Papua – Mengenang Para Imam yang Berkarya di Papua dan Kini Sudah Meninggal (2)

0
570 views
Tiga imam asli Papua yang telah meninggal dunia dalam usia relatif muda di usia produktif. Ki-ka: Almarhum Romo Neles Tebay, alm. Romo Jack Mote, dan Romo Nato Gobai. (Ist)

TANGGAL 19 Januari 2023, secara tidak sengaja saya sempat ngobrol di telepon selama lebih dari 20 menit dengan Mgr. Yanuarius Matopai You yang akan ditahbiskan sebagai uskup di Gereja Katedral Kristus Raja Jayapura, 2 Februari 2023 mendatang.

Mgr. Yan You rupanya masih ingat saya pernah menjadi teman kuliah almarhum Romo Neles Tebay di (EAPI) Manila dan kami sempat berjumpa dalam kegiatan Unio Indonesia. Jadilah kami mengenang para imam asli Papua yang sudah mendahului kita.

Kami merasa sangat kehilangan atas meninggalnya para imam asli Papua tersebut. Mereka meninggal rata-rata masih dalam usia “muda” pada usia sangat produktif. Mereka yang kini sudah almarhum itu adalah Romo Neles Tebay, Romo Jack Mote, dan Romo Nato Gobai – ketiga imam diosesan lokal.    

Sosok almarhum Romo Neles Tebay

Romo Neles Tebay Kebadabi (13 Februari 1964 – 14 April 2019) adalah kakak kelas saya di EAPI Manila dan merupakan salah satu romo yang diharapkan akan berperan banyak untuk Papua.

Almarhum Romo Neles seorang imam yang cerdas dan bersemangat. Ia pernah menjadi wartawan Tifa Irian (1984-1994) dan The Jakarta Post (1998-2000); sering menulis di berbagai media seperti Kompas dan media lainnya. Ia juga sempat menjadi Ketua STFT Fajar Timur di Abepura.

Romo Neles dilahirkan di Goodide, Kabupaten Dogiai 13 Februari 1964. Ia menerima Sakramen Imamat dan ditahbiskan menjadi imam tanggal 28 Juni 1992 di Timipotukebo, Paroki Waghete. Sakramen imamatnya diterimakan oleh Uskup Keuskupan Jayapura waktu itu: Mgr. Herman FM Munninghoff OFM.

Baca juga: In Memoriam Pastor Neles Tebay, Imam Asli Papua yang Produktif

Ia lulus MA dari EAPI di Manila, MA Teologi dari Australia, dan doktor teologi dari Universitas Kepausan Urbaniana di Roma.

Nama adat “Kebadabi” artinya pembuka jalan. Romo Neles memang pandai membuka jalan; termasuk dalam berbagai perjuangannya untuk Papua.

Tugas utama Romo Neles adalah mengajar di STFT Fajar Timur di Abepura. Ia juga aktif menulis dalam berbagai media dunia dan sering diminta berceramah mengenai situasi di Papua dalam berbagai forum internasional.

Ia adalah koordinator Jaringan Damai Papua (JDP) yang didirikan untuk menjembatani dialog untuk masalah HAM, keadilan, perdamaian, dan politik di Papua. Romo Neles mengusulkan Dialog Papua di semua sektor kehidupan.

Sekarang JDP dipimpin Romo John Bunai.

Romo Neles meninggal dunia mendadak dalam usia yang relatif masih muda dan dimakamkan di komplek STFT Fajar Timur di Abepura. Sebenarnya banyak orang pernah berharap bahwa Romo Neles suatu saat akan terpilih menjadi salah satu  uskup di Papua.

Romo Neles meninggal di RS Carolus di Jakarta 14 April 2019 dalam usia 55 tahun.

Sosok almarhum Romo Jack Mote

Saya mengenal Romo Jakobus Mote (15 Maret 1952 – 27 Maret 2011) dalam kegiatan Unio Indonesia.

Romo Jack lahir di Desa Wakeitei yang menjadi tempat peradaban Papua pegunungan yang mencakup wilayah tulang punggung Pulau Papua.

