Tibo-tibo mawi… (Tiba-tiba saja)
Anga linon ne mali… (Jika gempanya kuat)
Uwek suruik sahuli… (Disusul air yang surut)
Maheya mihawali… (Segeralah cari)
Fano me singa tenggi… (Tempat kamu yang lebih tinggi)
Ede smong kahanne… (Itulah smong namanya)
“Smong…smong…ada smong ayo lari ke bukit! Cari perlindungan yang aman!
Itulah teriakan pemuda desa saling bersautan sambil berlari mengajak semua orang menyelamatkan diri dari bencana tzunami yang terjadi tahun 2004 di Pulau Simeulue.
Data Departemen Sosial pada Januari 2005, korban tewas di Aceh dan Sumatera Utara mencapai 105.262 orang.
Dari kejadian gempa dan tsunami itu, sekitar 500-ribu jiwa melayang di seluruh dunia yang berbatasan dengan Samudra Hindia.
Yang aneh dan mengherankan di Pulau Simeulue yang dikepung oleh laut berjarak 150 km dari lepas pantai barat Aceh hanya ada 6 korban meninggal dunia!!
Semua itu karena smong “tanda alami” sirine alamiah dari mulut ke mulut yang diteriakkan warga bersaut-sautan agar menyelamatkan diri.
Smong diwariskan dari generasi ke generasi.
Syair di atas adalah sepenggal budaya tutur yang turun temurun diajarkan kepada semua orang untuk mengingatkan tragedi tsunami seabad yang lalu.
Tahun 1907 telah terjadi tragedi tsunami yang meluluh-lantakkan seluruh desa. Mereka diberi tanda, jika terjadi smong yakni, gempa kuat disertai air pantai surut, segeralah lari ke tempat tinggi.
Tanda lain adalah jika kerbau-kerbau yang di pantai berlarian ke gunung, itu isyarat smong datang. 26 Desember 2004 terjadi smong. Dengan tanda itu mereka banyak diselamatkan.
Kaum Farisi mencobai Yesus dengan meminta tanda dari surga. Mereka ingin ada bukti bahwa Yesus datang dari surga.
Ketika Yesus berkata, “Genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya”, mereka meminta tanda bahwa Ia datang dari Allah untuk menggenapi firman Allah. Yesus kecewa terhadap mereka. “Kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberikan tanda”.
Mungkin kita ingat akan salah satu muridNya yakni Tomas. Tomas tidak akan percaya kalau dia tidak melihat sendiri tanda bekas luka di tubuh Yesus.
Iman itu adalah penyerahan total kepada Allah. Semacam ketaatan tanpa batas hanya kepada Allah. Kesetiaan Allah itu saja sudah merupakan tanda. Kita tak perlu menyangsikan Allah. Kalau Allah saja kita sangsikan, lalu kepada siapa kita percaya? Orang-orang Farisi yang minta tanda itu justru menunjukkan ketidakpercayaan mereka kepada Yesus.
Duduk manis di pinggir jalan. Menunggu taxi yang akan lewat.
Kalau kita sungguh beriman. Takkan ragu Tuhan memberi rahmat.
Berkah Dalem,