Rabu, 17 Agustus 2022
Hari Raya Kemerdekaan Republik Indonesia
- Sir. 10:1-8.
- Mzm. 101:1a,2ac, 3a,6-7.
- 1Ptr. 2:13-17.
- Mat. 22:15-21.
PROKLAMATOR kita, Bung Karno pernah mengatakan bahwa negara ini bukan milik suatu golongan, sas, suku, agama, atau pun kelompok. Tetapi, negara ini adalah milik kita Bersama Bangsa Indonesia.
Mencermati apa yang dikatakan Bung Karno, menunjukkan bahwa sejak awal kemerdekaan ini memang diperoleh dengan berjuang bersama-sama tanpa ada perbedaan.
Karena itu, kita harus menjaga dan membangunnya juga secara bersama-sama pula.
Bekerja dalam kebersamaan harus ditanamkan dalam hati sanubari dan dijadikan semboyan dalam memotivasi masyarakat untuk bekerja.
Kita harus menghindari rasa curiga yang berlebihan, baik individu maupun kelompok yang dapat merusak jalinan persaudaraan.
“Saya masih ingat waktu kecil di kampungku, setiap tujuh belasan, ada syukuran di kelurahan,” kata seorang bapak.
“Suasana begitu guyub, seakan perayaan tujuh belasan menjadi nadi kehidupan seluruh warga desa,” lanjutnya.
“Bahkan selama berbulan-bulan anak-anak muda, mempersiapkan pementasan ketoprak, yang dipentaskan pada saat malam Minggu setelah tujuh belasan,” ujarnya.
“Pentas ini akan menarik perhatian seluruh warga bahkan dari desa-desa sekitarnya, mereka datang menyaksikan,” sambungnya.
“Sedangkan anak-anak kecil akan diadakan berbagai lomba dan permainan dengan disediakan hadiah, buku dan peralatan sekolah,” jelasnya.
“Rangakaian acara tujuh belasan itu akan dipuncaki dengan karnaval keliling jalan-jalan desa yang dikoordinasi oleh kelurahan dengan melibatkan hampir seluruh perwakilan warga desa dengan sepeda yang dihiasi, juga kendaraan lainnya,” sambungnya.
“Kemeriahan tujuhbelasan menjadi ungkapan syukur atas kemerdekaan, atas tanah air, atas jasa para pahlawan, atas kehidupan yang baik, rukun, dan penuh berkat,” lanjutnya.
“Rangkaian kegiatan tujuhbelasan juga menjadi bukti bahwa kemerdekaan telah memberi jalan untuk membangun bangsa sendiri. Pembangunan bukan hanya aspek fisiknya, tetapi juga aspek moralitas,” tegasnya.
“Kecintaan pada negara dan bangsa itu adalah panggilan jiwa kita semua,” ujarnya.
“Perayaan tujuhbelasan menjadi kesempatan untuk mengingat dan merenungkan sumbangsih kita sebagai warga negara,” lanjutnya.
Dalam Injil hari ini kita dengar demikian,
“Tunjukkanlah kepada-Ku suatu dinar; gambar dan tulisan siapakah ada padanya?”
Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.”
Lalu kata Yesus kepada mereka: “Kalau begitu berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!”
Mgr. Soegijapranata menegaskan: “Jika kita sungguh-sungguh Katolik sejati, kita sekaligus patriot sejati.
Karenanya, kita merasa bahwa kita 100% patriot, justru karena kita adalah 100% Katolik.
Lagi pula, bukankah menurut perintah ke-4 dari Sepuluh Perintah Allah –sebagaimana ada dalam Katekismus– kita wajib mencintai Gereja kudus, juga kita wajib mencintai Negara, dengan seluruh hati kita.”
Berikanlah kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar, dan berikanlah kepada Allah apa yang menjadi hak Allah.
Apapun tugas dan panggilan kita, selalu ada tanggung jawab di pundak kita untuk mengabdi dengan setia kepada Allah dan sesama di negeri kita ini.
Bagaimana dengan diriku?
“Apa yang telah saya berikan dengan penuh kesadaran dan cinta kepada negara ini?,”