Artikel Kesehatan: Melawan Kanker

0
211 views
Ilustrasi

DALAM rangka Hari Kanker Dunia (World Cancer Day) pada hari Selasa, 4 Februari 2020 yang lalu, WHO menjabarkan langkah-langkah untuk menyelamatkan tujuh  juta jiwa dari kanker di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Hal ini disebabkan karena jika tren yang ada saat ini tetap berlanjut, dunia akan mengalami peningkatan 60% kasus kanker selama dua dekade ke depan. Peningkatan terbesar, diperkirakan mencapai 81% kasus kanker baru akan terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana tingkat kelangsungan hidup saat ini justru yang  terendah.

Apa yang perlu dicermati?

Kejadian ini sebagian besar disebabkan karena banyak negara tersebut masih harus memfokuskan sumber daya kesehatan yang terbatas, untuk memerangi penyakit menular, juga meningkatkan derajad kesehatan ibu dan anak.

Sementara itu, layanan kesehatan di sana tidak dilengkapi dengan program untuk mencegah, mendiagnosis, dan mengobati kanker.

Pada tahun 2019, lebih dari 90% negara berpendapatan tinggi melaporkan bahwa, layanan pengobatan komprehensif untuk kanker telah tersedia dalam sistem kesehatan masyarakat mereka, dibandingkan dengan kurang dari 15% negara berpenghasilan rendah.

Kondisi ini adalah tantangan untuk kita semua dalam mengatasi ketidaksetaraan yang tidak dapat diterima, antara layanan kanker di negara-negara kaya dan miskin.

Jika setiap orang memiliki akses ke fasilitas layanan kesehatan tingkat primer dan masuk dalam sistem rujukan, maka kanker dapat dideteksi sejak dini, diobati secara efektif dan disembuhkan.

Kanker seharusnya tidak menjadi semacam hukuman mati bagi siapa pun dan di mana pun.

Kemajuan di negara-negara miskin sebenarnya dapat dicapai, sesuai temuan Badan Penelitian Kanker atau The International Agency for Research on Cancer (IARC). Hasil penelitian IARC sebaiknya ditindaklanjuti ke dalam ruang lingkup kebijakan dan program pemerintah, untuk meningkatkan pengendalian kanker.

“Setidaknya 7 juta jiwa akan dapat diselamatkan selama dekade berikutnya, dengan menerapkan rekomendasi IARC yang paling tepat untuk setiap situasi negara. Setiap negara harus merumuskan layanan kanker yang kuat, dalam cakupan kesehatan semesta atau ‘Universal Health Couverage’ (UHC), dan dengan memobilisasi pemangku kepentingan yang berbeda untuk bekerja bersama,” kata Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus , Direktur Jenderal WHO.

Dalam 50 tahun terakhir IARC telah mencatat kemajuan luar biasa dalam penelitian tentang pencegahan dan pengobatan kanker.

Kematian akibat kanker memang telah berkurang, terutama karena negara-negara berpenghasilan tinggi telah mengadopsi program pencegahan, diagnosis dini dan skrining, yang bersama-sama dengan pengobatan menggunakan kemoterapi yang lebih baik, telah berkontribusi pada pengurangan sekitar 20% dalam kemungkinan kematian dini, antara tahun 2000 dan 2015.

Namun demikian, di negara-negara berpenghasilan rendah hanya terjadi penurunan sebesar 5%.

Penelitian dunia untuk pencegahan kanker (world research for cancer prevention) oleh IARC telah berfokus pada intervensi pencegahan dan menawarkan ikhtisar paling komprehensif, mulai dari aspek etiologi secara deskriptif, biologi seluler dan molekuler, toksikologi dan patologi hingga dilandasi oleh ilmu perilaku dan sosial.

Selain itu, juga mencakup diskusi tentang dampak ketidaksetaraan layanan medis dalam kanker, vaksinasi dan skrining, kerentanan genom individu terhadap kanker dan identifikasi yang lebih baik dari mereka yang berisiko, yang memungkinkan ‘pencegahan kanker secara lebih presisi’.

Kanker di Indonesia merupakan salah penyakit katastropik dengan penyerapan biaya terbesar dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Berdasarkan data BPJS Kesehatan, biaya pengobatan penyakit kanker menempati posisi ketiga terbesar setelah penyakit jantung dan gagal ginjal atau 17% dari total biaya katastropik sejak 2014 sampai 2018.

“Khusus untuk kanker, dari 2014-2018, penyakit tersebut sudah menghabiskan biaya Rp. 13,3 triliun dari total biaya penyakit katastropik sebesar Rp. 78,3 triliun,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf di Jakarta, Kamis, 5 September 2019.

Sejumlah upaya telah dilakukan Kementrian Kesehatan RI dan juga BPJS Kesehatan untuk menekan defisit. Salah satunya adalah lebih fokus pada program pencegahan penyakit agar jumlah orang yang sakit dan menggunakan JKN bisa ditekan.

Untuk mendukung upaya tersebut, Kemenkes RI kembali melanjutkan program Pencerah Nusantara, yaitu mengirimkan tim tenaga kesehatan ke sejumlah daerah pelosok. Tim ini terdiri dari dokter, sarjana kesehatan masyarakat, ahli gizi, analis kesehatan, hingga ahli sanitasi lingkungan.

Target dari tim Pencerah Nusantara bukan hanya menyediakan layanan kesehatan dasar bagi masyarakat di daerah terpencil, tapi mengutamakan upaya promotif dan preventif, melibatkan masyarakat, dan menguatkan sumber daya manusia lokal.

Dalam program melawan kanker, berbagai intervensi medis telah terbukti mampu mencegah kasus kanker baru. Rangkaian kegiatan ini termasuk mengendalikan penggunaan tembakau, yang bertanggung jawab atas 25% kematian akibat kanker.

Selain itu, juga vaksinasi terhadap hepatitis B untuk mencegah kanker hati, dan menghilangkan kanker serviks dengan vaksinasi HPV.

Tindakan skrining dan perawatan kanker pada stadium awal, dilakukan dengan menerapkan intervensi manajemen kanker, yang berdampak penghematan besar secara finansial. Bahkan juga memastikan akses ke perawatan paliatif, termasuk penghilang rasa sakit, untuk kasus kanker stadium lanjut.

Momentum Hari Kanker Dunia (World Cancer Day) pada Selasa, 4 Februari 2020 dengan tema ‘I Am and I Will’ mengingatkan bahwa sekecil apa pun hal yang dilakukan, setiap orang punya kapasitas dan peran untuk mencegah kanker.

Selain itu, juga merupakan ajakan berulang untuk meningkatkan upaya dan program baru, dalam melawan kanker.

Apakah kita sudah bertindak?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here