Pijar Vatikan II: In Memoriam Prof. Dr. JB Sumarlin, Garam yang Asin dan Terang yang Bersinar (34A)

0
682 views
In Memoriam Prof. Dr. JB Sumarlin, Garam yang Asin dan Terang yang Bersinar (34A)

SEPEKAN sudah, Prof. Dr. JB Sumarlin, salah satu putera terbaik bangsa ini, meninggalkan kita. Sepekan sudah salah satu putera terbaik Gereja Katolik ini, menghadap Tuhan. Lagi-lagi, kita mesti kembali menundukkan kepala dan berduka.

Satu per satu tokoh Katolik “generasi emas” yang lahir di sekitar Soempah Pemoeda 1928 (meminjam istilah Romo Mangun) pergi dari panggung sejarah.

Para putera “generasi emas” Gereja, seperti WRSupratman, L. Manik, Cornel Simanjuntak, Mgr. Soegijapranata SJ, IJ Kasimo, dan adik generasi mereka seperti Frans Seda, Romo JB Mangunwijaya, dan JB Sumarlin ini, kini tinggal kenangan.

Sepekan yang lalu, pada hari Kamis 6 Februari 2020, Pak Marlin, begitu tokoh bangsa ini akrab dipanggil, meninggal dunia di Rumah Sakit Carolus Jakarta pada pukul 14.15. Almarhum wafat pada usia 87 tahun, setelah lima hari dirawat karena beberapa komplikasi penyakit di usia sepuh

Mendiang JB Sumarlin meninggalkan lima anak dan enam cucu. Isteri almarhum  Ny. Theresia Yostiana Sudarmi, sudah dipanggil Tuhan terlebih dahulu. Ibu Sumarlin meninggal pada  tanggal 6 April 2017, dalam usia 81 tahun.

Sesudah ibadah pelepasan di Gereja Katedral serta upacara pelepasan di Kementerian Keuangan, jenazah Pak Marlin dimakamkan di San Diego Hill, pada hari Senin 10 Februari 2020. Beliau dimakamkan di samping pusara isterinya tercinta.

Laksana lampu di dalam gulita

Sehari menjelang pemakaman BaPak JB Sumarlin, Gereja Katolik seluruh dunia merayakan Misa Hari Minggu biasa yang ke-5. Sebelum Injil dibacakan, umat mendaraskan Mazmur 112:4 yang bunyinya: “Bagi orang benar Tuhan bercahaya laksana lampu di dalam gulita

Sesudah Bacaan Kedua dari Surat Rasul Paulus kepada Umat di Korintus (1 Kor 2:1-5), Injil Matius (5:13-16)diwartakan sebagai berikut. Begini bunyinya:

Dalam khotbah di bukit, Yesus bersabda kepada murid-muridNya, “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan aPakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.”

Saat Mazmur didaraskan dan Injil dibacakan pada hari Minggu, 9 Februari 2020 itu, jenazah Pak Marlin masih terbaring dalam peti berwarna putih di rumah duka MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, lantai 36.

Sebagai umat Katolik yang baik, selama ini Pak Marlin hampir tidak pernah absen mengikuti misa hari Minggu.

Seorang teman sering melihat Pak Marlin duduk di bangku yang sama setiap misa di gereja Blok B Kebayoran Baru. Hari Minggu kemarin, Pak Marlin dari peti putihnya, pasti juga “hadir” mengikuti “misa” dan “mendengar” sabda Tuhan tentang garam dan terang dunia itu.

Di Rumah Duka Siloam, para hadirin pun langsung merasakan bacaan Misa Minggu ini rasanya “pas benar” serta “benar-benar pas” menggambarkan siapa seorang JB Sumarlin. Sesungguhnyalah, Pak Marlin sepanjang hidupnya sudah menjadi garam yang sungguh asin dan terang yang sungguh benderang sinarnya.

Seperti kata Pemazmur, Pak Marlin mampu memberi kesaksian hidup yang begitu bermutu tinggi, pasti karena ia telah menjadi umat beriman dan orang Katolik yang benar, sebab: “Bagi orang benar Tuhan bercahaya laksana lampu di dalam gulita”.

Menjadi garam dan terang

Dalam studi Kitab Suci, teks “garam dan terang dunia” menjadi salah satu “teks favorit” untuk ditelaah. Pada umumnya disepakati, bahwa konteks “garam dan terang” adalah “proklamasi publik” Yesus tentang Kerajaan Allah.

Karena sifatnya publik, Yesus perlu menyerukan (bahasa Jawa: ngepyakaké) Kerajaan Allah sebagai inti pewartaan-Nya di panggung publik yaitu di atas bukit, bukan dalam obrolan internal bersama teman-teman di ruang privat. 

Dalam “pidato” di atas bukit itu, Yesus juga menyampaikan  “Sabda Bahagia” kepada para muridnya. Sabda Bahagia itu prasyarat masuk ke dalam kerajaanNya.

