PESTA budaya dan seni khas Dayak Taman ini berlangsung dalam perhelatan bernama Gawai Raa Lamba’ Lalo.
Menurut suku Dayak Taman, gawai ini merupakan pesta besar. Karena secara keseluruhan, prosesi adat gawai dilaksanakan secara lengkap untuk dilaksanakan. Atau lengkap terlaksanakan.
Uskup Keuskupan Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus merupakan saudara kehormatan dari kegiatan Gawai Raa Lamba’ Lalu suku Dayak Taman. Dengan kehadirannya dan selalu menjadi tokoh pantutan orang jujur yang rela dan serius bekerja untuk kepentingan banyak orang.
Keunikan
Salah satu keunikan dalam masyarakat Banuaka’ Taman adalah acara penghormatan terhadap leluhur yang telah meninggal dunia. Dilakukan dengan menggelar upacara adat yang disebut dengan gawai.
Upacara gawai mempunyai serangkaian proses yang panjang. Banyak sekali rangkaian acara kegiatan yang dilalui. Sampai pada hari pelaksanaan gawai. Bahkan setelah pelaksanaan gawai itu sendiri.
Hormat bakti kepada leluhur
Ambrosius Sadau SH, MSi adalah sosok keluarga yang mampu melaksanakan kegiatan tersebut. Ini dia lakukan sebagai bentuk niat mulianya untuk berbakti kepada para leluhur pendahulunya yakni kakek, nenek, orangtua, dan saudaranya.
Menurut Sadau, gawai diselenggarakan agar manusia bisa hidup dengan tenteram damai dan sejahtera. Juga agar dapat memperoleh rezeki yang layak.
Karena itu, kata dia, manusia harus bersedia menghargai dan menghormati Sang Pencipta, menghargai dan menghormati serta menjaga keserasian alam, juga para arwah leluhur.
Salah satu cara penghormatan kepada para Leluhur menurut adat-istiadat Banuaka’ Taman itu diwujudkan dalam bentuk upaya bentuk pesta adat gawai.
Terlaksana 27-28 Juni
Dalam pelaksanaannya, pesta Gawai Raa Lamba’ Lalo mengalami puncaknya tanggal 27-28 Juni 2022.
Uskup Keuskupan Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus yang menjadi Saudara sekaligus orangtua kehormatan bagi keluarga besar Ambrosius Sadau -promotor gawai tersebut- menyempatkan diri hadir dan terlibat dalam seluruh rangkain peristiwa budaya dan seni tradisi ini.
Selain Uskup Agustinus, hadir pula sebagai saudara kehormatan keluarga yakni Bupati Kabupaten Kapuas Hulu Fransiskus Diaan SH. Ia juga menjadi Saudara. Kepadanya juga diberikan gelar adat kehormatan Suku Dayak Taman.
Tiga urutan
Bagi Suku Dayak Taman, Gawai Raa’ Lamba Lalo sekaligus kegiatan pemberian gelar kepada para Saudara Kehormatan itu dilakukan dengan pemberian tanda nama. Di posisi urutan paling tinggi dari tiga urutan yakni:
- Kasta Samagat. Kepada mereka yang mendapat posisi ini akan diberlakukan lebih spesial dari kedua uturan di bawahnya yaitu:
- Kasta Pabiring (menegah).
- Kasta Banua (biasa).
Tamu lelaki dan perempuan
Perjalanan Uskup Agustinus menuju ke wilayah Kabupaten Kapuas Hulu terjadi kurun waktu tanggal 26-29 Juni 2022. Di antaranya, Uskup juga mengikuti acara penyambutan yang terjadi tanggal 27 Juni.
Ini hari khusus untuk penyambutan tamu kehormatan laki-laki. Kemudian disusul pada tanggal 28 Juni 2022 guna menyambut tamu perempuan yang sekaligus menjadi acara puncak pada ritual Gawai Raa Lamba’ Lalo.
Aso Tampir Baba” artinya hari kedatangan tamu laki-laki (27 Juni) dan acara puncak pada Gawai Raa Lamba’ Lalo (28 Juni) untuk Keluarga Besar W. Giling dan MT Samban.
Wisata budaya di Kapuas Hulu
Dalam kesempatan itu, Bupati Kabupaten Kapuas Hulu Fransiskus Diaan menyatakan bersedia membantu mengembangkan potensi wisata budaya gawai.
Menurut dia, wisata adat istiadat dan budaya menjadi sorotan publik. Kegiatan macam ini bisa saja menjadi potensi wisata budaya yang nantinya bisa semakin diminati para wisatawan; baik dari dalam negeri maupun wisatawan mancanegara.
Bersamaan dengan itu, Bupati Kabupaten Kapuas Hulu Fransiskus Diaan bersama Uskup Keuskupan Agung Pontianak Mgr. Agustinus Agus juga menghadiri gawai Raa Lamba’ Lalo yang diselenggarakan oleh keluarga besar almarhum W. Giling dan almarhum MT Samban.
Menurut suku Dayak Taman Desa, acara itu diadakan di Rumah Betang Dusun Bolong Ae’, Desa Ariung Mendalam, Kecamatan Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Ini merupakan sebuah adat yang tidak semua suku Dayak Taman bisa melakukannya.
Potensi budaya
Bupati Fransiskus Diaan mengungkapkan, potensi wisata ini sangat layak dan potensial untuk semakin dikembangkan demi objek pariwisata di Kabupaten Kapuas Hulu.