Romo Jack menerima Sakramen Imamat dan ditahbiskan menjadi imam tanggal 7 Juni 1981 di Waena Jayapura. Ia bertugas pastoral di berbagai paroki dan sempat menjadi Wakil Uskup Jayapura.

Tahun 1998-2000, Romo Jack mengikuti studi lanjut pastoral di EAPI Manila. Ketika Keuskupan Timika dimekarkan tahun 2003 Romo Jack pernah diangkat sebagai Wakil Uskup Timika.

Saat Munas Unio Indonesia di Wisma Salam tahun 1992, Romo Jack Mote pernah mengatakan kepada saya berikut ini.

Kata almarhum saat itu, rakyat Papua sekali waktu  akan “mengemis” di tanah leluhur mereka sendiri yang telah dibeli paksa dengan harga sangat murah. Dengan berbagai alasan; antara lain untuk transmigrasi.

Lalu, tambah dia, ada banyak kasus ketidakadilan terjadi di tanah Papua. Namun orang Papua terbukti cukup kuat menghadapi berbagai ketidakadilan tersebut.

Tanggal 24 Desember 2001, Romo Jack Mote dalam kotbah misa malam Natal di Gereja Santo Petrus Argapura Jayapura minta umat terus menjaga perdamaian di tanah Papua; di dalam hidup sosial sehari-hari; antara sesama orang asli Papua maupun dengan pendatang.

Romo Jack juga mengajak umat berdoa agar kematian Ketua Presidium Dewan Papua Theys Hiyo Eluay. Romo Jack sempat sakit agak lama, sebelum akhirnya meninggal dunia 27 Maret 2011 dalam usia 59 tahun.

Sosok almarhum Romo Nato Gobai

Saya mengenal Romo Nato Gobai, karena almarhum pernah kuliah di Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan selama beberapa tahun pada awal tahun 1980.

Saat itu, STFT Fajar Timur belum mempunyai program sampai sarjana, melainkan hanya sampai sarjana muda. Maka, beberapa calon imam dari Papua dikirim ke Bandung atau Yogyakarta untuk menyelesaikan studi sampai tingkat sarjana.

Saya sempat tinggal serumah dengan Fr. Nato Gobai di Seminari Tinggi St. Petrus Paulus Bandung tahun 1982-1987.

Saat itu, saya juga serumah dengan Romo John Kandam yang sekarang menjadi Vikjen Uskup Agung Merauke, Romo John Fatem dari Keuskupan Sorong yang sudah almarhum, Fr. Bernard Nafurbenan yang sekarang menjadi diakon di Keuskupan Sorong, dan Fr. Metodius Mamapuku dari Keuskupan Jayapura yang tidak menjadi imam.  

Romo Nato Gobay (30 Maret 1953 – 1 Februari 2015) lahir di Dusun Woubutu di Enarotali Paniai. Ia ditahbiskan 19 Juli 1988 di Paroki Santo Yusuf Enarotali tepat pada peringatan 50 tahun Gereja Katolik masuk di Paniai.

Para imam dan uskup yang berkarya pastoral di Papua dan kini sudah meninggal dunia. (Ist)

Saya masih ingat penampilan dan suaranya yang mantap dan berwibawa. Badannya besar dan gagah. Ia pernah menjabat Ketua Komisi HAM Keuskupan Timika dan Wakil Uskup Timika. Ia juga menerima penghargaan Yap Thiam Hien sebagai penghargaan atas penegakan HAM di Papua.

Romo Nato mendorong anak-anak Amungme akan pentingnya pendidikan. Ia aktif mencanangkan gerakan pemberantasan miras dan perang melawan HIV/AIDS, membangun SMP di Timika; mendorong umat menjual sayur ke Freeport dan punya tabungan di bank; keras mengritik penembakan warga sipil dan kekerasan di Biak.

Ia juga mendorong dibentuknya Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme (LEMASA) Timika.

Kata Romo Neles Tebay kepada Pak Frans Borgias, dosen Fakultas Filsafat Unpar, Romo Nato itu mendorong orang Papua untuk berani dengan lantang mengatakan,” We are the people. We are on our own land.

