Kiong Koe Berkicau: Aku Tidak Seperti Dia Ini

0
208 views
Orang Farisi

Luk 18:9-14

BANYAK orang yang rajin sekali berdoa, pergi ke gereja, ke persekutuan doa, persekutuan karya, ikut seminar hidup rohani, ikut retret dan rekoleksi, bahkan mengikuti kursus Kitab Suci.

Pasti ada tujuan dan motivasi yang mendorong mereka untuk rela mengikuti hal hal tersebut.

Dari sudut pandang rohani bisa dikatakan kepentingan dan motivasinya adalah bahwa mereka melakukan hal tersebut sebagai upaya untuk menjadi manusia yang lebih rohani.

Di mana hal tersebut menjadi kewajiban dan tuntutan bagi yang ingin hidup senapas dengan kehendak Tuhan.

Menurut Rasul Paulus, orang rohani itu, mempunyai buah yang mengandung nilai nilai “Kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri.” Gal 5:22-23.

Pada Injil harian hari ini, Tuhan Yesus memberikan contoh dua tipe orang rohani.

Orang rohani pertama diwakili orang Farisi. Orang ini sudah mengikuti semua kegiatan-kegiatan yang mendukung hidup rohaninya. Secara logika dia sudah semestinya lebih ahli karena telah mengikuti semua kegiatan rohani seperti yang sudah terdaftar di bagian pengantar di atas.

Hebat dong dia kalau begitu. Tunggu dulu, jangan keburu dipuji.

Mari kita lihat bagaimana dengan hasil buah rohaninya. Adakah buah rohaninya mengandung nilai sebagaimana yang sudah diucapkan oleh Rasul Paulus?

Kalau pun buah rohaninya tidak banyak, paling tidak ada salah satu nilai saja dari yang Rasul Paulus katakan. Adakah itu? Oh, tidak ada.

Mengapa dia yang sudah aktif mengikuti kegiatan rohani tidak menghasilkan buah rohani tersebut? Bukankah dia sudah aktif dalam mengikuti semua kegiatan hidup rohani? Ya memang dia aktif di situ, tetapi buah rohaninya tidak menukik ke atas.

Buah dari keikutsertaannya dalam kegiatan rohani malah mengubah wataknya menjadi sombong. Merasa dirinya sudah sempurna. Setiap kali dia datang berdoa ke gereja, hati, pikiran dan matanya bukan mengarah pada Tuhan, tetapi mengarah ke kiri dan ke kanan, pada orang-orang di sekitarnya.

Yang dia pikirkan dan yang dia lihat ke kiri-kanan, semua hanyalah tentang kekurangan orang lain.

Dia ini tidak memikirkan hidupnya dengan Tuhan, tetapi sibuk memikirkan kelemahan orang lain. Bila pulang ke rumah ketemu tetangga pun dan mengobrol di group Facebook, Instragram, WhatsApp, dan messanger bukan nama Tuhan yang mereka bicarakan, tetapi membicarakan nama-nama orang yang mereka benci.

Bahkan di masa Pra Paskah pun, tetap saja dia gemar menceriterakan kekurangan orang lain. Tuhan pasti melihatnya, kasihan sekali. Namun, wataknya begitu ya….gimana?

Kedua, diwakili oleh pemungut cukai. Dia ini, orang berdosa. Dia datang ke gereja memilih duduk di pojok belakang sekali. Kerendahan hati yang dia miliki menyadarkan adanya rasa bersalah, rasa berdosa, hingga matanya tidak berani menoleh ke kiri dan ke kanan.

Bahkan matanya, tidak mampu melihat ke tabernakel. Apa lagi melihat ke atas. Dia hanya fokus melihat kerapuhan dirinya sendiri di hadapan Tuhan.

Semua bentuk ketidakpantasan manusiawinya diungkapkan di hadapan Tuhan, dia pukul tubuhnya sebagai tanda penyesalan.

Dengan tubuh gemetar, air mata penyesalan dan bibir kering dia berkata, “Tuhan, aku tidak pantas mendekati-Mu, Tuhan, kasihanilah aku orang berdosa ini”.

Melihat sikap rohani dan doanya seperti itu, justru membuat hati Tuhan tersentuh. Tuhan Allah nampak sebagai Bapa yang merangkul tubuhnya yang rapuh dan lemah itu, sambil berkata, Aku mengasihimu.

Buah rohani dari doanya ini mendapat perkenan dan kasih sebagai orang yang dibenarkan oleh Allah. Betul kata Rasul Paulus, “Kasih melupakan segalanya”.

Renungan: Apakah hidup doaku sudah berbuah rohani?

Tuhan memberkati.

Apau Kayan, 21.3.2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here