Karena untuk kegiatan seni dan budaya Gawai Raa Lamba’ Lalo ini saja, banyak pengunjung menyempatkan diri hadir. Melibatkan diri dan juga menyaksikan kegiatan Gawai Dayak dari Suku Dayak Taman.
“Kita melihat begitu banyak pengunjung hadir di sini. Baik itu wisatawan lokal, wisatawan Nusantara dan wisatawan mancanegara juga datang ke sini.
Karena mereka ingin melihat langsung bagaimana pelaksanaan Gawai Raa Lamba’ Lalo ini. Ini satu potensi yang bisa dikembangkan menjadi salah satu destinasi wisata di Kabupaten Kapuas Hulu,” ungkap Fransiskus Diaan kepada wartawan.
Bupati Kapuas Hulu menerangkan, Gawai Raa Lamba’ Lalo merupakan upacara adat menurut tata cara adat istiadat Suku Dayak Taman. Diadakan dengan tujuan memberi penghormatan kepada leluhur yang telah meninggal dunia agar mendapatkan kekekalan yang abadi.
Baru satu, belum yang lainnya
Selaku pelaku pemerintahan daerah, Bupati Fransiskus Diaan sangat mengapresiasi kegiatan tersebut.
Ini karena gawai ini merupakan salah satu kekayaan adat istiadat dan budaya Kabupaten Kapuas yang sungguh beragam.
“Ini baru dari salah satu suku Dayak saja yang ada di Kabupaten Kapuas Hulu. Padahal, masih banyak suku-suku Dayak lainnya di wilayah Kapuas Hulu ini. Seperti Dayak Iban, Dayak Kayan, Dayak Kantuk dan yang lainnya.
Masing-masing etnis ini memilik adat istiadat yang berbeda-beda, sehingga ini menjadi ini merupakan kekayaan budaya adat istiadat yang perlu dipertahankan, terus dilestarikan terutama bagi kaum muda kita,” kata Fransiskus Diaan, Selasa 28 Juni 2022.
Roh dan jiwa yang hidup
Dalam sambutannya, Uskup Agustinus menegaskan bahwa dalam setiap budaya ada unsur-unsur metafisika yang dilantunkan dengan simbol-simbol lokal. Karena hal itu menunjukkan eksistensi masyarakat yang tidak mampu hidup sendiri. Melainkan selalu ada-bersama orang lain.
Bagi Uskup Agustinus, kegiatan Gawai Raa Lamba’ Lalo tersebut adalah kegiatan sakral yang sekaligus reflektif. Artinya, kegiatan ini mengingatkan manusia untuk tidak melupakan siapa identitas dirinya.
Uskup Agustinus dalam sambutannya menganalogikan pengurbanan kerbau yang dilakukan hari itu adalah simbol pengurbanan manusia kepada Allah secara murni.
“Sama seperti tradisi kuno dalam Kitab Suci, dahulu para nabi juga mempersembahkan persembahan darah manusia sebagai simbol kesetiaan manusia pada Allah dan kecintaannya pada Allah.
Hal yang sama itu hari ini kita saksikan ada pengurbanan niat besar yang dilakukan keluarga dalam gawai ini.
Untuk melakukan wujud persembahan kurban terbaik bagi nenek moyang dan Allah yang mereka percaya dengan niat dan ketulusan hati keluarga,” kata Uskup Agustinus.
Metafora yang digunakan Uskup Agustinus mau menjelaskan dengan tegas, sedari dahulu tradisi menghormati nenek moyang -bahkan bersyukur dengan ‘Realitas Tertinggi’ (Allah)- selalu memiliki cara dan model unik.
Umumnya, orang yang mau mempersembahkan kurban adalah mereka yang berniat murni. Pastinya memiliki semangat berbagi, menyatukan keluarga, mengumpulkan dan mengingat kembali siapa asal-usul dari mereka.
Hal itulah yang kemudian Uskup Agustinus tinjau sebagai keberagaman budaya. Itu menjadi kekuatan dan cermin identitas asli dari diri manusia.
Oleh karenanya, kebudayaan haruslah selalu ditingkatkan. Juga harus selalu dikembangkan agar manusia semakin sadar akan kekayaan.
Juga kemegahan simbol akan realitas yang tertinggi dan kemuliaan Allah yang ditunjukkan lewat kebudayaan lokal.
Uskup Agustinus melihat kegiatan gawai yang dilakukan oleh Suku Dayak Taman tidak hanya tampak secara anggun dan mempersona.
Di balik itu Bapak Uskup melihat kegiatan ini ‘ada roh dan jiwa’-nya.
Menutup sambutannya, Uskup Agustinus mengungkapkan bahwa setiap unsur dari kebudayaan selalu memiliki kebaikan.
“Untuk itu, apa yang sudah kita miliki saat ini itulah yang terbaik dan haruslah kita kembangkan,” kata Uskup Agustinus.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari itu memiliki rangkaian acara:
- Dari penyambutan dengan sampan hias menuju Rumah Betang.
- Kemudian mengelilingi pandung (kayu yang menjadi pagar) dua kerbau (jantan dan betina).
- Memotong kayu oleh tamu yang akan masuk ke Rumah Betang.
Selanjutnya, di hari kedua dimulai dengan menabur bunga di makam leluhur, perjalanan melewati sungai menggunakan perahu hias, mengelilingi pandung dan penombakan hewan persembahan, pemotongan umpang, acara adat pasiap dan acara adat mambaris, acara adat siamasan, dan acara adat terakhir pemotongan pandung.