Pater Paolo Dezza sebagai caretaker pemimpin gubernasi SJ. Sementara, kalangan Generalat SJ lebih cenderung menyukai Giuseppe Pittau SJ sebagai penjabat sementara, ketika Pater Arrupe SJ terkena stroke.

Di sinilah lalu muncul istilah Paus Putih (Vatikan) vs. Paus Hitam (Jenderal Jesuit).

Sebutan ini hanya mengacu pada warna jubah putih yang selalu dikenakan oleh Paus dan jubah hitam –warna umum—yang biasa dipakai para imam di Eropa dan juga para Jesuit saking tidak punya “warna” dan bentuk jubah khusus.

Ingat juga bahwa Paus Fransiskus ini dulunya adalah Uskup Keuskupan Agung Buenos Aires yang bernama Kardinal Jorge Maria Bergoglio.

Ingat juga bahwa pada zamannya, Argentina pernah ada di bawah kekuasaan ketika Leopoldo Galtieri. Bahkan pemimpin juncta militer Argentina sampai berani menantang dan bermain api dengan The Iron Lady PM Inggris Margareth Thatcher. Maka muncullah krisis Falkands War atau Perang Malvinas menurut versi Argentina tahun 1982.

Isu relevan di Argentina

Film baru pemantik kontroversi ini punya nama Francesco. Digarap oleh sutradara Evgeny Afineevsky. Konon, sineas asal Rusia ini sudah sering menggarap film dengan tema-tema khusus seperti komunitas LBGT.

Nah, dalam konteks inilah, sejumlah omongan Paus Fransiskus menjadi relevan untuk “diarsipkan” dalam bentuk film.

Menariknya lagi, kali ini fokus pengarsipan Evgeny Afineevsky memusatkan pada Paus Fransiskus.

Kebetulan juga dia berasal dari Argentina, negara yang benar-benar mengalami penindasan brutal rezim militer dan tentu saja juga telah menyaksikan sendiri betapa kaum marjinal itu benar-benar butuh “pendampingan” dan belarasa (misericordia) dari lembaga yang mau menolongnya.

Di Argentina, dewa penolong itu tidak lain adalah Gereja Katolik. Dan di Ibukota Buenos Aires, maka harapan itu tercurahkan pada Kardinal Jorge Mario Bergoglio –seorang Jesuit, mantan Provinsial SJ Argentina dan kini menjadi Paus Fransiskus.

Siapa tahu pula, jangan-jangan pula Bergoglio alias Paus Fransiskus ini juga punya “kaitan sejarah” dengan Teologi Pembebasan. Setidaknya alam pikir teologisnya ke “arah itu”. Tentang hal ini, masih perlu kajian studi lebih intens lagi.

Fratelli Tutti

Namun, pengalaman seorang pastor Indonesia yang kini berada di Ibukota Lima di Peru, Amerika Latin, sungguh menarik disimak.

Namanya, Romo Michael Agung Christiputro O.Carm, seorang imam Ordo Karmelit alumnus Seminari Mertoyudan tahun masuk 1978.

Kini selain belajar bahasa Spanyol, dia berencana mendalami Teologi Pembebasan bersama Leonardo Boff, salah satu pencetus gagasan dan teologi sosial khas Amerika Latin. Ini dilakukan, setelah dia menyelesaikan master-nya di London.

Yang menarik, kata Romo Michael O.Carm ini, ensiklik Paus Fransiskus terbaru yang bertitel Fratelli Tutti itu pada naskah asli terbitan awalnya justru ditulis dalam bahasa Spanyol. Sekalipun judulnya tetap memakai rumusan bahasa Itali: Fratelli Tutti yang artinya “Kita Semua Bersaudara”.

Lalu, muncul pertanyaan menarik. Mengapa justru memakai bahasa Spanyol?

Menurut Romo Michael Agung, bisa jadi sengaja ditulis dalam “bahasa ibunya” Paus karena biar lebih nges. Meski berdarah Itali dari kedua orangtuanya, namun Paus Fransiskus lahir dan besar di Argentina dan sudah barang tentu “bahasa ibunya” adalah Spanyol dan baru kemudian Itali. Atau bisa juga sebaliknya.

Masih menurut Romo Agung, dipilih dalam bahasa Spanyol karena sejumlah sekretaris pribadi Paus juga berasal dari kawasan Amerika Latin. “Jadi lanyah (lancar) berbahasa Spanyol dan benar-benar paham alam pikir Paus dan konteks sosial yang terjadi di kawasan Amerika Tengah dan Selatan,” jawabnya menjawab Sesawi.Net hari Kamis (2/10/2020) menjelang tengah malam.