Romo Nato Gobay meninggal dunia secara mendadak pada tanggal 1 Februari 2015. Tak lama usai dia memimpin misa di Paroki Kristus Raja di Nabire. Romo Nato Gobay meninggal dunia dalam usia 61 tahun.

Berjuang untuk kemajuan Papua

Mengenang Papua adalah juga mengenang bahwa cukup banyak imam yang aktif berjuang untuk kemajuan Papua sudah meninggalkan kita.

Tahun 2019, selain Romo Neles Tebay meninggal 14 April 2019 dalam usia 55 tahun masih ada seorang uskup dan tiga imam lainnya yang meninggal.

  • Romo Michael Tekege meninggal tanggal 22 Mei 2019 dalam usia 52 tahun.
  • Uskup Keuskupan Timika Mgr. John Saklil meninggal dunia 3 Agustus 2019 dalam usia 59 tahun.
  • Romo Yulianus Mote meninggal 4 Agustus 2019 dalam usia 52 tahun.
  • Romo Izak Resubun MSC meninggal dunia 8 Agustus 2019 dalam usia 66 tahun.

Kejadian berturut-turut tersebut tentu sungguh menyedihkan hati siapa pun yang mempunyai hati untuk Papua. Kehilangan empat imam juga sangat terasa bagi STFT Fajar Timur, karena keempat imam yang meninggal tahun 2019 juga adalah dosen di STFT Fajar Timur.

Sosok almarhum Mgr. John Philip Saklil

Saat ini, pemilihan uskup untuk Keuskupan Timika masih dalam proses pasca Mgr. John Philip Saklil meninggal dunia tahun 2019.

Almarhum Mgr. John Saklil adalah imam kelahiran Papua.

Uskup Keuskupan Timika Mgr. John Philip Gaiyabi Saklil (20 Maret 1960 – 3 Agustus 2019) adalah alumni EAPI Manila dan sempat diangkat menjadi Administrator Apostolik Keuskupan Agung Merauke.

Mgr. John Saklil ditahbiskan sebagai imam 23 Oktober 1988 dan ditahbiskan menjadi uskup 18 April 2004.

Nama adat “Gaiyabi” artinya sang pemikir diberikan karena beliau selalu memberi gagasan baru.

Gaya kocak almarhum Mgr. John Philip Saklil saat bercerita kisah-kisah jenaka khas Papua di meja makan saat rehat SAGKI ke-5, September 2016. (Mathias Hariyadi)

Baca juga: In Memoriam Mgr. John Philip Saklil, Usai Sarapan, Jatuh Saat Jalan Santai (2)

Semasa hidupnya, beliau yang lahir di Kokonao Mimika adalah salah satu uskup Papua yang secara terbuka membela masyarakat adat, menolak pendekatan kekerasan, dan menyuarakan penderitaan rakyat.

Beliau memimpin misa pemakaman Kelly Kwalik, komandan tentara Organisasi Papua Merdeka.

Tanggal 3 Agustus 2019, beliau ditemukan dalam keadaan terjatuh dan pingsan serta tidak tertolong lagi, meskipun sempat dibawa ke RS Mitra Masyarakat Caritas di Timika. Beliau meninggal dunia 3 Agustus 2019 dalam usia 59 tahun.

Sosok alm. Romo Yulianus Mote

Romo Yulianus Bidau Mote (5 September 1968 – 4 Agustus 2019) lulus licentiate hukum gereja dari Universitas Urbaniana di Roma. Ia jatuh dan pingsan di Bandara Wamena saat akan berangkat ke Jakarta untuk memberikan ceramah mengenai kerasulan awam bagi cendekiawan Katolik.

Romo Yulianus Mote yang lahir di Waghete dan ditahbiskan 14 Oktober 2001 adalah anggota tribunal dan Ketua Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Jayapura. Ia meninggal di RS Carolus di Jakarta dalam usia 51 tahun.

Sosok alm. Romo Michael Takege

Romo Michael Tekege (24 Mei 1967 – 22 Mei 2019) adalah Ketua Komisi Kateketik Keuskupan Timika, Ketua Yayasan Aweidabi Deiyai, dan Ketua Sekolah Tinggi Katolik Touye Paa Paa Deiyai.