Pada kotbah di atas bukit inilah, Yesus menyampaikan “tupoksi” (tugas pokok dan fungsi) para murid Kristus, yait: menjadi garam dan terang dunia.

Menjadi garam dan terang itu bukan sekedar perumpaan: “kamu itu seperti garam dan terang loh!” Bukan. 

Menjadi garam dan terang juga bukan sekedar imbauan, tetapi kewajiban dasar, kewajiban pokok semua orang yang mengaku menjadi murid Kristus.

Hakikat garam itu ya asin. Hakikat terang itu ya menyinari. Hakikat murid Kristus itu ya mengasinkan dan menerangi. Kalau tidak mengasinkan dan menerangi, berarti secara hakiki ia bukan garam dan bukan terang. Berarti pula ia bukan murid Kristus.

Dekrit tentang Kerasulan Awam

Tidak mengherankan, kalau para Bapak Konsili yang hadir pada Muktamar Agung Konsili Vatikan II, juga mengingat sabda Yesus tentang garam dan terang ini, ketika merumuskan Dekrit tentang Kerasulan Awam “Apostolicam Actuositatem” (AA).

Para Bapak Konsili dalam “Dekrit” atau seruan agung tentang awam Katolik, tidak segan-segan mengakui bahwa misi utama Gereja mewartakan Kerajaan Allah di dunia ini, mustahil tercapai tanpa keikutsertaan awam.

Konsili Vatikan II, melalui Dekrit Apostolicam Actuositatem ini, tak hanya berseru agar para awam harus ikut serta mewartakan Injil di dunia yang makin sekuler ini, tetapi juga mengakui bahwa di dunia nyata, peran awam jauh lebih jelas dan lebih menuntut dalam merasul.

Para awam lebih nyata “berjuang” mewartakan Injil di lingkungan hidup dan lingkungan kerjanya di tengah masyarakat luas.

Bagi kaum awam terbukalah amat banyak kesempatan untuk melaksanakan kerasulan pewartaan Injil dan pengudusan. Kesaksian hidup kristiani sendiri beserta amal baik yang dijalankan dengan semangat adikodrati, mempunyai daya-kekuatan untuk menarik orang-orang kepada iman dan kepada Allah. Sebab Tuhan bersabda: “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu di sorga” (Mat 5:16)” – AA 3.

Pada hemat saya, JB Sumarlin sudah menjadi “pijar” seruan Vatikan II itu dalam melaksanakan amanah Tuhan mewartakan Kabar Baik kepada dunia. Pak Marlin sudah menghidupi dengan baik janji baptisnya menjadi garam dan terang yang bersinar di negeri ini.

Mengapa JB Sumarlin menjadi tokoh bangsa yang besar dan tokoh Katolik teladan?

Menurut pelbagai disiplin ilmu, kebesaran seseorang sebenarnya bisa diukur. Kualitasnya juga bisa ditentukan dengan pelbagai metode penelitian.

Menjalankan amanah

Yang pasti, kebesaran seseorang bukan hanya diukur dari “kesibukan” dan jabatan yang pernah diembannya, melainkan bagaimana “amanah” itu dijalankan.

Seperti sudah selalu kita saksikan, yang namanya jabatan, kursi, dan kekuasaan itu ternyata bisa “dijual”, bisa “dibeli”, bisa “dinegosiasikan”, bisa “dikompromikan” dan terlalu sering bisa “disalahgunakan”.

Pak Marlin menjadi tokoh besar, karena semua tugas, pekerjaan dan jabatan yang pernah diterimanya, telah dijalankan dengan baik, benar, jujur, tekun, setia, kompeten, penuh tanggungjawab dan integritas yang tinggi.

Ketika menjadi Menteri PAN (Penertiban Aparatur Negara), dia ada di garda depan dalam memberantas “pungli” (pungutan liar). Dalam perumpamaan Injil: ia sudah menjadi hamba yang baik dan setia.

Ketika para baPak Konsili Vatikan II berseru: “Para awam – melalui bermacam-macam bentuk dan cara dalam satu kerasulan Gereja, yang tiada hentinya harus disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan zaman yang baru, – membawakan diri sebagai rekan-rekan sekerjaNya, selalu giat dalam karya Tuhan (lih. 1Kor 15:58)” – (AA 33).

Sesungguhnyalah, JB Sumarlin sudah melaksanakan seruan itu dengan sangat baik. Dalam kesaksian hidup seorang JB Sumarlin, amanah menjadi garam dan terang yang diserukan Dekrit Apostolicam Actuositatem itu, telah nyata, hadir, dan berpijar.

Dalam terang AA 33, JB Sumarlin sudah menjadi awam teladan, karena dalam hidupnya, ia sudah menjadi rekan kerja Tuhan melaksanakan karyaNya dengan sangat baik. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here