Dokumen Ensiklik Fratelli Tutti ini, kata Romo Michael Agung O.Carm, terkesan semakin menguatkan prinsip dan komitmen hidup Paus Fransiskus.

Yakni bahwa “Kita semua ini saudara. Berasal dari Tuhan yang sama dan menerima cinta ilahi yang sama pula. Maka tidak boleh ada di antara kita yang berhak menghakimi orang lain terutama kepada mereka yang tidak ‘biasa’ secara kodrati seperti kaum homoseksual,” ungkap Romo Michael Agung O.Carm.

Dari teman-teman imam Peru yang sempat mengakses film Francesco itu, demikian kesan Romo Michael ini, Francesco itu sebenarnya lebih merupakan video koleksi kotbah, pendapat, pidato Paus Fransiskus.

Dengan fokus paparan Paus bertema layanan terhadap kaum marjinal dewasa ini seperti imigran, masalah rasisme, pandemi, perubahan iklim, dan kelompok praktik laku homoseksual.

Dengan membaca konteksnya, maka Paus Fransiskus sama sekali tidak bicara tentang perkawinan antara sesama jenis. Lebih bicara tentang perlu adanya hukum sipil yang mengatur hak-hak sipil kaum LBGT sebagai warga negara.

Convivencia civil

Nah ini yang menarik, demikian kata Romo Michael Agung.

Omongan Paus itu dikatakan, ketika muncul pertanyaan dalam bahasa Spanyol yang kurang lebih begini: “Apakah seorang pelaku praktik homoseksual itu boleh membawa ‘anak-anaknya’ ke gereja?”

Tentu saja, yang dimaksud dengan anak-anak ini adalah bukan keturunan mereka hasil hubungan seksual. Melain anak-anak hasil adopsi atau apalah namanya.

Maka Paus Fransiskus menjawab dalam bahasa Spanyol kurang lebih begini:

“Orang-orang itu tetap punya hak di dalam keluarga. Mereka itu anak-anak Tuhan. Mereka juga berhak berkeluarga. Tidak boleh ada orang yang mengeluarkan orang homoseksual itu keluar dari lingkungan keluarganya. Orang-orang homo harus mendapatkan perlindungan pula dari hukum sipil.”

Teks bahasa Spanyolnya berbunyi demikian:

“Las personas homosexuales tienen derecho a estar en la familia, son hijos de Dios, tienem derecho a una familia. No se puede echar de la familia a nadie ni hacerle la vida imposible por eso. Lo que tenemos que hacer es una ley de convivencia civil, tienen derecho a estar cubiertos legalmente.”

Yang harus kita buat adalah sebuah hukum untuk hidup bersama secara sipil. (Bukan perkawinan sipil). Supaya mereka (orang-orang homoseksual yang hidup bersama) memiliki hak dilindungi oleh hukum.

Menentang perkawinan sejenis dalam hukum sipil

Paus sangat menentang perkawinan sesama sejenis dalam hukum sipil. Ini sudah terlihat sewaktu beliau masih menjadi Uskup Keuskupan Agung Buenos Aires.

“Beliau menentang hukum perkawinan antar sesama jenis secara sipil. Tetapi dia menyetujui hak perlindungan orang-orang homo seperti soal warisan atau kunjungan, sapaan di rumah sakit. Semua orang punya martabat yang  sama. Karena itu, kita harus menghormati keputusan apa pun dari para pelaku hubungan sejenis ini. Tetapi perkawinan pasangan sesama jenis secara Katolik tidak akan disetujui dan tegas ditolak,” kata Romo Michael Agung O.Carm.

Menarik sekali kata-kata Paus ini. Demikian kata Romo Karmelit Indonesia di Peru ini.

“Kita harus menemani mereka. Sama seperti Yesus. Ketika seseorang dengan kondisi ini datang kepada Yesus. Tuhan tidak menanggapi dengan berkata ‘Pergilah karena kamu homoseksual. Tidak.’ Tetapi marilah kita simak teks Spanyolnya yang berbunyi: Se debe acompañar a las personas que tiene esta condiciòn va ante Jesus, no le respondera: ‘¡Vete porque eres homosexual, no,” jelas Romo Agung O.Carm.

Berita soal itu sudah terlanjut viral dan banyak medsos mengharapkan klarifikasi dr Vatikan.

“Tetapi saya kok yakin, seperti biasanya, Paus tidak suka tampil sebagai ‘public figure’ untuk medsos. Maka juga tidak akan mudah menerima harapan klarifikasi itu.Tapi, baiknya kita tunggu saja,” ungkapnya mengakhiri pembicaraan dengan Sesawi.Net.

Dios El Senòr misericordioso y la Virgen Maria Madre del Carmen bendigan a todos nosotros.

Sub Tutela Matris.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here