Romo Michael Tekege yang ditahbiskan 20 April 1997 di Gereja St. Paulus Argapura sangat aktif dalam bidang pendidikan dan katekese. Romo Michael yang lahir di Waghete meninggal di RSMM Caritas dalam usia 52 tahun.

Investigasi tak kunjung terjadi

Pernah ada umat, kelompok umat, imam bahkan pimpinan gereja lain yang mohon agar kematian mendadak karena sakit ini agar diselidiki dan ditemukan apa penyebabnya. Sebagian meninggal saat masih sehat dan sedang menjalankan kegiatan pelayanan lalu tiba-tiba jatuh dan kemudian meninggal di rumah sakit.

Peristiwa kematian uskup dan imam-imam yang usianya relatif masih muda dan terjadinya mendadak saat mereka masih aktif bertugas tentu saja sangat mengagetkan dan menyedihkan.

Sosok alm. Romo Santo Takege

Masih ada lagi romo dari Keuskupan Timika yang aktif dalam penegakan HAM yaitu Romo Santon Tekege yang lahir di Waghete 9 Juli 1985 dan ditahbiskan sebagai imam 21 Agustus  2016 di Gereja St. Yohanes Pemandi di Waghete.

Romo Santon Tekege pernah menulis di portal Papuainside.com tulisan berjudul “Orang Asli Papua Bisa Hidup Tanpa Otonomi Khusus Jilid II dari Jakarta” (5 Agustus 2020).

Ia menjelaskan realitas hidup masyarakat Papua setelah pemberlakuan UU No.21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus di Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat. Dana Otsus untuk Papua setiap tahunnya berjumlah trilyunan, namun tingkat kemiskinan di Papua masih sangat tinggi sedangkan pertumbuhan ekonomi masih rendah.

Romo Santon juga menyebut berbagai kasus kekerasan dan korban pelanggaran HAM selama beberapa tahun terakhir yang tidak kunjung berhenti.

Tahun 2021 BPS mencatat bahwa di Propinsi Papua 30% penduduk adalah orang asli Papua sedangkan 70 % orang non-Papua.

Di Propinsi Papua Barat orang asli Papua 35 % sedangkan orang non-Papua 65 %. Artinya sejak lama di Papua lebih banyak penduduk bukan orang asli Papua.

Romo Santon Tekege meninggal mendadak 27 Mei 2021 dalam usia yang masih sangat muda. Dua bulan terakhir sebelum wafatnya, ia sempat mengeluh sakit punggung dan dirawat di RSMM Caritas di Timika yang didukung dana dari Freeport dan dimiliki Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme Komoro serta dikelola Keuskupan Timika melalui Yayasan Caritas Timika Papua. 

Ia meninggal dalam usia 37 tahun dan belum lima tahun usia imamat.

Beberapa kali Romo Santon diculik oleh orang tidak dikenal, namun kemnudian dibebaskan kembali antara lain dengan bantuan Romo Neles Tebay.

Kita semua berduka dengan kepergian para romo yang sudah menyelesaikan tugasnya di dunia dan pulang ke rumah Bapa.

Namun kita juga masih optimis karena masih ada banyak imam lain di Papua, entah yang asli Papua, entah yang kelahiran Papua, maupun yang ditugaskan di Papua.

Semuanya mencintai Papua dan tentu berjuang untuk Papua yang lebih baik.

Saya pernah bertanya kepada salah seorang calon imam dari Papua apakah di Papua ada banyak imam yang mempunyai kemampuan untuk membangun Papua.

Frater tersebut mengatakan kepada saya bahwa sebenarnya ada banyak imam yang mempunyai kemampuan. Beberapa bahkan sudah bergelar doktor dan mempunyai banyak pengalaman pastoral serta aktif berjuang untuk perdamaian dan keadilan.

Tahbisan Mgr. Yanuarius Matopai You tanggal 2 Februari 2023 akan membuka babak baru masa depan Papua yang lebih baik, aman, adil, damai, dan sejahtera bagi semuanya.

Kita ikut berdoa.

Ferry SW, 25 Januari 2023

Baca juga: Papua, Energi Positif Usku Mgr. Yanuarius Teofilus Matopai You (1)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here